Sistem Pengelolaan Keuangan Negara Indonesia

Konsep Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum di Indonesia

PPK-BLU merupakan tuntutan dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dimana terjadi pergeseran dari sistem penganggaran tradisional ke sistem penganggaran berbasis kinerja, dan pembiayaan tidak hanya membiayai masukan (inputs) atau proses tetapi sudah diarahkan pada pembiayaan yang membiayai hasil (outputs). Sedangkan ketentuan tentang PPK-BLU tercantum dalam Bab XII Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang terdiri dari pasal 68 dan pasal 69 Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang secara lengkapnya berbunyi sebagai berikut : 


Pasal 68
  1. Badan Layanan Umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
  2. Kekayaan Badan Layanan Umum merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyeleng-garakan kegiatan Badan Layanan Umum yang bersangkutan.
  3. Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan. 
Pasal 69
  1. Setiap Badan Layanan Umum wajib menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan.
  2. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai begian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah.
  3. Pendapatan dan belanja Badan Layanan Umum dalam rencana dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah.
  4. Pendapatan yang diperoleh Badan Layanan Umum sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan Pendapatan negara/Daerah.
  5. Badan Layanan Umum dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
  6. Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja Badan Layanan Umum yang bersangkutan.
  7. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum diatur dalam peraturan pemerintah.
Peraturan pemerintah sesuai dengan tuntutan pasal 69 ayat (7) tersebut di atas adalah Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (selanjutnya disebut PP nomor 23 tahun 2005). 

Ketentuan Umum dalam PP nomor 23 tahun 2005 pasal 1 mendefinisikan BLU sebagai berikut :
  1. Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
  2. Pola Pengelolaan Keuangan BLU, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
  3. Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau daerah.
  4. Instansi pemerintah adalah setiap kantor atau satuan kerja yang berkedudukan sebagai pengguna anggaran/barang atau kuasa pengguna anggaran/barang. 
Tujuan dan Asas Badan Layanan Umum
Tujuan BLU tercantum dalam pasal 2 PP nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, yaitu “BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat”. Selain itu BLU juga bertujuan untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas pelayanan masyarakat serta pengamanan aset negara yang dikelola oleh instansi terkait (penjelasan Pasal 2 PP nomor 23 tahun 2005). 

Pengertian praktek bisnis yang sehat tersebut di atas didefinisikan dalam pasal 1 ayat (12) PP nomor 23 tahun 2005 yaitu “Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan”.  Asas-asas BLU sesuai dengan pasal 3 PP nomor 23 tahun 2005, adalah sebagai berikut :
  1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
  2. BLU merupakan bagian dari perangkat pencapaian tujuan kementeriannegara/lembaga/ pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
  3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab ataspelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikan-nya kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
  4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh Menteri/ pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota.
  5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
  6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah.
  7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang sehat. 

Kriteria-Kriteria Badan Layanan Umum
Satuan kerja dalam suatu instansi pemerintah dapat menjadi BLU setelah memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. 

Kriteria tersebut terbagi menjadi tiga jenis yaitu substantif, teknis, dan adminis-tratif. Kriteria substantif tercantum dalam ayat (2) pasal 2 PP nomor 23 tersebut di atas, yang berbunyi :
(2) Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :
  1. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;
  2. Pengelolaan wilayah atau kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
  3. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Bidang layanan umum yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah dengan pola pengelolaan keuangan BLU meliputi kegiatan pemerintah yang bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang menghasilkan semi barang/jasa (quasi public goods). Contoh instansi yang menyelenggarakan penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum adalah pelayanan bidang kesehatan seperti rumah sakit pusat atau daerah, penyelenggara pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan pengujian. Contoh instansi yang melaksanakan kegiatan pengelolaan wilayah atau kawasan secara otonom adalah otorita dan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Contoh instansi yang melaksanakan pengelolaan dana adalah pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, pengelola penerusan pinjaman, dan pengelola tabungan perumahan. 

