Perangkat Hukum Indonesia Dalam Menghadapi Era Global

Bangsa Indonesia, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, mau atau tidak mau, pasti terseret ke dalam era globalisasi. Karena itulah bangsa Indonesia harus mampu memanfaatka dampak positif dari globalisasi. 

Globalisasi ditandai dengan munculnya berbagai karakteristik kehidupan masyarakat dunia, seperti : 
  • Peningkatan peran perusahaan swasta dalam perdagangan internasional 
  • Melemahnya ikatan nasional 
  • Meningkatnya peranan informasi 
  • Pendayagunaan modal asing 
  • Regionalisme yang menonjol 
Globalisasi dan liberalisasi juga membawa konsekuensi derasnya arus barang, jasa dan investasi asing ke Indonesia. Fenomena tersebut akan diikuti oleh maraknya transaksi bisnis antara investor local dengan pihak asing. Juga akan terjadi proses alih teknologi dari pihak asing ke Indonesia. 

Proses alih teknologi dan hukum dapat terjadi melalui : 

1. Investasi langsung yang dilakukan melalui : 
  • Cabang perusahaan transnasional (wholly owned subsidiary) yang diatur dalam perjanjian penanaman modal asing. 
  • Joint venture, yang diatur dalam joint venture agreement atau licensing agreement. 
2. Pemberian lisensi kepada non subsidiary atau independentia Local firm, yang ketentuannya terdapat dalam licensing agreement. Yang dibuat oleh perusahaan transnasional dengan local firm. 

Sebagai konsekuensi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi berkaitan dengan kondisi global, maka transaksi bisnis internasional belakangan ini dilakukan secara non fisik.  Electronic commerce transaction (E-Commerce) merupakan salah satu bentuk bisnis modern yang bersifat non face (tidak menghadirkan pelaku bisnis secara fisik) dan non sign (tida memakai tanda tangan asli). 

E-Commerce adalah setiap perdagangan yang dilakukan dengan cara pertukaran informasi yang diberikan, diterima atau disimpan melalui jasa elektronik, optic atau alat lainnya, termasuk e-mail, telegram, teleks atau telekopi. Dengan kata lain E-Commerce dapat dimaknai sebagai suatu bentuk bisnis modern melalui sarana internet, atau perdagangan melalui internet. 

Kemungkinan timbulnya konflik dalam E-Commerce sangat besar karena dalam bisnis melalui internet ini para pihak, baik produsen maupun konsumen, penjual dan pembeli, pada saat face penawaran (offer) maupun penerimaan (acceptance) sama sekali tidak pernah bertemu secara fisik, tetapi hanya berhubungan melalui e-mail internet. 

Model transaksi demikian dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berada di belahan bumi yang berjauhan dengan melintasi batas Negara dan benua. Karena itulah diperlukan suatu perangkat hukum agar dapat memberikan perlindungan kepada para pihak yang mengadakan perjanjian atau transaksi bisnis via internet tersebut. 

Di Amerika Serikat, Inggris, dan Negara-negara Uni Eropa serta beberapa Negara ASEAN seperti Singapura dan Thailand, perangkat hukum untuk mengatur E-Commerce sudah ada. Sementara di Indonesia selum mendapat pengaturan yang solid. 

Perangkat hukum di Indonesia yang mengatur transaksi bisnis hingga saat ini masih diatur dalam produk hukum colonial yang out of date, sehingga diragukan kemampuannya dalam mengantisipasi kemajuan transaksi bisnis, termasuk E-Commerce. 

Beberapa persoalan dalam E-Commerce yang perlu mendapat perhatian adalah hukum mana yang digunakan manakala terjadi sengketa jika transaksi dilakukan secara linta Negara. Apakah E-Commerce dapat dipandang sebagai perjanjian tertulis menurut KUH Perdata? Apakah tiadanya tanda tangan dalam dokumen E-Commerce (paperless transaction) telah memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata? Dan apakah transmisi elektronik atau print out via internet, cyberspace, e-mail dan semacamnya dapat digunakan sebagi alat bukti menurut hukum acara perdata Indonesia? Serta bagaimana kekuatan pembuktian dokumen tersebut jika diajukan ke depan persidangan? 

Dalam rangka menghadapi globalisasi dan liberalisasi, Indonesia masuk menjadi anggota asosiasi Negara, baik regional maupun internasional. Di kawasan Asia Pasifik Indonesia menjadi anggota APEC (Asia Pasific Economic Cooperation). Pada tingkat ASEAN Indonesia masuk organisasi AFTA (Asean Free Trade Area). Dan pada tingkat internasional, Indonesia masuk dalam GATT (General Agreement on Trade and Tariff). 

Keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kelompok kerjasama antar Negara tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan volume perdagangan dan investasi, peningkatan kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk proses alih teknologi, pengembangan infrastruktur, pengembangan usaha kecil dan menengah, serta pengembangan bidang lain dengan semangat saling menguntungkan. 

