Pemikiran program perbaikan gizi dan kesehatan untuk yang akan datang


Berangkat dari besarnya masalah gizi dan kesehatan serta bervariasinya faktor penyebab masalah ini antar wilayah, maka diperlukan program yang komprehensif dan terintegrasi baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional. Jelas sekali kerja sama antar sektor terkait menjadi penting, selain mengurangi aktivitas yang tumpang tindih dan tidak terarah. Berikut ini merupakan pemikiran untuk program yang akan datang, antara lain: 
  1. Banyak hal yang harus diperkuat untuk melaksanakan program perbaikan gizi, mulai dari ketersediaan data dan informasi secara periodik untuk dapat digunakan dalam perencanaan program yang benar dan efektif. Kajian strategi program yang efisien untuk masa yang datang mutlak diperlukan, mulai dari tingkat nasional sampai dengan kabupaten. 
  2. Melakukan penanggulangan program perbaikan gizi dan kesehatan yang bersifat preventif untuk jangka panjang, sementara kuratif dapat diberikan pada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Bentuk program efektif seperti perbaikan perilaku kesehatan dan gizi tingkat keluarga dilakukan secara professional mulai dipikirkan, dan tentunya dengan ketentuan atau kriteria yang spesifik lokal. 
  3. Melakukan strategi program khusus untuk penanggulangan kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun perdesaan dalam bentuk strategi pemberdayaan keluarga dan menciptakan kerja sama yang baik dengan swasta. 
  4. Secara bertahap melakukan peningkatan pendidikan, strategi ini merupakan strategi jangka panjang yang dapat mengangkat Indonesia dari berbagai masalah gizi dan kesehatan. 

Analisis determinan masalah kesehatan dan gizi 

Dari uraian di atas, diketahui ada peningkatan status gizi dan status kesehatan penduduk Indonesia dilihat secara nasional, provinsi, maupun tingkat kabupaten. Walaupun demikian, masalah gizi dan kesehatan ini masih cukup dominan pada wilayah tertentu. Penurunan masalah gizi kurang, terutama pada balita, jika dibandingkan dengan negara lain di Asia, Indonesia dapat menurunkan dari 39,9% tahun 1987 menjadi 27,3% pada tahun 2002. Sementara Filipina berhasil mengurangi masalah gizi kurang pada balita dari 33,2% tahun 1982 menjadi 31,8% tahun 1998. Pada tabel 8 dapat dilihat perbandingan masalah gizi kurang balita dengan negara lain pada tahun 2001. 

Pada uraian sebelumnya dijelaskan juga kemungkinan faktor atau penyebab yang berpengaruh terhadap masalah gizi dan kesehatan dengan mengikuti kerangka pikir Unicef, mulai dari penyebab langsung, ketahanan pangan tingkat rumah tangga sampai akar masalahnya, yaitu tingkat pendidikan dan kemiskinan.  Selanjutnya untuk mempertajam analisis situasi kesehatan dan gizi ini, dilakukan kajian penyebab tersebut di atas. Analisis dilakukan berdasarkan agregat kabupaten dari data Susenas 2003, dengan menggunakan: Angka Kematian Bayi (AKB) untuk menilai perubahan status kesehatan, dan Prevalensi Status gizi pada balita untuk menilai perubahan status gizi. 

Analisis regresi linier digunakan untuk mengamati asumsi perubahan AKB dan prevalensi status gizi pada beberapa variabel sosial ekonomi. Hasil analisis menyimpulkan bahwa perubahan AKB sangat siginifikan terjadi jika dilakukan upaya: 
  1. Penurunan kemiskinan 
  2. Peningkatan status gizi pada balita 
  3. Peningkatan pendidikan sampai jenjang DI/DIII pada laki-laki 
  4. Peningkatan pendidikan sampai minimal jenjang SLTP pada perempuan 
  5. Menambah jumlah rumah tangga yang memiliki tempat buang air besar sendiri 
  6. Memperkecil persentasi rumah dengan lantai tanah 
  7. Mengurangi angka morbiditas 
  8. Meningkatkan pertolongan persalinan dengan tenaga medis 
  9. Mengurangi perkawinan muda 
  10. Mengurangi pengeluaran konsumsi rokok 
Sedangkan perubahan status gizi sangat signifikan terjadi jika dilakukan upaya: 
  1. Penurunan kemiskinan 
  2. Peningkatan pendidikan sampai jenjang SLTP pada laki-laki 
  3. Peningkatan pendidikan sampai jenjang SLTP pada perempuan 
  4. Peningkatan pengeluran untuk konsumsi sumber energi 
  5. Peningkatan pengeluaran untuk konsumsi telur dan susu 
  6. Mengurangi pengeluaran konsumsi rokok 
  7. Meningkatkan penggunaan KB pada perempuan 
  8. Mengurangi angka morbiditas 

Informasi yang tidak dapat dikaji dari Susenas adalah pengaruh pekerjaan terhadap status gizi. Data HKI berikut ini menunjukkan perbedaan status gizi (gizi kurang berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB < -2 SD) menurut jenis pekerjaan bapak dan ibu pada daerah kumuh perkotaan dan perdesaan. (Figure 26 dan 27). Dapat dilihat bahwa anak balita dari pegawai negeri prevalensi gizi kurang pada balita pada umumnya lebih rendah dibanding jenis pekerjaan yang lain. 


Daftar Rujukan 
  1. Nutrition throughout life cycle. 4th report on The World Nutrition Situation, January 2000 
  2. Unicef (1998). The State of the World’s Children 1998. Oxford: Oxford University Press. 
  3. Draft II – Rencana Aksi program Pangan dan gizi nasional, Depkes 2000 
  4. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI, Jakarta 1998 
  5. Widyakarya Nasioanl Pangan dan Gizi VII, Jakarta 2000 
  6. End decade statistical report: Data and Descriptive Analysis, BPS-Unicef 2000 
  7. World Development Report 2000/2001: Attacking poverty 
  8. WHO, 2000. Nutrition for Health and Development 
  9. Puguh B Irawan and Henning Romdiati. Dampak krisis ekonomi terhadap kemiskinan dan beberapa implikasinya untuk strategi pembangunan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII, 2001. 
  10. IDHR, 2001. Indonesia Human Development Report 2001. Towards a new consensus Democracy and human development in Indonesia. 
  11. Laporan studi angka kematian bayi dan balita Susenas 1995, 1998 dan 2001, Litbangkes, Depkes 2002 
  12. Laporan Studi Mortalitas 2001: Pola Penyakit dan penyebab kematian di Indonesia, Litbangkes, Depkes 2002 
  13. Soemantri S, Tinjauan kembali angka kematian ibu di Indonesia, 2003. 
  14. Laporan SKRT 1995 dan 2001, Status gizi wanita usia subur dan balita, Litbangkes, Depkes 2003 


0 comments:

Post a Comment