Kriteria teknis yang harus dipenuhi suatu instansi untuk menjadi BLU diatur dalam ayat (3) pasal 4 PP nomor 23 tersebut di atas, yang berbunyi :
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila :
  1. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
  2. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU. 
Jenis kriteria terakhir yaitu persyaratan teknis diatur dalam ayat (4) pasal 4 PP nomor 23 tersebut, yang berbunyi :
(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut :
  • Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
  • Pola tata kelola;
  • Rencana strategis bisnis;
  • Laporan keuangan pokok;
  • Standar pelayanan minimum; dan
  • Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
  • Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota. 

Pernyataan kesanggupan dibuat oleh pimpinan instansi yang mengajukan usulan sebagai BLU dan diketahui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD. Sedangkan pola tata kelola adalah pola tata kelola (corporate governance) BLU yang dimaksud adalah peraturan internal yang antara lain menetapkan organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, dan transparansi. 

Dokumen yang menyangkut rencana strategi bisnis harus meliputi antara lain pernyataan visi, misi, program strategis, dan pengukuran pencapaian kinerja. Sedangkan laporan keuangan pokok yang dimaksud disini adalah laporan keuangan yang berlaku bagi instansi tersebut, termasuk laporan realisasi anggaran/laporan operasional keuangan, laporan posisi keuangan, laporan arus kas (dalam hal berlaku), dan catatan atas laporan keuangan, serta neraca/prognosa neraca. 

Badan Layanan Umum adalah instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan umum maka persyaratan administratif juga mewajibkan adanya standar pelayanan minimum yang harus dipenuhi oleh instansi tersebut sesuai berlaku pada sektor masing-masing. Standar pelayanan minimum yang dimaksud adalah prognosa standar pelayanan minimum BLU yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD. 

Standar layanan diatur dalam pasal 8 PP nomor 23 tentang PK BLU, yang berbunyi :
  1. Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
  2. Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU.
  3. Standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harusmempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. 
Standar pelayanan minimum bertujuan untuk memberikan batasan layanan minimum yang seharusnya dipenuhi oleh pemerintah. Agar fungsi standar pelayanan dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka standar layanan BLU semestinya memenuhi persyaratan SMART (Specific, Measureable, Attainable, Reliable, and Timely), yaitu :
a. Fokus pada layanan;
b. Dapat diukur;
c. Dapat dicapai;
d. Relevan dan dapat diandalkan; dan
e. Tepat waktu. 

Selain standar layanan minimum, tarif layanan juga merupakan hal penting yang harus diatur oleh pemerintah. Hal ini tertuang dalam pasal 9 PP nomor 23 tentang PK BLU, dimana dinyatakan bahwa BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana. Tarif yang ditetapkan ini, termasuk imbal hasil (return) yang wajar dari investasi dana, bertujuan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan. Tarif layanan dalam ketentuan ini dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan BLU yang bersangkutan.

Tarif layanan harus mempertimbangkan :
a. kontinuitas dan pengembangan layanan;
b. daya beli masyarakat;
c. asas keadilan dan kepatutan; dan
d. kompetisi yang sehat. 

Tarif layanan diusulkan oleh BLU yang bersangkutan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, yang selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
PP nomor 23 tahun 2005 tentang PK BLU mengatur mengenai pola pengelolaan keuangan BLU, yang antara lain mencakup : 
a. Perencanaan dan Penganggaran.
b. Pendapatan dan Belanja.
c. Pengelolaan Kas.
d. Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan.
e. Akuntabilitas Kinerja.
f. Surplus dan Defisit. 

Perencanaan dan Penganggaran
Perencanaan dan Penganggaran PPK-BLU diatur dalam pasal 10 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
  1. BLU menyusun rencana strategi bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
  2. BLU menyusun Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan basis kinerja dan penghitungan akuntansi biaya menurut jenis layanan.
  4. RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD. 
RBA memuat antara lain kondisi kinerja BLU tahun berjalan, asumsi makro dan mikro, target kinerja (output yang terukur), analisis dan perkiraan biaya per output dan agregat, perkiraan harga, anggaran, serta prognosa laporan keuangan. RBA juga memuat prakiraan maju (forward estimate) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. RBA tersebut disusun dengan menganut pola anggaran fleksibel (flexible budget) dengan suatu prosentase ambang batas tertentu. RBA dimaksud merupakan refleksi program dan kegiatan dari kementerian negara/ lembaga/SKPD/ pemerintah daerah. 

