Anestetic Management

Premedication

Obat preoperasi yang menyebabkan sedasi dan depresi ventilasi seharusnya dihindari pada pasien dengan kenaikan TIK dan penurunan compliance. Sulit umtuk membedakan mual dan muntah selama pemberian narkotik preoperasi dengan mual dan muntah akibat kenaikan TIK progresif. Demikian juga, obat yang menyebabkan sedasi dapat menutupi penurunan tingkat kesadaran yang menyertai peningkatan progresif TIK. Tidak ada obat yang harus diberikan pada pasien yang mengalami penurunan sensorium.

Pada pasien dewasa yang sadar, diazepam 0.1 – 0.12 mg/kg diberikan per oral 1.5 – 2 jam preoperasi. Keputusan untuk memberikan obat antikolionergik atau cimetidin tidak ada kaitannya dengan peningkatan TIK. Mungkin lebi penting yang harus diingat bahwa hubungan dokter-pasien adalah lebih penting dalam menganalisa anxiety/kecemasan dan penurunan hipertensi preoperasi sebagai respon stress.

Monitoring

Monitoring teliti heart rate dan tekanan darah adalah penting untuk mendeteksi secara cepat perubahan CPP. Monitoring langsung tekanan darah intraarterial mampu menghasilkan analisa blood gas, hematokrit, dan SE. monitoring secara kontinu tekanan darah dengan alat yang sekarang ada yaitu finger plethysmograf dapat memantau hemodinamic secara tidak invasive pada pasien yang sadar. Monitoring ECG perlu untuk mendeteksi miocardial iskemia dan disritmia yang berhubungan dengan adanya tumor intrakranial (manipulasi pembedahan pada vital medullary center dapat menimbulkan disritmia).

Suhu dapat dengan mudah di monitor melalui stetoscope esofageal. Pulse oksimeter dan mass spectrometry atau capnography merupakan monitoring rutin pada banyak tempat. CVP monitor dilakukan jika pasien general medical dalam kondisi memerlukannya atau jika pasien dalam posisi duduk. Jika seorang pekerja, canul pada vena antecubiti lebih dianjurkan untuk mencegah berbagai resiko, namun sedikit sukar dalam melakukan drainase vena cerebral. Emboli udara venadideteksi lebih sensitive dengan precordial doppler (0.02 ml/kg/min) dan diawali denagn capnography dan tranesophageal echocardiography. Sebagai alternatif, peningkatan level end-tidal nitrogen diukur dengan spectrometry adalah indikator yang mayakinkan bahwa udara ada dalam intravaskular.

Kateter urine dipasang untuk membantu penanganan balance cairan, khususnya jika digunakan hiperosmotik diuresis. Peripheral nerve stimulator digunakan untuk monitoring keadaan relaksasi otot rangka. Jika ada hemiparesis, berakibat relative lebih resisten terhadap muscle relaksan nondepol, dan monitoring dilakukan pada otot yang normal. Timbulnya respon visual dan brainstem digunakan pada waktu operasi sebagai penunjuk ahli bedah dalam pemotongan.

Terapi Cairan

Cairan hipotonik seharusnya dihindari, karena terjadinya extravasasi ekstravaskular mungkin mendorong terjadinya edema otak (lihat bab 7). Stress, streroid, dan fenitoin cenderung menigkatkan kadar glukosa darh, yang akan menyebabkan neurologic outcome yang buruk setelah periode iskemia inkomplet. Cairan yang mengandung dextrose seharusnya dihindari dan kadar glukosa darah di cek intermiten dan dijaga < 200 mg/dl. Cairan RL atau yang lainnya yang tidak mengandung glukosa dipakai sebagai cairan maintenace dan replacement. Pemberian cairan seharusnya tidak melebihi 1-3 ml/kgbb/jam selama perioperasi untuk meminimalkan ekstravasasi cerebral.

Pemilihan Obat

Efek obat anestesi pada perubahan intrakranial telah dijelaskan pada bab 5.

Pada pasien dengan glioma, ICP dapat menjadi kembali ke normal dengan pemberian steroid, dan keadaan kritis menjadi berkurang. Namun, jika ada midline shift, setiap peningkatan ICP yang disebabkan karena hipertensi, penurunan drainage vena, vasodilatyasi cerebral, kekakuan dinding dada, atau hypercapnea mungkin membahayakan.

Induksi diberikan secara pelan dengan kombinasi barbiturat (thiopenthal 3-5 mg/kg), atracurium (0,3-0,5 mg/kg, lidocain 1-1,5 mg/kg, dan labetolol 5 -10 mg. Muscle relaksan non depol lebih dianjurkan, karena efek SCh pada peningkatan ICP tidak dapat dipastikan. Narkotik short-acting seperti fentanil dan sufentanil seharusnya tidak diberikan sampai muscle relaksan komplete mengeblok, seperti kekakuan dinding dada, karena dosis kecil dari obat ini dapat meningkatkan ICP. Propofol 2,5 mg/kg dapat secara significan menurunkan CPP karena menyebabkan penurunan tekanan arteri sistemik dan mungkin tidak ada manfaat pada pasien dengan tumor otak.

Isofluran pada konsentrasi kecilpun mempunyai efek pada semua obat inhalasi yang berpengaruh pada TIK. Namun, pada salah satu penelitian isoflurane sebesar 1,1% secara significan meningkatkan TIK (sekitar 5-13 mg/kg) pada pasien dengan tumur yang ada midline shift, meskipun ada keadaan hipocapnea. Pada rabbit dengan peningkatan TIK oleh karena cedera kepala akut cryogenic, penambahan isoflurane, 1 MAC, secara significan maningkatkan TIK, yang sesungguhnya terjadi sebelum keadaan hipocapnea didapatkan. Hal ini kelihatan bahwa efek isoflurane diubah oleh suatu patologi. Pada kasus dengan malignan edema otak, konsentrasi isofluran harus dikurangi dibawah 1 MAC. Infus narkotik dosis rendah (misal, fentanyl 1,5-2 mg/kg/jam) harus hati-hati. Pemberian sufentanyl harus hati-hati, khususnya jika terdapat hipokapnea, karena ada study yang menunjukkan penigkatan TIK bila digunakan pada pasien dengan tumor otak.

Lidokain dan dosis kecil barbiturat adalah obat yang sangat berguna pada penggunaan gawat darurat. Suction endotrakeal atau faringeal dilakukan sebelum obat reversal pelumpuh otot diberikan. Hemodinamik yang stabil harus dicapai, dengan memberikan efek minimal pada sirkulasi otak, dengan bolus titrasi atau infus labetolol atau obat vasoaktif lainnya yang sesuai. Sebagian besar pasien akan menunjukan respon simpatis pada stimuli pada saat emergency, dan kestabilan hemodinamik harus tetap dijaga.


0 comments:

Post a Comment