A. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau
sedikit populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi
penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi
karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi
otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya
virus Cocksakie, Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa
tipe otoantibodi yang dihubungkan dengan DM Tipe 1, antara lain ICCA (Islet
Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan
antibodi terhadap GAD (glutamic acid decarboxylase).
ICCA merupakan otoantibodi utama yang ditemukan pada
penderita DM Tipe 1. Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA di dalam
darahnya. Di dalam tubuh non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Oleh sebab
itu, keberadaan ICCA merupakan prediktor yang cukup akurat untuk DM Tipe 1.
ICCA tidak spesifik untuk sel-sel β pulau Langerhans saja, tetapi juga dapat
dikenali oleh sel-sel lain yang terdapat di pulau Langerhans. Sebagaimana diketahui,
pada pulau Langerhans kelenjar pancreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel
β, sel α dan sel δ. Sel-sel β memproduksi insulin, sel-sel α memproduksi
glukagon, sedangkan sel-sel δ memproduksi hormon somatostatin. Namun demikian,
nampaknya serangan otoimun secara selektif menghancurkan sel-sel β. Ada
beberapa anggapan yang menyatakan bahwa tingginya titer ICCA di dalam tubuh
penderita DM Tipe 1 justru merupakan respons terhadap kerusakan sel-sel β yang
terjadi, jadi lebih merupakan akibat, bukan penyebab terjadinya kerusakan
sel-sel β pulau Langerhans. Apakah merupakan penyebab atau akibat, namun titer
ICCA makin lama makin menurun sejalan dengan perjalanan penyakit. Otoantibodi
terhadap antigen permukaan sel atau Islet Cell Surface Antibodies (ICSA)
ditemukan pada sekitar 80% penderita DM Tipe 1. Sama seperti ICCA, titer ICSA
juga makin menurun sejalan dengan lamanya waktu. Beberapa penderita DM Tipe 2
ditemukan positif ICSA.
Otoantibodi terhadap enzim glutamat dekarboksilase (GAD)
ditemukan pada hampir 80% pasien yang baru didiagnosis sebagai positif
menderita DM Tipe 1. Sebagaimana halnya ICCA dan ICSA, titer antibodi anti-GAD
juga makin lama makin menurun sejalan dengan perjalanan penyakit. Keberadaan
antibodi anti-GAD merupakan prediktor kuat untuk DM Tipe 1, terutama pada
populasi risiko tinggi. Disamping ketiga otoantibodi yang sudah dijelaskan di
atas, ada beberapa otoantibodi lain yang sudah diidentifikasikan, antara lain
IAA (Anti- Insulin Antibody).
IAA ditemukan pada sekitar 40% anak-anak yang menderita DM
Tipe 1. IAA bahkan sudah dapat dideteksi dalam darah pasien sebelum onset
terapi insulin. Destruksi otoimun dari sel-sel β pulau Langerhans kelenjar
pancreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin
inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain
defisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1
juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon
yang berlebihan oleh sel-sel α pulau Langerhans.
Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi
glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi
glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah
kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya
penderita DM Tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat
terapi insulin. Apabila diberikan terapi somatostatin untuk menekan sekresi
glukagon, maka akan terjadi penekanan terhadap kenaikan kadar gula dan badan
keton. Salah satu masalah jangka panjang pada penderita DM Tipe 1 adalah
rusaknya kemampuan tubuh untuk mensekresi glukagon sebagai respon terhadap
hipoglikemia.
Hal ini dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang
dapat berakibat fatal pada penderita DM Tipe 1 yang sedang mendapat terapi
insulin. Walaupun defisiensi sekresi insulin merupakan masalah utama pada DM
Tipe 1, namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi
penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang
diberikan. Ada beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini,
salah satu diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan meningkatnya asam
lemak bebas di dalam darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di
jaringan adiposa.
Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan metabolisme
glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka,
dengan perkataan lain akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh. Defisiensi
insulin juga akan menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel
sasaran untuk merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati
dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu transpor glukosa di sebagian
besar jaringan tubuh) di jaringan adiposa.
B. Diabetes
Mellitus Tipe 2
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum,
lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2
mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia
di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja
dan anak-anak populasinya meningkat. Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor
yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh
lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain
obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan.
Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi utama.
Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara
gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan
faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2.
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2,
terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin
yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi,
awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin
secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”.
Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak
(sedentary), dan penuaan. Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe
2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang
berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel β Langerhans
secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1.
Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita
DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam
penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin. Sel-sel β
kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin
terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar
20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan
gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada
perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan
sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan
mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan
insulin eksogen. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2
umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi
insulin.
Berdasarkan uji toleransi glukosa oral,
penderita DM Tipe 2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok:
a.Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal
b.Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal,
disebut juga Diabetes Kimia (Chemical
Diabetes)
c.Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal
(kadar glukosa plasma puasa < 140 mg/dl)
d.Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma puasa > 140 mg/dl).
0 comments:
Post a Comment