Pengajuan RBA oleh BLU dilakukan secara berjenjang dengan terlebih dahulu diajukan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk dibahas sebagai bagian dari Renstra-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD. RBA tersebut dilampiri dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran (output) yang akan dihasilkan. 

RBA yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD tersebut diajukan kepada Menteri Keuangan/PPKDuntuk dikaji kembali standar biaya dan anggaran BLU dalam rangka pemrosesan Renstra-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN/APBD. Kemudian, BLU menggunakan APBN/APBD yang telah ditetapkan sebagai dasar penyesuaian terhadap RBA menjadi RBA definitif. 

Pendapatan dan Belanja
Pendapatan PPK-BLU diatur dalam pasal 14 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
  1. Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU.
  2. Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan operasional BLU.
  3. Hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukan.
  4. Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan pendapatan bagi BLU.
  5. Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA sebagaimana dimaksud dalam pasal 11.
  6. Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaporkan sebagai pendapatan negara bukan pajak kementerian/lembaga atau pendapatan bukan pajak pemerintah daerah. 
Belanja PPK-BLU diatur dalam pasal 15 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
  1. Belanja BLU terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yangdituangkan dalam RBA definitif.
  2. Pengelolaan belanja BLU diselenggarakan secara fleksibel berdasarkan kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, mengikuti praktek bisnis yang sehat.
  3. Fleksibilitas pengelolaan belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku dalam ambang batas sesuai dengan yang ditetapkan dalam RBA.
  4. Belanja BLU yang melampaui ambang batas fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mendapat persetujuan Menteri Keuangan/gubernur/ bupati/walikota atas usulan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.
  5. Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBN/APBD kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya.
  6. Belanja BLU dilaporkan sebagai belanja barang dan jasa kementerian negara/lembaga/SKPD/ pemerintah daerah. 
Bahwa pengelolaan belanja BLU diselenggarakan secara fleksibel maksudnya adalah bahwa belanja BLU dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang setidaknya secara proporsional (flexible budget). Penetapan besaran ambang batas belanja ditentukan dengan mempertim-bangkan fluktuasi kegiatan operasional. 

Pengelolaan Kas
Pengelolaan Kas PPK-BLU diatur dalam pasal 16 PP nomor 23 tahun 2005, yang berbunyi :
(1) Dalam rangka pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal sebagai berikut :
  • merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas;
  • melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan;
  • menyimpan kas dan mengelola rekening bank;
  • melakukan pembayaran;
  • mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan
  • memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
(2) Pengelolaan kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktek bisnis yang sehat.
(3) Penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Rekening bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuka oleh pimpinan BLU pada bank umum.
(5) Pemanfaatan surplus kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan sebagai investasi jangka pendek pada instrumen keuangan dengan risiko rendah. 

Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan
Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan diatur dalam Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 27 PP nomor 23 tahun 2005, berbunyi sebagai berikut :

Pasal 25
BLU menerapkan sistem informasi manajemen keuangan sesuai dengan kebutuhan dan praktek bisnis yang sehat.

Pasal 26
  1. Setiap transaksi keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya dikelola secara tertib.
  2. Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntan Indonesia.
  3. Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat
  4. BLU dapat menerapkan standar akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
  5. BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntnasi dengan mengacu pada standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 27
  1. Laporan keuangan BLU sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) setidak-tidaknya meliputi laporan realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai kinerja.
  2. Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan oleh BLU dikonsolidasikan dalan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Lembar muka laporan keuangan unit-unit usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat sebagai lampiran laporan keuangan BLU.
  4. Laporan keuangan BLU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara berkala kepada menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, untuk dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementrian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
  5. Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepadamenteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD serta kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/ walikota, sesuai dengan kewenangannya, paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode pelaporan terakhir.
  6. (6) Laporan keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporanpertanggungjawaban keuangan kementrian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
  7. (7) Penggabungan laporan keuangan BLU pada laporan keuangan kementriannegara/lembaga/ SKPD/pemerintah daerah dilakukan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
  8. (8) Laporan pertanggungjawaban keuangan BLU diaudit oleh pemeriksa esktern sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


0 comments:

Post a Comment