Bisakah Indonesia tidak ikut dalam proses globalisasi ? Walaupun bisa
menolak, namun tidaklah mudah, karena globalisasi merupakan sebuah kenyataan
yang tidak bisa dihindarkan, apalagi negara kita sudah terbelit utang dan juga
masih memerlukan pinjaman dari
negara-negara yang nota bene tergabung dalam WTO, di mana kita juga menjadi
anggotanya.
Bercermin pada negara lain, maka para “policymakers”, pendidik, bisnis,
dan industri harus sangat peduli pada era yang penuh persaingan ini. Misalnya,
Amerika Serikat dalam tujuan pendidikan nasionalnya secara eksplisit
menyebutkan bahwa mereka harus mempersiapkan bangsanya untuk menjadi pekerja
yang produktif dan senantiasa belajar guna menghadapi ekonomi global.
Pendidikan difokuskan pada upaya membantu rakyat memahami hubungan pendidikan
dengan dunia kerja dan memperoleh ketrampilan yang bisa dipakai di dunia kerja.
Mereka diberi informasi tentang apa itu ekonomi global, dan ketrampilan apa
yang dibutuhkan agar mereka bisa berpartisipasi di dalamnya.
Bagaimana daya tahan hidup bisnis lokal dalam ekonomi global, sangat
tergantung pada kinerja organisasinya. Organisasi harus kompetitif atau mampu
bersaing. Organisasi yang kompetitif dicirikan oleh produktivitas,
fleksibilitas, kecepatan, kualitas yang memadai, dan berfokus pada pelanggan.
Tuntutan agar perusahaan harus lebih kompetitif telah menggiring perusahaan
untuk melakukan perubahan dalam cara pengorganisasian dan pengelolaan
perusahaan. Beberapa cara yang telah dilakukan oleh perusahan-perusahan yang
cukup ternama antara lain adalah :
a. Pengubahan struktur organisasi.
Bentuk organisasi tradisional yang piramid tampaknya sudah bukan
zamannya lagi. Dalam perusahaan AT&T, cara baru pengorganisasian ditekankan
pada team yang bekerja antar fungsi melalui komunikasi antar departemen. Mereka
mulai tidak menekankan pada rantai komando yang terlampau ketat dalam mengambil
keputusan. Di GE, Jack Welch menerapkan “boundaryless organization”, di mana
pegawai tidak mengidentifikasi dirinya dengan satu departemen yang terpisah,
melainkan harus berinteraksi dengan siapa saja dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
b. Pemberdayaan Pegawai.
Berbagai pakar beranggapan bahwa organisasi masa kini harus meletakan
pelanggan di atas segalanya, dan menekankan bahwa setiap gerak yang dilakukan
perusahaan harus mengarah pada pemuasan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu
perusahaan harus memberdayakan pegawai, khususnya yang berada di garis depan.
c. Organisasi yang datar makin menjadi norma umum.
Sebagai pengganti organisasi piramid yang terdiri atas 7, 10, atau lebih
lapisan manajerial, disusun organisasi yang cenderung datar dengan lapisan
manajerial sekitar 3 atau empat lapis saja.
d. Kerja semakin dirancang dalam bentuk “teams”, ketimbang terspe- dalam satu fungsi saja.
Di pabrik seorang pekerja tidak hanya melakukan satu jenis pekerjaan
secara berulang-ulang. Dia lebih merupakan bagian dari tim kerja yang
multifungsi.
e. Landasan kekuatan perusahaan berubah.
Dalam organisasi ekonomi global, posisi, jabatan, dan kewenangan, bukan
lagi menjadi alat yang memadai bagi manajer untuk bisa menyelesaikan pekerjaan.
Sebagai penggantinya adalah “gagasan-gagasan yang baik”
f. Manajer masa kini harus mampu membangun komitmen.
Membangun organisasi yang lebih baik, lebih besar, lebih kompetitif,
artinya mendatangkan pegawai-pegawai yang mempunyai komitmen dan mampu
mengendalikan diri.
g. Orientasi pada “human-capital”
Manusia sebagai unsur penentu keberhasilan organisasi senantiasa harus
menjadi pokok perhatian utama. Mulai dari manajer tingkat teratas sampai dengan
pegawai tingkat terbawah harus berkualitas, akhli. “Pecundang dalam globalisasi
adalah mereka yang tidak meningkatkan keakhlian mereka. Mereka akan semakin
hancur”. Demikian kata Hemmer.
Di bawah ini ada sebuah model yang dapat menjelaskan hubungan di antara
perubahan lingkungan, termasuk di dalamnya globalisasi dengan strategi yang
sebaiknya dilakukan oleh perusahaan dalam organisasi dan manajemennya.
0 comments:
Post a Comment