BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit gastroenteritis (diare) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ditandai dengan seseorang mencret-mencret, tinjanya encer, dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah. Sehingga diare dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita diare banyak sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun (Widjaja, 2007). Gastroenteritis (diare) adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat / tanpa disertai lendir dan darah (Zein, 2004). Gastroenteritis sampai saat ini menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun tetap menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, menyatakan bahwa secara global setiap tahun ada 2 miliar kasus gastroenteritis. Di Negara ASEAN, anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian gastroenteritis pertahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk gastroenteritis (Soebagyo, 2008).
Data World Health Statistic pada tahun 2008 memperlihatkan angka kematian Balita di Negara ASEAN pada tahun 2006, angka kematian terendah adalah di Negara Singapura yaitu 3 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan yang tertinggi 2 dicapai oleh Myanmar yaitu 104 kematian per 1.000 kelahiran hidup sedangkan di Indonesia 36 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Rotavirus merupakan penyebab utama gastroenteritis dengan dehidrasi berat pada anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia. Sebuah studi metanalisis yang dilakukan oleh Parashar et al.(2009) menunjukkan bahwa infeksi rotavirus dapat menyebabkan 114 juta episode gastroenteritis, 24 juta kunjungan rawat jalan, 2,4 juta kunjungan rawat inap dan 610.000 kematian balita pada tahun 2004. Diperkirakan 82% kematian akibat gastroenteritis rotavirus terjadi pada Negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika, dimana akses kesehatan dan status gizi masih menjadi masalah (Binka et al., 2010).Kajian ARSN (Asian Rotavirus Surveillance Networks) kedua dilakukan di beberapa Negara di Asia (Cina, Taiwan, Hongkong, Vietnam, Myanmar, Thailand dan Indonesia) mendapatkan bahwa hasil infeksi rotavirus bertanggungjawab terhadap 45% kejadian gastroenteritis di Asia (Nelson et al., 2008) Hongkong
merupakan daerah dengan prevalensi rotavirus terendah (28%) sedangkan prevalensi tertinggi di Vietnam (59%).
Gastroenteritis hingga kini masih menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian, epidemiologi penyakit gastroenteritis dapat ditemukan pada seluruh daerah geografis dunia dan kasus gastroenteritis dapat terjadi pada semua kelompok umur, tetapi penyakit berat dengan kematian tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Pada tahun 2008, di Indonesia episode gastroenteritis pada balita berkisar 40 juta per tahun dengan kematian sebanyak 200.000 - 400.000 balita . (Soebagyo, 2008).
Hal yang bisa menyebabkan balita mudah terserang penyakit gastroenteritis adalah perilaku hidup masyarakat yang kurang baik dan keadaan lingkungan yang buruk. Gastroenteritis dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air, sehingga bila terjadi gastroenteritis sangat mudah terkena dehidrasi (Depkes, 2010).
Penyakit gastroenteritis di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survey morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Gastroenteritis, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit gastroenteritis 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 426/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 23 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB gastroenteritis di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 orang, dengan jumlah kematian 73 orang (CFR 1,74%). (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2011).
Gastroenteritis merupakan masalah kesehatan terutama pada balita dimana tingkat global, gastroenteritis menyebabkan 16% kematian, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pneumonia, sedangkan pada tingkat regional (Negara berkembang), gastroenteritis menyumbang sekitar 18% kematian balita dari 3.070 balita. Di Indonesia, penyebab utama kematian pada balita, yaitu 25,2%, lebih tinggi dibanding pneumonia, 15,5% (Riskesdas, 2010). Hal ini tentu menjadi masalah yang serius untuk Indonesia dalam rangka mencapai tujuan keempat dari pembangunan millennium (Millenium Development Goals/MDGs) yaitu menurunkan angka kematian bayi menjadi 2/3 dalam kurun waktu 25 tahun (1990-2015).Hasil penelitian Subijanto dkk (2007) juga menunjukkan bahwa gastroenteritis pada kelompok umur di bawah lima tahun merupakan penyebab kematian terbanyak yakni mencapai 23,2%.
