Pengembangan Pertanian, Pangan, dan Pengairan

Pembangunan pertanian, pangan, dan pengairan telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik dalam bentuk sumbangan kepada produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan, maupun perolehan devisa. Secara keseluruhan PDB pertanian dan kehutanan pada tahun 2000 tumbuh sekitar 1,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun demikian krisis ekonomi telah menimbulkan dampak yang cukup luas terutama pada penurunan tingkat kesejahteraan petani yang dapat diindikasikan dengan meningkatnya jumlah pengangguran, jumlah penduduk miskin, serta menurunnya nilai tukar petani (NTP). Dengan jumlah penduduk yang besar dan terus meningkat maka keberlanjutan penyediaan pangan menjadi sangat kritis. Kondisi pangan yang kritis ini berawal dari musim kemarau yang panjang akibat El-Nino serta kerusakan hutan dan lahan akibat kebakaran di Sumatera dan Kalimantan yang menjadikan penyebab menurunnya ketahanan pangan sampai ketingkat rumah tangga. 

Di lain pihak upaya peningkatan ketahanan pangan menghadapi kendala keterbatasan lahan subur disertai terus terjadinya pengalihan fungsi lahan, serta degradasi kualitas lingkungan. Hambatan lain adalah pola konsumsi pangan yang masih terlalu mengandalkan pada konsumsi beras. Upaya diversifikasi konsumsi pangan masih belum cukup berhasil yang terlihat dari rendahnya konsumsi pangan non beras, seperti ikan, daging, sayur-sayuran, dan buah-buahan. 

Produksi padi pada tahun 2000 mencapai 51,9 juta ton atau meningkat sebesar 2,0 persen dibandingkan tahun 1999. Selain itu, hasil rata-rata padi pada tahun 2000 mencapai 4,4 ton per hektar atau naik sebesar 3,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pada saat yang sama produksi jagung, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau masing-masing adalah sebesar 9,7 juta ton; 1,8 juta ton; 0,7 juta ton; dan 0,3 juta ton atau meningkat masing-masing sebesar 5,1 persen; 9,7 persen; 11,7 persen; dan 9,4 persen. Sementara itu produksi ubi kayu dan kedele mengalami penurunan sebesar 2,2 persen dan 26,4 persen. 

Rata-rata nasional harga gabah kering panen (GKP) pada tahun 2000 berkisar antara Rp. 965/kg sampai dengan Rp. 1.169/kg, atau rata-rata sekitar 2 persen lebih tinggi dari harga dasar. Pada saat yang sama harga gabah di tingkat produsen dalam bentuk gabah kering giling (GKG) berkisar antara Rp. 1.239/kg sampai dengan Rp. 1.449/kg atau rata-rata sekitar 5 persen lebih rendah dari harga dasar. Pada tahun 2000 total penyaluran beras yang dilakukan oleh BULOG mencapai 2,9 juta ton, dan sekitar 24,5 persen disalurkan untuk golongan anggaran, 64,3 persen untuk Operasi Pasar Khusus (OPK), dan sisanya untuk kebutuhan lainnya. OPK tersebut merupakan salah satu program untuk pengentasan kemiskinan yang dilakukan melalui penjualan langsung bahan pokok, terutama beras, kepada keluarga miskin. Kebijaksanaan OPK juga merupakan langkah untuk menghapus subsidi beras dari yang bersifat subsidi kepada konsumen umum menjadi subsidi kepada anggota masyarakat tertentu. Total penyaluran beras melalui OPK pada tahun 2000 adalah sebesar 1,9 juta ton atau sekitar 30,6 persen lebih rendah dibandingkan tahun 1999. Pada tahun 2000 impor beras ke pasar domestik mencapai 1,5 juta ton, dan sekitar 64,9 persen dilakukan oleh pihak swasta, sedangkan sisanya dilakukan oleh BULOG. 

Harga beras di pasar dalam negeri semakin tertekan dengan dibukanya kesempatan impor yang lebih luas kepada swasta, dan hal ini menyebabkan tingginya suplai beras di pasar dalam negeri dan dengan harga yang lebih murah. Kebijakan penerapan bea masuk terhadap beras impor untuk menekan arus impor tidak cukup efektif, dan bahkan hal ini menyebabkan terjadinya penyelundupan beras ke pasar domestik. Kebijakan harga dasar gabah tidak secara langsung dapat efektif menjadi insentif untuk meningkatkan kesejahteraan petani padi, akibat harus bersaing dengan beras impor yang relatif murah. 

Produksi beberapa komoditas perkebunan seperti karet, kelapa sawit, kayu manis, pinang, dan tebu pada tahun 2000 mengalami peningkatan sebesar 2,2 persen; 4,5 persen; 14,5 persen; 26,7 persen; dan 23,7 persen dibandingkan tahun 1999. Sementara itu pada tahun yang sama komoditas perkebunan lainnya seperti kelapa, teh, kapas, jarak, dan serat karung mengalami penurunan sebesar 0,4 persen; 6,8 persen; 22,5 persen; 0,1 persen; dan 7,4 persen. 

