Mengembangkan Usaha Skala Mikro

Mengembangkan Usaha Skala Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UKMK) 

Perkembangan usaha kecil dan menengah yang menjadi sumber kehidupan ekonomi dari bagian terbesar rakyat masih menghadapi berbagai masalah dan tantangan yang fundamental. Usaha skala kecil dan mikro yang berjumlah sekitar 39 juta (99,9 persen) menunjukkan pentingnya keberadaan mereka sebagai inti dari ekonomi rakyat. Kontribusi usaha kecil dan mikro dalam pembentukan PDB pada tahun 2000 (angka sementara) mencapai sekitar 40,4 persen, namun produktivitasnya jauh tertinggal dibandingkan usaha menengah, apalagi bila dibandingkan dengan usaha besar. Sementara lambatnya proses pemulihan ekonomi turut menyebabkan usahanya masih sulit untuk berkembang, umumnya usaha kecil dan mikro berupaya sejauh mungkin untuk bertahan. Selain perkembangan lingkungan eksternal makro yang belum juga kondusif, maka rendahnya rata-rata kualitas sumberdaya manusia pada UKMK merupakan masalah internal yang paling mendasar, melekat dan menjadi penghambat bagi berkembangnya kewirausahaan dan profesionalitas. 

Mekanisme pasar yang distortif, menyebabkan UKMK harus menanggung beban biaya transaksi yang sangat besar. Keadaan ini tercipta akibat masih terdapatnya regulasi dan retribusi (yang dipungut) yang dasar hukum dan pertimbangan ekonominya kurang kuat. Bersamaan dengan itu juga masih terdapat proses perizinan yang kurang transparan. Bahkan dalam masa transisi pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah timbul kecenderungan pemberlakuan peraturan daerah yang dapat diidentifikasi merugikan bagi efisiensi usaha dan efektivitas pergerakan sumber-sumber daya produktif. Demikian juga lemahnya koordinasi antar badan/lembaga dan partisipasi dunia usaha dan masyarakat dalam mengembangkan program pembinaan UKMK. 

Akses UKMK terhadap perbankan memang terbatas, sedangkan penyaluran kredit perbankan kepada sektor riil juga berkurang dibandingkan sebelum krisis. Kemampuan pemupukan modal yang selama ini diandalkan UKMK dari hasil usahanya juga berkurang akibat menurunnya permintaan domestik terhadap produk mereka. Kedua hal tersebut menyebabkan UKMK mengalami kelangkaan sumber permodalan. Selanjutnya, keterbatasan jumlah lembaga penyedia jasa untuk memberi akses UKMK terhadap informasi, teknologi, dan pasar menjadi hambatan utama UKMK untuk meningkatkan volume usaha, dan daya saingnya, termasuk jaringan pemasaran dan sarana pendukung bagi yang berpotensi ekspor. Sementara itu institusi pendidikan dan pelatihan bagi UKMK juga belum tersedia dalam jumlah dan kualitas yang memadai, termasuk institusi pelatihan yang dikelola oleh dunia usaha dan masyarakat. Jumlah koperasi terus meningkat, termasuk koperasi produksi dan jasa sebagian besar mewadahi pengusaha mikro dan kecil, namun perkembangannya secara kualitatif belum merata ditandai dengan rendahnya partisipasi anggota koperasi. Demikian juga fungsi koperasi untuk melayani kebutuhan para anggotanya belum optimal. 


0 comments:

Post a Comment