Menurut Fasad (1984) hal yang pertama yang terbayang bila kita memikirkan bahasa adalah “ Bahasa Keseluruhan” ( whole languanges) dimana kita membayangkan seseorang dalam masyarakat bilingual atau multilingual berbicara dua bahasa atau lebih dan harus memilih. Ada tiga jenis bahasa yang dapat dilakukan yaitu :
- Alih Kode
Menggunakan suatu nahasa pada suatu keperluan dan menggunakan bahasa lain pada keperluan yang lain
- Campur Kode
Menggunakan suatu bahasa tertentu dengan dicampur serpihan-serpihan dari bahasa lain
- Memilih satu Variasi bahasa yang sama setiap orang mempunyai variasi bahasanya indroleknya masing –masing. Variasi indrolek ini berkenaan dengan “warna” suara, pilihan kata, gaya bahasa sususnan kalimat dan sebagainya. Variasi bahasa yang kedua adalah dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penuturnya yang jumlahnya relative yang berbeda pada satu tenpat, wilayah atau area tertentu.
Variasi bahasa yang ketiga adalah kronolek ( dialek temporal), yakni variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok social tertentu pada masanya.
Misalnya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun Tiga Puluhan, variasi yang digunakan Lima Puluan dan variasi yang digunakan masa kini.
Batas ketiga pilihan ini kadang-kadang dengan mudah dapat ditentukan, tetapi kadang-kadang agak sukar karena batasnya menjadi kabur. Kita sukar membacakan alih kode seperti yang disebut Hil dan Hil mengenai kegunaan bahasa Spanyol di dalam bahasa Nuatli : begitupula sebaliknya. Lalu campur kode acapkan juga sukar dibedakan dengan variasi intra bahasa. Maka, menurut Fasold letak ketiga pilihan itu merupakan titik-titik dari sudut pandang Sosioligustik.
Pemilihan terhadap pemilihan bahasamenurut Fasold dapat dilakukan berdasarkan pendekatan disiplin ilmu, yakni berdasarkan pendekatan sosiologi, pendekatan psikologi social, dan pendekatan antropologi. Pendekatan sosiologis seperti yang dilakukan Fishman (1963,1965,1968) melihat adanya konteks instutisional tertentu yang disebut domain, dimana suatu variasi bahasa cenderung lebih cepat untuk digunakan dari pada variasi bahasa lain.
Domain dipandang sebagai korelasi factor-faktor sepeti topic-topik dan persiapandan sebagainya. Apabila seorang penutur bahasa berbicara dirumah dengan anggota keluarga mengenai sebuah topic, maka penutur itu dikatakan berada dalam domain keluarga. Analisis domain ini biasanya terkait denan diglosia. Sebaba ada domain yang formal, atau tidak formal seperti dalam pendidikan, penggunaan bahasa ragam tinggi adalah telah tepat maka, pemilihan suatu bahasa atau suatu ragam bahasa dalam pendekatan sosiologis ini tergantung kepada domainnya. Namun, tidak satu orang dapat menggunakan ragam bahasa tinggi, atau bahasa formal, untuk domain bahasa formal, karena kemampuan si penutur yang tidak dapat berbahasa formal.
Di Indonesia secara umum digunkan tiga buah bahasa dengan tiga domain sasaran, yaitu bahasa Indonesia, Bahasa daerah, dan bahasa asing. Bahasa Indonesia digunakan dalam domain ke Indonesiaan, atau domain yang bersifat rasional, seperti dalam pembicara antar suku, bahasa pengantar dalam pendidikan, dan dalam surat menyurat dinas. Bahasa adalah digunakan dalam domain kedaerahan, seperti dalam upacara pernikahan, percakapan dalam keluarga daerah, dan komunikasi antar penutur daerah, sedangkan bahasa orang digunakan untuk berkomunikasi tertentu antar bangsa, atau untuk keperluan-keperluan tertentu yang masyarakat intelektor orang asing.
Pembagian tugas ketiga bahasa itu tampaknya jelas dan sudah menyelesaikan persoalan bagaimana harus memilih bahsa satu dari ketiga bahasa itu, namun, menyataannya pemilihan bahasa bagiorang Indonesia tampaknya lebih rumit, disinilah kemungkinan untuk memahami cara pemilihan bahasa perlu digunakan pendekatan yang bukan semata-mata bertumpu pada domain sosiologis, melainkan harus dilakukan berdasarkan kedekatan psikologi social.
Pendekatan psikologi social tidak meneliti struktur social, seperdi domain-domain, melainkan dalam pemilihan suatu bahasa atau ragam dari suatu bahasa untuk digunakan kepada keadaan tertentu. Dalam kelompok masyarakat Indonesia yang multitilingual tampaknya pemilihan bahasa lebih ditentukan oleh latar belakang kejiwaan, termasuk motivasi para penuturnya. Disini dikemukakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Isman (1975,1976).
Penelitian yang menunjukkan penyimpangan-penyimpangan penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang “keluar” dari domainnya yang telah ditentukan telah dilakukan oleh Isman (1875,1976). Dalam laporannya Isman mengatakan bahwa di Sumatera Barat, komunikasi lisan di kota menggunakan 55 % bahasa Minangkabau dan 45 % bahasa Indonesia. Sedangkan komunikasi lisan di desa-desa di Sumatera Barat menggunakan 77 % bahasa Minangkabau dan 23 % bahasa Indonesia, sedangkan komunikasi tulisan menggunakan 7 % bahasa daerah dan 93 % bahasa Indonesia.
Angka-angka hasil penelitian itu menunjukkan adanya perbedaan yang sangat mencolok dalam penggunaan bahasa Indonesia lisan dan bahsa Indonesia tulisan, dalam berkomunikasi lisan orang Minang lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia hal tersebut disebabkan :
- Bahasa daerah Mingkabau (juga bahasa daerah karena lebih relative dekat dengan bahasa Indonesia dalam berbagai aspek sistemnya, atau.
- Penutur bahasa daerah tersebut memperoleh pengalaman membaca dan menulis langsung dalam bahasa Indonesia, tidak melalui bahasa daerah.
Penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah di Sumatera Barat secara lisan masih mendekati fungsinya untuk digunakan dalam domain-domain yang ditentukan secara sosiologis, tetapi secara tulisan sudah menyimpang atau bergeser dari domain-domain itu, karena alas an seperti yang disebut diatas. Dari penelitian itu dapat disimpulkan juga bahwa pemakaian psikologis yang dihadapi dalam pemilihan tetap bahasa Minangkabau atau tetap berbahasa Indonesia.
0 comments:
Post a Comment