Jumlah populasi ternak pada tahun 2000 mencapai sebesar 928 juta ekor atau meningkat sebesar 34,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan populasi ternak dan unggas pada tahun 2000 seperti sapi perah, domba, ayam buras, ayam petelur, ayam pedaging/broiler, dan itik meningkat masing-masing sebesar 6,6 persen; 2,8 persen; 2,6 persen; 52,4 persen; 63,7 persen; dan 5,4 persen dibandingkan tahun 1999. Di sisi lain populasi sapi potong, kerbau, kambing, babi, dan kuda menurun sebesar 2,4 persen; 3,9 persen; 1,1 persen, 23,9 persen; dan 14,9 persen. Pada periode yang sama produksi daging, telur, dan susu mengalami peningkatan masing-masing sebesar 21,0 persen; 22,4 persen; dan 13,8 persen. 

Perkembangan produksi perikanan selama tahun 2000 meningkat sebesar 3,9 persen dibandingkan tahun 1999. Pada tahun 2000 tersebut produksi ikan laut dan ikan darat mengalami peningkatan masing-masing sebesar 4,4 persen dan 2,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Perikanan budidaya seperti tambak, kolam, sawah, dan karamba pada tahun 2000 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 1,1 persen; 4,6 persen; 3,5 persen; dan 6,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu pada saat yang sama produksi perairan umum meningkat sebesar 1,1 persen. 

Potensi sumberdaya perikanan tangkap saat ini mencapai sekitar 6,3 juta ton, dengan tingkat pemanfaatannya mencapai 70 persen. Sementara itu potensi perikanan budidaya mencapai 55 juta ton, dengan tingkat pemanfaatan yang baru mencapai sekitar 2 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa potensi sumberdaya perikanan cukup tinggi, terutama perikanan budidaya. Selain itu potensi budidaya perikanan pantai, laut, pariwisata bahari dan biota laut masih cukup besar terutama untuk pengembangan industri pangan baru. Sebaliknya pada perairan dangkal seperti di perairan Selat Malaka dan Laut Jawa telah mengalami tangkap lebih (over fishing). Belum efektifnya pengelolaan dan pengawasan di perairan dalam telah menyebabkan terjadinya pencurian oleh nelayan asing dan pemboman ikan dengan menggunakan bahan kimia. 

Volume ekspor beberapa komoditas pertanian pada tahun 2000 seperti sayuran, olahan sayuran, tanaman hias, minyak kelapa, minyak sawit, lada, nilam, kulit, tulang/tanduk, daging kambing/domba, udang, dan rumput laut mengalami peningkatan masing-masing sebesar 9,3 persen; 39,8 persen; 65,0 persen; 110,2 persen; 24,6 persen; 79,0 persen; 102,6 persen; 12,3 persen; 34,9 persen; 176,8 persen; 9,5 persen; dan 53,4 persen dibandingkan tahun 1999. Sebaliknya volume ekspor komoditas pertanian seperti buah-buahan, karet, kopi, jambu mete, jahe, rempah-rempah, DOC ayam bibit, dan telur tetas pada tahun 2000 mengalami penurunan masing-masing sebesar 66,9 persen; 7,7 persen; 3,8 persen; 19,4 persen; 66,8 persen; 16,7 persen; 31,7 persen; dan 80,6 persen dibandingkan dengan tahun 1999. 

Hasil pembangunan kehutanan pada tahun 2000, seperti produksi kayu bulat mencapai 13,6 juta m3 yang berasal dari hutan alam, areal konversi, kayu rakyat, hutan tanaman, dan hutan tanaman industri (HTI). Pada saat yang sama produksi kayu olahan mencapai 5,1 juta m3 yang berupa kayu lapis, kayu gergajian, veneer, pulp, dan kayu olahan lainnya. Selanjutnya produksi hasil hutan non kayu yang berupa rotan, damar dan hasil hutan non kayu lainnya pada tahun 2000 sebesar 272,9 ribu ton. 

Sementara itu, pengelolaan sumberdaya hutan yang kurang memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah mengakibatkan terjadinya degradasi dan deforestasi sebesar 1,6 juta hektar per tahun yang mengakibatkan merosotnya daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan. Jika hal tersebut terus berlangsung maka di masa mendatang bencana-bencana akibat rusaknya sumberdaya hutan tidak dapat dihindari dan proses menurunnya kualitas hidup akan semakin tajam karena ketidakmampuan sumberdaya alam dan lingkungan untuk mendukung hidup bagi generasi berikut. Kurang berhasilnya pembangunan kehutanan pada masa lampau banyak terkait dengan tingginya kerusakan sumberdaya hutan serta ketidakadilan dalam pemanfaatan hasil-hasilnya. Hal tersebut tercermin dari adanya: (1) penebangan ilegal; (2) perambahan hutan dan lahan; (3) rehabilitasi hutan dan lahan; (4) kepedulian dan tuntutan internasional terhadap eksistensi sumberdaya hutan; (5) tuntutan masyarakat adat yang terkait dengan land tenure; serta (6) kontribusi sumberdaya hutan terhadap masyarakat sekitar hutan. 

Pembangunan pertanian dan pangan terkait erat dengan pembangunan pengairan terutama dalam kaitannya dengan upaya pengembangan pertanian, serta pemantapan swasembada pangan yang terutama diarahkan pada optimalisasi pemanfaatan serta perluasan jaringan irigasi dan rawa. Pada tahun 2000, pembangunan pengairan telah meningkatkan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sebesar 6,3 juta hektar serta mencetak sawah baru seluas 9.318 hektar. 


0 comments:

Post a Comment