Disamping itu juga untuk perluasan pasar ekspor, menjaring investasi dari Negara maju, serta meningkatkan daya saing dan kualitas produk atas barang dan jasa dalam negeri untuk tujuan ekspor. Jadi pada saat era pasar bebas nanti, arus barang, jasa dan investasi asing diperkirakan akan semakin deras menyerbu Negara kita. Tidak hanya itu, proses alih teknologi dari pihak asing juga akan semakin marak. Serbuan barang, jasa dan modal asing tidk dapat dipungkiri akan diikuti masuknya teknologi baru maupun modifikasi dari hasil rekayasa yang dipunyai pihak asing ke Indonesia. Saat ini saja, sekitar 70 % investasi asing di Indonesia berasal dari kawasan Negara-negara APEC. 

Proses internasinalisasi hukum akibat globalisasi dan liberalisasi itu sebenarnya telah diterjemahkan oleh pemerintah Indonesia melalui penerbitan kebijakan deregulasi sejak decade terakhir ini dalam bentuk paket peraturan. Paket tersebut pada hakekatnya merupakan restrukturisasi di bidang ekonomi sebagai akibat dari globalisasi dan liberalisasi. Sejak Orde Baru tampil sudah dilakukan perubahan di bidang ekonomi, dimana Indonesia makin sadar untuk memainkan peranannya dalam kondisi global, misalnya pergeseran dari ekonomi impor substitusi kepada orientasi ekspor barang-barang produksi dalam negeri. Penanaman modal asing mulai digalakkan sejak pertengahan tahun 1960-an dan terus meningkat hingga sekarang. Hasil makronya adalah perkembangan ekonomi Indonesia yang sedemikian pesat dan peningkatan pendapatan perkapita penduduk. 

Yang terpenting dalam menghadapi globalisasi dan liberalisasi adalah produk barang dan jasa nasional harus dilindungi dari merangseknya barang dan jsa asing. Investor local mendapat perlindungan dari serbuan investasi asing. Demikian pula konsumen kita, perlu mendapat perlindungan hukum dari produk barang dan jasa asing yang merugikan, serta perlindungan dari kenakalan produsen luar negeri. Tetapi perlindungan terhadap kepentingan nasional tersebut tidak boleh mengarah pada proteksi dan restriksi. Kebijakan demikian akan menjerumuskan Negara ke dalam isolasi internasional, terutama dari Negara-negara maju yang umumnya sebagai penandatangan GATT. Juga dapat mengendurkan minat investor asing untuk datang ke Indonesia, sehingga mereka mengalihkan investasi ke Negara yang lebih kondusif dalam memberikan perlindungan hukum. 

Perjanjian dagang dan investasi internasional akan mengadopsir nilai-nilai hukum asing yang dibawa para investor dan produsen luar negeri. Sementara hukum kita saat ini dinilai masih jauh ketinggalan dengan perkembangan ekonomi internasional. Karenanya, menghadapi era globalisasi dan liberalisasi nanti, kita sudah harus mempunyai suatu system hukum nasional sendiri, minimal di bidang hukum ekonomi. Indonesia memang sudah mempunyai hukum positif yang diharapkan dapat mengantisipasi globalisasi dan liberalisasi, tetapi itupun belum optimal dan masih bersifat parsial. 

Peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah antara lain : 

  • Ketentuan KUH Dagang yang mengatur perseroan terbatas sudah dihapus dengna dikeluarkannya UU No. 1/1995 tentang Perseroan Terbatas 
  • Juga sudah dibuat UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal 
  • UU No. 9/1995 tentang Usaha Kecil 
  • UU No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah 
  • Perpu No. 1/1998 yang ditingkatkan menjadi UU No. 4/1998 tentang Kepailitin sebagaimana diubah dengan UU No. 37/2004 
  • UU Perbankan No. 7/1992 yang telah dimodernisir dengan UU No. 10/1998 
  • Serta UU lain yang terkait seperti UU Perdagangan Berjangka Komoditi, pembentukan UU Perlindungan Konsumen, UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan tidak Sehat dapat dijadikan sarana bagi perindungan kepentingan nasional.
  • PP No. 40/1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah. PP ini diharapkan mampu memacu animo investor asing untuk memiliki tanah di Indonesia. Ketentuan baru yang diatur dalam PP No. 40/1996 adalah dimungkinkannya penguasaan HGU, HGB dan Hak Pakai dalam jangka waktu lama. Jika dibandingkan dengan Negara lain PP No. 40/1996 sangat aspiratif dan dapat memenuhi keinginan kalangan bisnis. Lebih-lebih bagi perpanjangan dan pembaharuan hak yang telah habis jangka waktunya dapat dilakukan secara otomatis dengan pembayaran uang pemasukan kepada Negara pada saat permohonan pertama. 
Untuk mengantisipasi membanjirnya orang asing ke Indonesia, baik yang mempunyai usaha di Indonesia maupun yang bekerja sebagai tenaga kerja asing (ekspatriat) atau hanya sekedar sebagai turis tapi secara berkala sering berkunjung ke Indonesia, pemerintah meluncurkan PP No. 41/1996, tentang Pemilikan Rumah Tinggal oleh Orang Asing. PP ini diharapkan dapat menggairahkan pengembang nasional maupun asing untuk menanamkan modalnya dibidang property, terutama yang dikhususkan bagi orang asing. 


0 comments:

Post a Comment