Nilai-Nilai Demokrasi yang harus dikembangkan NU

Demokrasi, secara etimologi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos atau kratein yang berarti kekuasaan. Jadi demokrasi adalah ”kekuasaan rakyat”. Mengutip pendapat Abraham Lincoln yang menegaskan bahwa Democracy is government from the people by the people and for the people (Sukarna, 1981:3). Dengan demikian dalam sistem demokrasi ini rakyatlah yang memegang kekuasaan sebab pemerintahan berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. 

Demokrasi sebagai suatu gejala masyarakat yang berhubungan erat dengan perkembangan negara, mempunyai sifat yang berjenis-jenis. Masing-masing seperti terlihat dari sudut kemasyarakatan yang dapat ditinjau bahwa demokrasi adalah bentuk system yang akan menjalankan proses pengendaliannya tanpa menyebabkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Pendapat di atas menunjukkan bahwa dalam negara demokrasi dikenal adanya pengakuan terhadap hak asasi manusia. 

Demokrasi memberikan kebebasan sepenuhnya kepada setiap individu untuk merealisasikan diri dan mengaktualkan setiap gengsi dan bakatnya menjadi manusia utuh yang menyadari jati dirinya. Demokrasi memberikan kebebasan penuh untuk berkarya dan berpartisipasi dalam bidang sosial politik di tengah lingkungan sendiri sesuai dengan fungsi dan misi hidup setiap orang. Oleh karena itu demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang memungkinkan individu untuk hidup bebas dan bertanggung jawab.
Dalam demokrasi terkandung beberapa nilai yang ideal. Nilai-nilai demokrasi menurut Henry B. Mayo yang dikutip Miriam Budiardjo “ … adalah nilai-nilai yang secara logika mengikuti atau timbul dari tindak tanduk sesungguhnya dari suatu sistem demokrasi” (Budiardjo, 1996:158). Sedangkan sistem domokrasi yang dimaksud disini adalah : “Sistem politik yang demokratis dimana kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh setiap wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam keadaan terjaminnya kebebasan politik (A democratic political system is one in which public policies are made on majority basis, by representatives subject to effectif popular control at periodic elections which are conducted on the principle of political freedom) (Budiardjo, 1996:61). 
http://globalsearch1.blogspot.com/

Demokrasi tidak hanya merupakan suatu sistem pemerintahan saja, tetapi juga suatu gaya hidup serta tata masyarakat yang karena itu juga mengandung unsur-unsur moril. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa demokrasi didasari oleh beberapa nilai (values). Jika kemudian diperinci nilai-nilai ini bergantung kepada perkembangan sejarah serta budaya politik masing-masing. Nilai-nilai tersebut adalah pertama bagaimana sebuah organisasi menyelesaikan perselisihan dengan cara damai dan secara melembaga (institutionalized peaceful settlement of conflict); kedua, bagaimana system penyelenggaraan pergantian pemimpin/penguasan secara teratur (orderly succession of rules); Ketiga ada upaya untuk membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum (minimum of coercion); Keempat,adanya pengakuan dan menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity); kelima adanya unsure jaminan tegaknya keadilan; dan keenam, Menjamin adanya kebebasan-kebebasan dalam sistem demokrasi. (Budiardjo, 1996:165-191). 

Dalam setiap masyarakat terdapat perbedaan pendapat serta kepentingan yang terkadang menimbulkan perselisihan. Perselisihan-perselisihan ini diselesaikan melalui perundingan serta dialog terbuka dalam usaha untuk mencapa kompromi, konsensus atau mufakat.
Dalam logika tata kelola organisasi pemerintahan, pergantian pemimpin/penguasa di Indonesia melalui pemilihan (umum) sudah pula mencerminkan sikap yang demokratis, sebab pergantian atas dasar keturunan atau pengangkatan diri sendiri dianggap tidak wajar dalam suatu sistem demokrasi. Ini tentu sejalan dan seiring dengan konsep nilai demokrasi dari sebuah system organisasi social kemasyarakatan sebagaimana NU.

Semua manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama. Anggapan ini akan mempermudah terjaminnya pelaksanaan hak asasi manusia di dalam sebuah komunitas masyarakat, sehingga setiap unsur paksaan digunakan sesedikit mungkin. Golongan minoritas yang sedikit banyak akan terkena paksaan akan lebih menerimanya kalau diberi kesempatan untuk turut serta dalam pengambilan suatu keputusan, dengan begitu mereka terdorong untuk memberikan dukungan dan turut bertanggung jawab. 