Penelitian yang berbasis masyarakat, Riset Kesehatan Dasar yang dilaksanakan di 33 provinsi pada tahun 2010 melaporkan bahwa angka nasional prevalensi klinis Gastroenteritis 9,0%, dengan rentang 4,2%-18,9%. Beberapa provinsi mempunyai prevalensi gastroenteritis klinis di atas angka nasional (9%) di 14 provinsi, prevalensi tertinggi di NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Terlihat ada kecenderungan peningkatan gastroenteritis bila dibandingkan dari SKRT tahun 2001. Prevalensi gastroenteritis pada SKRT tahun 2001 yaitu 4,0%, pada Riskesdas 2010 dilaporkan prevalensi gastroenteritis 9.0%. Prevalensi gastroenteritis berdasarkan kekompok, dari SKRT 2001 prevalensi gastroenteritis pada balita (1-4 tahun) 9,4% dan terlihat tiggi pada Riskesdas 2010 yaitu 16,7%. Demikian pula pada bayi (<1tahun 16="" 2001="" 2010="" 9="" balita="" dari="" dilaporkan="" gastroenteritis="" pada="" prevalensi="" riskesdas="" sedangkan="" skrt="" span="" tahun="" yaitu="">1tahun>
Tingginya perbedaan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dilaporkan bahwa gastroenteritis berkaitan erat dengan sanitasi, akses terhadap air bersih dan perilaku hidup sehat serta pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat (Kemenkes RI, 2010). Data dari Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2008, gastroenteritis menduduki urutan kedua dari sepuluh penyebab terbanyak kunjunganke Puskesmas setelah influenza dengan kematian pada penyakit gastroenteritis mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008 Case Fatality Rate (CFR) akibat gastroenteritis sebesar 4,78% dengan 10 penderita meninggal dari 209 kasus. Angka ini naik dari sebelumnya yaitu dengan CFR 1,31% dengan 4 penderita meninggal dari 304 kasus. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2010 jenis penyakit menular yang dilaporkan di Kabupaten Deli Serdang penyakit gastroenteritis masih tinggi dan berada pada posisi ke-4 dari 10 penyakit terbanyak yaitu sebanyak 12.494 kasus, 3.518 (27,17 %) kasus terjadi pada anak balita. Kecamatan Patumbak jumlah kasus gastroenteritis sebanyak 764 kasus dan yang ditangani 113 kasus (15 %), dimana 101 kasus terjadi pada anak balita dan jumlah kematian anak balita di Kecamatan Patumbak pada tahun 2010 sebanyak 3 orang (Dinkes Kabupaten Deli Serdang, 2011).
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian gastroenteritis yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya (Sander, 2005). Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya gastroenteritis, terdiri dari factor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap gastroenteritis, diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman gastroenteritis serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan gastroenteritis dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005).Gastroenteritis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang kejadiannya sangat erat dengan keadaan lingkungan (Hiswani,2003). Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bawa gastroenteritis menjadi penyebab utama kematian Balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat gastroenteritis adalah tata laksana yang tidak tepat baik dirumah maupun sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena gastroenteritis perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian Yulisa (2008), diketahui bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan, sumber air minum, kualitas fisik air minum, jenis jamban keluarga, jenis lantai rumah serta tidak ada pengaruh jenis pekerjaan dengan kejadian gastroenteritis pada anak balita. Sedangkan hasil penelitian Irianto, dkk (1996), diketahui bahwa faktor sosiodemografi yang mempengaruhi kejadian gastroenteritis pada balita yaitu pendidikan orang tua, pekerjaan ibu dan umur anak balita merupakan faktor yang dominan dalam memengaruhi kejadian gastroenteritis pada balita, sedangkan umur ibu tidak berhubungan dengan kejadian gastroenteritis pada Balita Data survei pendahuluan yang diperoleh dari Puskesmas Patumbak bahwa cakupan pelayanan sarana dasar kesehatan lingkungan Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang data tahun 2009 masih rendah. Cakupan air bersih yang paling banyak memakai air ledeng 70,55 % dan paling rendah Penampungan Air Hujan (PAH) 1,55 % dan pada tahun 2010 yang paling banyak memakai air ledeng 83,3 % dan sumur gali 0,8 %, cakupan jamban keluarga 32,52 %, cakupan sarana pembuangan air limbah 5,71 %, cakupan rumah sehat 30%, rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) 287 (34,96 %) dan tahun 2010 sebanyak 35 %, cakupan pembuangan sampah 17,14 % yang memiliki tempat sampah dan jumlah bayi yang diberikan ASI (Air Susu Ibu) eksklusif di Kecamatan Patumbak 11 (2,67 %) orang dan tahun 2010 sebanyak 29 (9,3 %). (Puskesmas Patumbak, 2011).
