Hukum Pidana Islam

Hukum Pidana Islam di Nangroe Aceh Darussalam

Sampai sekarang ini belum ada qanun khusus yang mengatur tentang hukum pidana Islam di NAD, tetapi hukum pidana Islam itu masih tersebar pada qanun-qanun yang ada. Setelah diteliti ternyata baru ada 5 qanun yang memuat hukum pidana Islam tersebut sebagai berikut;
  1. Qanun Nomor 11 Tahun 2002, tentang Pelaksanaan syari`at Islam bidang aqidah, ibadah, dan syi`ar Islam,
  2. Qanun Nomor 12 Tahun 2003, tentang Minuman khamar dan sejenisnya,
  3. Qanun Nomor 13 Tahun 2003, tentang Maisir (perjudian),
  4. Qanun Nomor 14 Tahun 2003, tentang Khalwat (Mesum),
  5. Qanun Nomor 7 Tahun 2004, tentang Pengelolaan zakat.
Keseluruhan hukum pidana Islam yang dimuat pada kelima macam qanun tersebut di atas dapat dikelompokkan kepada dua macam, yaitu;

a. Hudud (Hukum pidana yang sudah jelas bentuk dan ukurannya)

Mengingat hudud ini telah jelas hukumannya, baik bentuk maupun ukurannya maka maka hakim tidak punya kebebasan lagi untuk menemukan hukum lain, dalam kesempatan ini hakim hanya memiliki kesempatan berijtihad untuk menetapkan “apakah tindak pidana itu benar telah dilakukan, atau pun tidak,” bila ini telah jelas dilakukan maka hakim tinggal mengambil hukuman yang telah tersedia untuk itu.

Sejalan dengan ketentuan hudud seperti dikemukakan di atas, ternyata Daerah NAD baru menetapkan satu kasus hudud saja, yaitu tentang “mengkonsumsi khamar” (minuman keras) dan sejenisnya, dengan sanksi hukuman cambuk sebanyak 40 kali. Hal ini bukanlah atas dasar hasil pemikiran Pemerintah NAD dalam menetapkan hukumannya berupa hukum cambuk sebanyak empat puluh kali, tetapi berupa ketentuan Tuhan yang harus diikuti, karena penentua
n hukuman seperti ini telah tegas tercantum di dalam nas syari`at. Dengan demikian Pemerintah NAD tinggal mengambil, menetapkan, dan melaksanakannya saja.

Hal ini sejalan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik RA., Bahwa seseorang yang telah meminum khamar dibawa ke depan Rasul SAW., maka Rasul SAW. Mencambuknya dengan dua buah cambuk sebanyak empat puluh kali. Hal seperti ini diikuti oleh Abu Bakar.
http://globalsearch1.blogspot.com/2013/05/hukum-pidana-islam.htmlHadis serupa juga diriwayatkan oleh Muslim, dari Ali tentang kisah Al-Walid ibn `Uqbah, bahwa Usman ibn `Affan telah menyuruh Ali untuk menerapkan hukum cambuk terhadap Walid ibn `Uqbah karena dia meminum khamar, untuk hal ini Ali meminta Abdullah ibn Ja`far untuk melakukan penyambukan, lalu dia melakukannya, maka pada saat sudah genap empat puluh kali cambukan dia pun berkata, sudah cukup, dan menambah ucapannya lagi; Rasul melakukan cambukan pada orang meminum khamar sebanyak empat puluh kali, dan Abu Bakar juga melaksanakan demikian,
Direncanakan bahwa kasus kedua menyangkut hudud ini adalah tindak pidana pencurian dengan sanksi hukuman potong tangan. 
Sampai sekarang, hal ini belum diterapkan, karena untuk tindak pidana pencurian ini belum ada aturannya. Diperkirakan dalam masa dekat (tahun 2006) ini Perda/ Qanun tentang pencurian akan lahir, sekarang masih bersifat Ranperda, naskah akademiknya telah selesai, namun belum sampai ke tangan MPU dan Dinas Syari`at, dan jelas belum disidangkan oleh DPRD NAD. Dengan demikian kasus pencurian ini belum termasuk kasus yang sudah diterapkan sekarang ini di NAD.
Defenisi

Hukum Pidana (Hudud) adalah Hukuman yang sudah ditentukanAllah SWT. baik bentuk maupun jumlahnya, dan ini harus dilaksanakan karena berupa hak Allah SWT., Abdul Aziz Amir, Al-Ta`zir fi al-Syari`at al-Islamiyah, (Kairo : Dar al-Fikri al-`Arabi, 1976 M.), hlm. 13.

Qanun No.12 Tahun 2003., Pasal 5, berbunyi; Setiap orang dilarang mengkonsumsi minuman khamar dan sejenisnya., Pasal 26, berbunyi; Swetiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, diancam dengan `uqubat hudud 40 (empat puluh) kali cambuk., Dalam penjelasan pasal-pasal dinyatakan tentang yang dimaksud dengan khamar dan sejenisnya adalah minuman yang mempunyai sifat atau kebiasaan memabukkan atas dasar kesamaan illat (sebab), yaitu memabukkan, seperti ; bir brendi, wiski, tuak, dan sebagainya., Dinas Syariat Islam Propinsi NAD, Himpunan Undang Undang, Keputusan Presiden, Keputusan Daerah/ Qanun, Instruksi Gubernur, Edaran Gubernur Berkaitan Dengan Pelaksanaan Syariat Islam, (Banda Aceh : Dinas Syariat Islam, 2005), hlm.255, dan260.
Jika qanun tentang pencurian ini telah lahir maka ada dua hal yang ingin disampaikan tentang hal ini, yaitu; Pertama, hukum pidana Islam yang diterapkan itu tidak lagi hanya masalah-masalah kecil, dan berdampak bagi masyarakat kecil semata, tetapi tindak pidana ini sudah mulai tingkat menengah (sedang), termasuk pelakunya akan meliputi kelas menengah ke atas, seperti pejabat yang melakukan korupsi., Kedua, meskipun hukum potong tangan telah diterapkan, tidaklah secara serta merta akan ada orang yang dipotong tangannya, bisa saja menjadi sok terapi untuk tidak ada orang yang dipotong tangan, karena tidak ada yang terbukti melakukan pencurian, Dinasti Saudi saja menerapkan hukum potong tangan bagi pencuri pada tahun 1910, baru setelah 60 tahun ada tangan orang yang dipotong karena mencuri, yaitu setelah tahun 1970-an. Analisis seperti ini dikemukakan oleh Al Yasa` Abubakar (Kepala Dinas Syariat NAD) di kantornya pada tanggal 06-02-2006.


0 comments:

Post a Comment