Mengakui dan menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam struktur masyarakat yang terlihat pada keanekaragaman pendapat, kepentingan dan tingkah laku merupakan ciri masyarakat demokratis. Untuk hal ini perlu terselenggaranya komunitas masyarakat (basic community) terbuka (open society) yang akan menjamin kebebasan-kebebasan masing-masing warga secara adil dan seimbang. Namun, keanekaragaman ini perlu dijaga jangan sampai melampau batas, sebab di samping keanekaragaman diperlukan juga persatuan (Ittihat) dan integrasi(ijtima’iyah). Dalam hubungan ini demokrasi sering disebut sebagai gaya hidup. Dalam suatu masyarakat demokratis, pada umumnya pelanggaran terhadap keadilan jarang terjadi, karena golongan-golongan terbesar diwakili dalam lembaga-lembaga struktur perwakilan organisasi. 

Demikianlah nilai-nilai demokrarsi yang harus dikembangkan dalam organisasi NU. Oleh karena itu, Pengamat politik Maswadi Rauf meminta Gus Dur mengurungkan niatnya untuk membentuk NU tandingan (sebagai akibat dari kekalahan Gus Dur atas hasyim Muzadi), karena pemilihan tersebut telah dilaksanakan berdasar tata tertib demokratis yang sudah menjadi konsensus.

Ia mengatakan ancaman akan membuat NU tandingan adalah bukti bahwa Gus Dur--begitu Wahid disapa--tidak demokratis. Sikap tersebut, katanya, bukanlah pendidikan politik yang baik bagi warga NU. Seperti diberitakan sejumlah kiai sepuh memberi mandat kepada Gus Dur untuk membentuk NU tandingan jika Hasyim Muzadi terpilih dalam Muktamar Ke-31 NU. Hasyim akhirnya terpilih dalam muktamar dan Gus Dur tetap berkeinginan untuk membentuk NU tandingan. Kiranya Gus Dur bukanlah seorang demokrat, kalau dia kalah lalu membentuk NU tandingan itu tindakan yang sangat keliru. Gus Dur harus belajar demokrasi. Demikian ujar Maswadi Rouf, staf pengajar Universitas Indonesia itu.

Menurutnya, sikap Gus Dur dan segelintir elite NU itu menunjukkan kultur paternalistik yang masih berkembang. Seharusnya Gus Dur menempatkan diri sebagai 'resi', tidak perlu bermain politik praktis. Sikap Gus Dur tidak memberi contoh yang baik terhadap warga NU dalam konsep demokrasi. Itu bukan pendidikan politik yang bagus bagi warga NU, itu adalah anutan yang salah. Dengan sikap seperti itu Gus Dur tidak layak dianggap sebagai seorang tokoh demokrat . Seharusnya Gus Dur lebih bisa arif menyikapi kekalahannya dalam forum muktamar yang telah berjalan sebagaimana logika formal demokrasi warga nahdliyyin. Kekalahan Gus Dur dari kubu Hasyim Muzadi menunjukkan ia sudah tidak mempunyai pendukung lagi dan sudah mulai lunturnya sistem monarkhi absolut. Yang mereka sebut sebagai konsep “mengembalikan kepempimpinan NU pada dzurriyyah”. Konsep dzurriyaat ini berkembang sebagai satu dari sederetan opsi yang dilontarkan oleh kelompok anti Hasyim.

Kekhawatiran lain bila benar-benar ada NU tandingan, yang mengatasnamakan dzurriyaat Hasyim Asy’Ary maka kerugian yang ditimbulkan tidak hanya bagi warga nahdiyin akan tetapi juga menunjukkan bahwa hal itu sebagai bentuk pelecehan tergadap logika demokrasi yang telah bersemi subur di arsy warga nahdliyyin. Bila hal semacam itu muncul NU, kiranya yang merugi bukan hanya warga nahdiyin saja, tapi juga merugikan seluruh elemen bangsa (Indonesia) secara keseluruhan mendukung dan menyuarakan isu demokratisasi dalam segenap ranah kehidupan. 

Kalau sampai NU tandingan terbentuk, akan semakin sulit untuk menyatukan kembali, karena ada hambatan-hambatan psikologis, struktural dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam waktu secepatnya para kiai sepuh harus berkumpul dan melakukan usaha-usaha untuk rujuk, bernegosisasi dan berdiplomasi sebagai resolusi konflik. Yang perlu dilakukan saat ini adalah bukan membentuk organisasi (NU) tandingan, melainkan melakukan rekonsiliasi, rujuk dan islah. Islah tersebut perlu dilakukan di antara kelompok-kelompok yang ada, baik dari kubu Hasyim maupun Gus Dur sebagai resolusi konflik yang mengedepankan aspek diplomasi, negosiasi dan musyawarah mufakat. Untuk itu disarankan sebagai Rais Aam KH Sahal Mahfudz harus mengundang secepat mungkin kiai-kiai sepuh baik yang selama ini dianggap mendukung Gus Dur maupun Hasyim Muzadi, kedua belah pihak dikumpulkan dan mencoba melakukan islah, sehingga tidak ada keterbelahan," katanya (Media, Sabtu, 04 Desember 2004).


0 comments:

Post a Comment