Program Legislasi Nasional

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 menyatakan bahwa perencanaan penyusunan undang-undang dilakukan dalam suatu Prolegnas. Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 mengartikan Prolegnas sebagai "instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis.” 

Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah secara berencana, terpadu dan sistematis, yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh DPR. Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasi oleh Badan Legislasi DPR-RI, yang merupakan alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi. Adapun Prolegnas di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan, dalam hal ini yang dimaksud adalah Menteri Hukum dan HAM. 

Sebagai instrumen perencanaan yang disusun secara bersama-sama antara DPR dan Pemerintah, maka Prolegnas merupakan guideline bagi pelaksanaan pembangunan substansi hukum dalam jangka waktu periode tertentu. Dengan ditunjuknya Menteri Hukum dan HAM yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan, maka Departemen Hukum dan HAM adalah satu-satunya pintu masuk bagi pengajuan program legislasi dari departemen/instansi di lingkungan pemerintah. Hal ini diatur dalam Perpres No. 61 tahun 2005 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional. 

Prolegnas memiliki kedudukan penting dalam pembangunan hukum nasional karena program ini secara sistematis menetapkan prioritas rancangan undang-undang yang akan dibahas oleh DPR bersama pemerintah. Dengan kata lain, prolegnas merupakan arahan atau garis resmi yang dijadikan dasar pijak untuk membuat dan melaksanakan pembentukan hukum dalam rangka mencapai tujuan negara. Oleh karena itu dalam konteks ini, Prolegnas dapat melaksanakan perannya untuk: Sebagai arahan bagi lembaga-lembaga negara dalam pembuatan hukum, dan Sebagai alat untuk menilai atau mengkritisi apakah hukum yang dibuat sudah sesuai atau tidak dengan upaya-upaya pencapaian tujuan negara. 

Maksud diadakannya prolegnas adalah: pertama, untuk memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum di bidang peraturan perundang-undangan di tingkat pusat, kedua, menyusun skala prioritas penyusunan rancangan undang-undang sebagai suatu rogram yang berkesinambungan dan terpadu sebagai pedoman bersama dalam pembentukan undang-undang oleh lembaga yang berwenang dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional, dan ketiga, sebagai sarana untuk mewujudkan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan di tingkat pusat.

Secara operasional, Prolegnas memuat daftar rancangan undang-undang yang disusun berdasarkan skala prioritas pembentukan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Keputusan Sidang Paripurna DPR tanggal 1 Februari 2005 telah ditetapkann 10 kriteria RUU yang diprioritaskan dari aspek substansinya, yakni: 
  1. RUU yang merupakan perintah dari Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 
  2. RUU yang merupakan perintah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia; 
  3. RUU yang terkait dengan pelaksanaan undang‑undang lain; 
  4. RUU yang mendorong percepatan reformasi; 
  5. RUU yang merupakan warisan Propenas 2000‑2004 disesuaikan dengan kondisi saat ini; 
  6. RUU yang menyangkut revisi atau amandemen terhadap undang‑undang yang bertentangan dengan undang­- undang lainnya; 
  7. RUU yang merupakan ratifikasi terhadap perjanjian internasional; 
  8. RUU yang berorientasi pada pengaturan perlindaungan HAM dengan memperhatikan prinsip‑prinsip kesetaraan dan keadilan jender; 
  9. RUU yang mendukung pemulihan dan pernbangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan; 
  10. RUU yang secara langsung menyentuh kepentingan rakyat untuk memulihkan dan meningkatkan kondisi kesejahteraan sosial masyarakat. 
Di lingkungan pemerintah selain kesepuluh syarat tersebut, juga diterapkan syarat-syarat yang lebih ketat yaitu RUU yang hendak dimasukkan dalam prioritas tahunan prolegnas harus sudah, yaitu telah disusun Naskah Akademik, telah disusun Rancangan Undang‑Undangnya, dan telah dilakukan Harmonisasi. 