Berdasarkan kajian tersebut diduga kuat ada hubungan faktor sosiodemografi dan perilaku ibu balita serta lingkungan dengan kejadian gastroenteritis pada anak balita Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang. Dengan fakta-fakta tersebut penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul pengaruh faktor sosiodemografi dan perilaku ibu balita serta lingkungan terhadap kejadian gastroenteritis pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
1.2. Permasalahan
Kejadian gastroenteritis pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang saat ini masih tinggi dan sampai saat ini belum diketahui determinan yang memengaruhi kejadian gastroenteritis serta keeratan hubungannya dimana data pada tahun 2010 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang adalah masih tinggi penderita gastroenteritis yaitu sebanyak 764 kasus dan yang ditangani 113 kasus (15 %), dimana 101 kasus terjadi pada anak balita dan jumlah kematian anak balita pada tahun 2010 sebanyak 3 orang.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh factor sosiodemografi dan perilaku ibu balita serta lingkungan terhadap kejadian gastroenteritis pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh faktor sosiodemografi dan perilaku ibu balita serta lingkungan terhadap kejadian gastroenteritis pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Hasil penelitian ini digunakan sebagai tambahan informasi bagi petugas kesehatan dalam memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gastroenteritis.
1.5.2. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dalam menetapkan kebijaksanaan pencegahan kejadian gastroenteritis pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang.
1.5.3. Dapat digunakan sebagai masukan dalam menyusun perencanaan pelayanan kesehatan pada balita terutama upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian gastroenteritis.
1.5.4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan faktor resiko pada gastroenteritis pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2010. Buku Bagan Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Dinkes Propsu, 2009. Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara 2008. Medan:
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumatera Utara.
Dinkes Kab. Deli Serdang. 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang 2010.
Lubuk Pakam: Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.
Hiswani, 2003. Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat Yang
Kejadiannya Sangat Erat Dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan. USU
Digital Library, Universitas Sumatera Utara.
Irianto, J., Soesanto . S., Supraptini, Inswiasri, Irianti, S., dan Anwar, A., 1996.
Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita
(Analisis Lanjut Data SDKI 1994). Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 24 (2
dan 3) 1996 : 77 -96.
Parashar, U.D., Hummelman, E.G., Bresee, J.S., Miller, M.A., and Glass, R.I. (2003)
Global illness and deaths caused by rotavirus disease in children. Emergy
Infect Dis 9:565-572.
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Sander, M. A., 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya dengan Kejadian Diare di
Desa Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol
2.No.2. Juli -Desember 205 : 163 -193.
Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press.
Widjaja, 2007. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan
Pustaka.
Yulisa, 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak
Balita (Studi pada Masyarakat Etnis Dayak Kelurahan Kasongan Baru
Kecamatan Kentingan Hilir Kabupaten Kentingan Kalimantan Tengah)
(Skripsi) Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.
Zein, Umar, Khalid H.S., Josia Ginting, 2004, Diare Akut Disebabkan Bakteri, e-
USU repository, Universitas Sumatera Utara, Medan.
11
0 comments:
Post a Comment