PENANGANAN
Penanganan asma pada kehamilan harus dilakukan secara cepat, dengan tujuan menghilangkan gejala dan menjaga fungsi normal paru. Prinsip penanganan penderita inpartu disertai asma sama dengan penanganan asma pada penderita yang tidak harmil. Beberapa aspek penting dalam penanganan asma meliputi pencegahan. monitoring fungsi paru, dan terapi farmakologi.
Pencegahan dan tes fungsi paru
Pencegahan yang dianjurkan meliputi menghindari rangsangan potensial atau faktor pencetus, imunoterapi yang teratur sebelum kehamilan, dan memperoleh vaksin influenza. Tes fungsi paru khususnya VEP1 ( Volume Ekspirasi Paksa detik pertama), merupakan tes terbaik untuk menilai beratnya penyakit. APE ( Arus Puncak Ekspirasi ) berkaitan dengan VEP1 dan indikator ini mudah diukur dengan spirometer. Pada penderita asma berat yang inpartu dianjurkan untuk memeriksa APE dua kali sehari di rumah. Hal ini membantu penanganan dengan membandingkan nilai balas sebelum menggunakan β agonis dan untuk mendeteksi secara jelas perubahan kearah kekambuhan asma.
Penilaian untuk janin berupa:
1. Ultrasonografi : untuk mengetahui pertumbuhan janin lebih dini
2. Monitoring jantung janin
3. Non Stress Test : digunakan untuk meyakinkan bahwa janin dalam keadaan baik
4. Kartu gerak janin harian: memonitor gerakan janin. dengan mencatat setiap gerakan janin
Perawatan darurat
Pasien yang hamil dengan eksaserbasi berat penyakit asma membutuhkan perhatian karena kegawatan janin akibat hipoksia ibu. Lakukan ABC, dan tempatkan pasien dengan monitor jantung dan oximetry pulse. Lakukan intubasi bila ada indikasi untuk mencegah hipoksia pada fetus. Intubasi dan ventilasi mekanik dilakukan pada pasien yang hampir atau telah mengalami gagal napas atau pada penderita yang tidak mempunyai respon terhadap pengobatan dan bemanifestasi terjadinya gagal napas dan asidosis.3
Penanganan asma pada wanita hamil termasuk pemberian oksigen untuk mempertahankan kadar PaO2 > 60 mmHg, atau saturasi oksigen sebesar 95%. Ketidakmampuan mempertahankan PaO2 > 60 mmHg merupakan indikasi untuk melakukan intubasi, dan kemungkinan persalinan darurat jika bayi belum aterm. Pada semua pasien dengan gejala yang jelas, pemeriksaan gas darah arteri dan penggunaan oximetry pulse harus dilakukan. Pada pasien dengan gejala yang nyata dan dengan kehamilan yang viabel, dianjurkan melakukan fetal monitoring (untuk pemantauan denyut hitung janin secara berkelanjutan). Adanya gambaran denyut jantung abnormal >160 x/menit atau <120 x/ menit), membutuhkan konsultasi obstetri secepatnya.
Persalinan biasanya dapat berlangsung spontan akan tetapi bila penderita masih dalam serangan dapat diberi tindakan ekstraksi vakum atau forceps. Tindakan seksiosesarea atas indikasi asma jarang dilakukan. Penderita asma yang melahirkan secara seksiosesarea lebih berisiko mengalami komplikasi post partum dibandingkan dengan penderita asma yang melahirkan pervaginam.
0 comments:
Post a Comment