Rumah adat Lombok

Desa SADE di Pulau lombok 

Berkunjung ke Desa Sade (Lombok Tengah) yang masyarakatnya masih hidup tradisional membuktikan bahwa kemajuan peradaban di berbagai wilayah Indonesia tidak sama. Sebagai desa tertua Suku Sasak, mata pencahariannya masih sederhana, yakni bertani dan mengembangkan kerajinan tenun tradisional Sasak. 

Kerajinan tenun memang telah menjadi salah satu penopang kehidupan sehari-hari warga Sasak. Tenun tradisional ini telah dilakukan oleh 15 generasi sehingga lebih bersifat turun-temurun. Saat ini Desa Sade memiliki sekitar 150 kepala keluarga dengan jumlah warga yang mencapai sekitar 700 orang. Desa Sade sendiri terletak di Kabupaten Lombok Tengah yang luasnya 1.208,45 kilometer persegi, diapit Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Lombok Timur. Wilayah utara terletak di kaki Gunung Rinjani merupakan dataran tinggi yang subur. Sementara itu, wilayah ten

gah berupa dataran rendah dan wilayah selatan tampak perbukitan yang langsung berbatasan dengan pantai. 

Tenun tradisional dikerjakan oleh para wanita Sasak ketika kegiatan bercocok tanam tidak bisa dilakukan akibat tidak adanya air. Namun tenunan yang ada belum dikembangkan secara baik. Ini terlihat dari hasil tenunan yang masih kasar. Di sisi lain kain tradisional tersebut dijual dengan harga tinggi, yakni Rp 100.000-250.000. Kualitas tenunan yang agak kasar dan harga yang tinggi menyebabkan sedikit wisatawan yang tertarik membeli. Mungkin hanya wisatawan yang berkantong tebal yang mau merogoh koceknya untuk membawa pulang kain tenun tradisional Sasak. Di pasar-pasar kain di Jakarta, barang dengan kualitas yang hampir sama bisa dibeli kurang dari Rp 50.000. Harga kain tenun produksi rumah tangga yang mahal bisa dipahami mengingat pendapatan dari berjualan kain tenun tersebut sebagai sumber utama pendapatan keluarga. Orang Sasak mengandalkan kaum wanita sedangkan para pria Sasak terlihat kurang kreatif membantu wanita menenun. Ada kepercayaan setempat bahwa urusan tenun-menenun hanya menjadi pekerjaan wanita. Desa Sade merupakan cagar budaya Suku Sasak sehingga hanya diberdayakan sebagai tujuan wisata. Sayangnya, sarana ekonomi yang mendukung kehidupan sehari-hari selain usaha menenun tidak dikembangkan dan tidak dibina oleh pemerintah daerah. Hal ini mengakibatkan penduduk di wilayah tersebut hanya mengandalkan satu komoditas saja. 

Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di Flores. Aset wisata di daerah ini sangat beragam antara lain : kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut. Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga perahu boat.


0 comments:

Post a Comment