Ketiga syarat tambahan tersebut diterapkan untuk menghindari perencanaan pembentukan perundangan-undangan yang disusun dalam prolegnas hanya menjadi daftar keinginan semata yang tidak dapat direalisasikan. Selain itu penambahan syarat ini menunjukkan bahwa sebagai instrumen perencanaan, Prolegnas tidak hanya memikirkan mengenai jumlah RUU yang akan dibuat (kuantitas), tetapi juga berusaha untuk memikirkan kualitas (sarana quality control) dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. 
Dasar pertimbangan pencantuman syarat Naskah Akademik sebagai salah satu syarat penentuan prioritas prolegnas dikarenakan dengan adanya naskah akademik yang secara ilmiah berisi mengenai latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan obyek atau arah pengaturan dalam suatu undang-undang, maka akan mempermudah pada saat penyusunan materi dan pembahasan rancangan undang-undang. Argumen-argumen ilmiah yang berlandaskan alasan filosofis, yuridis, sosiologisnya dari asas pembentukan perundang-undangan yang baik dari suatu naskah akademik akan memberikan kemudahan bagi legal drafter untuk menarik norma-norma bagi peraturan yang dibuat. Syarat harmonisasi dicantumkan agar rancangan undang-undang yang akan diprioritaskan sudah melalui proses penyelarasan, penyesuaian, pembulatan konsepsi dengan peraturan perundang-undangan yang lain baik yang setingkat maupun lebih tinggi hirarkinya. 

Dalam tahap penyusunan Program Legislasi, diadakan Forum konsultasi yang dikoordinir oleh Menteri Hukum dan HAM adalah Rapat Pembahasan Tahunan Prolegnas, yang diselenggarakan setiap tahun. Rapat Koordinasi ini melibatkan seluruh wakil jajaran departemen/LPND, di samping itu juga melibatkan para ahli dari lingkungan perguruan tinggi, wakil‑wakil organisasi di bidang sosial‑politik, profesi, organisasi keagamaan, pemuda/mahasiswa, dan lembaga swadaya masyarakat. Forum ini di samping untuk mengkoordinasikan penyusunan perencanaan pembentukan peraturan perundang‑undangan yang telah atau yang baru akan disusun oleh seluruh departemen/LPND, juga untuk menetapkan rencana‑rencana legislasi yang akan menjadi prioritas pembahasannya bersama DPR. 

Hasil dari Rapat koordinasi di lingkungan pemerintah berupa suatu ketetapan Prolegnas Pemerintah yang meliputi: Program legislasi mana saja yang layak untuk diajukan ke DPR sebagai prioritas Prolegnas dari Pemerintah, yang me­mu­at rencana‑rencana legislasi yang telah memenuhi sya­rat‑syarat atau kriteria tertentu, yaitu telah disusun: naskah akademiknya, telah disusun rancangan undang‑undangnya, dan telah diharmonisasi yaitu dibahas dalam forum antar departemen; 

Program legislasi yang masih dalam tahap pe­nyem­pur­na­an, yakni masih dalam proses penyusunan di lingkungan internal departemen/LPND, baik penyusunan naskah akademik, rancangan undang‑undang, atau. RUU yang masih harus menempuh pembahasan antar departemen; 
  1. Program legislasi yang masih dalam tahap persiapan, yakni masih dalam bentuk kajian atau penelitian; 
  2. Program legislasi yang belum digarap. Umumnya berupa rencana‑rencana legislasi baru; 
Selanjutnya, hasil rapat koordinasi Prolegnas di lingkungan pemerintah tersebut oleh Menteri Hukum dan HAM dilaporkan kepada Presiden, terutama program‑program legislasi yang ditetapkan sebagai prioritas. Apabila sudah memperoleh persetujuan Presiden, hasil penyusunan. Prolegnas di lingkungan Pemerintah selanjutnya dibawa ke forum koordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi Prolegnas.


Buku Rujukan
  1. Pasal 17 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 
  2. Pasal 17 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004 
  3. Pasal 17 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2004 
  4. Lebih spesifik, kerja-kerja untuk sinkronisasi dan harmonisasi hukum ditangani oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang notabene merupakan bagian dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia 
  5. Andi Mattalatta, Kebijakan Pemerintah Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Makalah disampaikan pada acara “Seminar dan Lokakarya Penegakan Hukum Sebagai Upaya Peningkatan Akuntabilitas Negara, Pemerintah, Perusahaan dan Publik terhadap Dokumen dan Arsip dalam rangka Perrumusan undang-undangan tentang tindak pidana kejahatan dokumen yang diselenggarakan oleh PTIK Polri, ANRI dan Pascasarjana program studi Ketahanan Nasional-UI di Jakarta, 8 Juli 2008 


0 comments:

Post a Comment