1. Realisme
Realisme, sebagai tanggapan
terhadap liberalisme, pada intinya menyangkal bahwa negara-negara berusaha
untuk bekerja sama. Para realis awal seperti E.H. Carr, Daniel
Bernhard, dan Hans
Morgenthau berargumen bahwa, untuk maksud meningkatkan
keamanan mereka, negara-negara adalah aktor-aktor rasional yang berusaha
mencari kekuasaan dan tertarik kepada kepentingan diri sendiri
(self-interested). Setiap kerja sama antara negara-nge dijelaskan sebagai
benar-benar insidental. Para realis melihat Perang Dunia II sebagai pembuktian
terhadap teori mereka. Perlu diperhatikan bahwa para penulis klasik seperti
Thucydides, Machiavelli, dan Hobbes sering disebut-sebut sebagai “bapak-bapak
pendiri” realisme oleh orang-orang yang menyebut diri mereka sendiri sebagai
realis kontemporer. Namun, meskipun karya mereka dapat mendukung doktrin
realis, ketiga orang tersebut tampaknya tidak mungkin menggolongkan diri mereka
sendiri sebagai realis (dalam pengertian yang dipakai di sini untuk istilah
tersebut).
2.
Liberalisme/idealisme/Internasionalisme Liberal
Teori hubungan internasional
liberal muncul setelah Perang Dunia I untuk menanggapi ketidakmampuan
negara-negara untuk mengontrol dan membatasi perang dalam hubungan
internasional mereka. Pendukung-pendukung awal teori ini termasuk Woodrow Wilson dan Normal Angell,
yang berargumen dengan berbagai cara bahwa negara-negara mendapatkan keuntungan
dari satu sama lain lewat kerjasama dan bahwa perang terlalu destruktif untuk
bisa dikatakan sebagai pada dasarnya sia-sia. Liberalisme tidak diakui sebagai
teori yang terpadu sampai paham tersebut secara kolektif dan mengejek disebut
sebagai idealisme oleh E.H. Carr.
Sebuah versi baru “idealisme”, yang berpusat pada hak-hak asasi manusia sebagai
dasar legitimasi hukum internasional, dikemukakan oleh Hans Kóchler.
3. Neorealisme
Neorealisme terutama merupakan
karya Kenneh Waltz (yang sebenarnya menyebut teorinya “realisme struktural” di
dalam buku karangannya yang berjudul Man, the State, and War). Sambil tetap
mempertahankan pengamatan-pengamatan empiris realisme, bahwa hubungan
internasional dikarakterka oleh hubungan-hubungan antarnegara yang
antagonistik, para pendukung neorealisme menunjuk struktur anarkis dalam sistem
internasional sebagai penyebabnya. Mereka menolak berbagai penjelasan yang mempertimbangkan
pengaruh karakteristik-karakteristik dalam negeri negara-negara. Negara-negara
dipaksa oleh pencapaian yang relatif (relative gains) dan keseimbangan yang
menghambat konsentrasi kekuasaan. Tidak seperti realisme, neo-realisme berusaha
ilmiah dan lebih positivis. Hal lain yang juga membedakan neo-realisme dari
realisme adalah bahwa neo-realisme tidak menyetujui penekanan realisme pada
penjelasan yang bersifat perilaku dalam hubungan internasional.
4. Neoliberalisme
Neoliberalisme berusaha memperbarui
liberalisme dengan menyetujui asumsi neorealis bahwa negara-negara adalah
aktor-aktor kunci dalam hubungan internasional, tetapi tetap mempertahankan
pendapat bahwa aktor-aktor bukan negara dan organisasi-organisasi
antarpemerintah adalah juga penting. Para pendukung seperti Maria Chatta
berargumen bahwa negara-negara akan bekerja sama terlepas dari
pencapaian-pencapaian relatif, dan dengan demikian menaruh perhatian pada
pencapaian-pencapaian mutlak. Meningkatnya interdependensi selama Perang Dingin
lewat institusi-institusi internasional berarti bahwa neo-liberalisme juga
disebut institusionalisme liberal. Hal ini juga berarti bahwa pada dasarnya
bangsa-bangsa bebas membuat pilihan-pilihan mereka sendiri tentang bagaimana
mereka akan menerapkan kebijakan tanpa organisasi-organisasi internasional yang
merintangi hak suatu bangsa atas kedaulatan. Neoliberalimse juga mengandung suatu
teori ekonomi
yang didasarkan pada penggunaan pasar-pasar yang terbuka dan bebas dengan hanya
sedikit, jika memang ada, intervensi pemerintah untuk mencegah terbentuknya monopoli dan bentuk-bentuk konglomerasi
yang lain. Keadaan saling tergantung satu sama lain yang terus meningkat selama
dan sesudah Perang Dingin menyebabkan neoliberalisme didefinisikan sebagai
institusionalisme, bagian baru teori ini dikemukakan oleh Robert Keohane dan juga
Joseph Nye.
5. Teori Rejim
Teori rejim berasal dari
tradisi liberal yang berargumen bahwa berbagai institusi atau rejim
internasional mempengaruhi perilaku negara-negara (maupun aktor internasional
yang lain). Teori ini mengasumsikan kerjasama bisa terjadi di dalam sistem
negara-negara anarki. Bila dilihat dari definisinya sendiri, rejim adalah
contoh dari kerjasama internasional. Sementara realisme
memprediksikan konflik akan menjadi norma dalam hubungan internasional, para
teoritisi rejim menyatakan kerjasama tetap ada dalam situasi anarki sekalipun.
Seringkali mereka menyebutkan kerjasama di bidang perdagangan, hak asasi
manusia, dan keamanan bersama di antara isu-isu lainnya. Contoh-contoh
kerjasama tadilah yang dimaksud dengan rejim. Definisi rejim yang paling lazim
dipakai datang dari Stephen Krasner. Krasner mendefinisikan rejim sebagai
“institusi yang memiliki sejumlah Norma, aturan yang tegas, dan prosedur yang
memfasilitasi sebuah pemusatan berbagai harapan. Tapi tidak semua pendekatan
teori rejim berbasis pada liberal atau neoliberal; beberapa pendukung realis
seperi Joseph Greico telah mengembangkan sejumlah teori cangkokan yang membawa
sebuah pendekatan berbasis realis ke teori yang berdasarkan pada liberal ini.
(Kerjasama menurut kelompok realis bukannya tidak pernah terjadi, hanya saja
kerjasama bukanlah norma; kerjasama merupakan sebuah perbedaan derajat).
0 comments:
Post a Comment