Batu ureter pada umumnya adalah batu
yang terbentuk di dalam sistim kalik ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat
tiga penyempitan sepanjang ureter yang biasanya menjadi tempat berhentinya batu
yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic
junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di
dinding buli.
Komposisi batu ureter sama dengan
komposisi batu saluran kencing pada umumnya yaitu sebagian besar terdiri dari
garam kalsium, seperti kalsium oksalat monohidrat dan kalsium oksalat dihidrat.
Sedang sebagian kecil terdiri
dari batu asam urat, batu struvit dan batu sistin.
Beberapa
faktor yang mempengaruhi penanganan batu ureter antara lain letak batu, ukuran
batu, adanya komplikasi ( obstruksi, infeksi, gangguan fungsi ginjal ) dan
komposisi batu. Hal ini yang akan menentukan macam penanganan yang kita
putuskan. Misalnya cukup di lakukan
observasi, menunggu batu keluar spontan, atau melakukan intervensi aktif.
Dahulu
sebelum alat-alat minimal invasif berkembang, untuk keperluan penanganan batu
ureter, ureter dibagi menjadi 3 bagian. Yaitu ureter proksimal (dari UPJ sampai
bagian atas sakrum), ureter tengah (bagian atas sakrum sampai pelvic brim) dan ureter distal (dari pelvic brim sampai muara ureter).
Hal ini berkaitan dengan teknik pembedahan (insisi). Namun dengan berkembangnya
terapi minimal invasif untuk batu ureter, maka saat ini untuk keperluan
alternatif terapi, ureter dibagi 2 saja yaitu proksimal (di atas pelvic brim) dan distal (di bawah pelvic brim).
Batu ureter dengan ukuran < 4 mm,
biasanya cukup kecil untuk bisa keluar spontan. Karena itu ukuran batu juga
menentukan alternatif terapi yang akan kita pilih. Komposisi batu menentukan
pilihan terapi karena batu dengan komposisi tertentu mempunyai derajat
kekerasaan tertentu pula, misalnya batu kalsium oksolat monohidrat dan sistin
adalah batu yang keras, sedang batu
kalsium oksolat dihidrat biasanya kurang keras dan mudah pecah.
Adanya komplikasi
obstruksi dan atau infeksi juga menjadi pertimbangan dalam penentuan alternatif
terapi batu ureter. Tidak saja mengenai waktu kapan kita melakukan tindakan
aktif, tapi juga menjadi pertimbangan dalam memilih jenis tindakan yang akan
kita lakukan.
Secara garis besar
terdapat beberapa alternatif penanganan batu ureter yaitu observasi, SWL, URS,
PNL, dan bedah terbuka. Ada juga alternatif lain yang jarang dilakukan yaitu
laparoskopi dan ekstraksi batu ureter tanpa tuntunan (“blind basketing”).
Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai
diameter < 5 mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter < 5 mm bisa
keluar spontan. Karena itu dimungkinkan untuk pilihan terapi
konservatif berupa :
- Minum
sehingga diuresis 2 liter/ hari
- α - blocker
- NSAID
Batas
lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat lain
untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan
obstruksi. Adanya kolik
berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga
dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi
terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
0 comments:
Post a Comment