Epilepsi



Epilepsi adalah gangguan neurologik kronik yang ditandai dengan kejang berulang diawali dengan serangan parsial (partial seizure) atau serangan berulang atau focal dan general seizure atau serangan umum yang terdiri dari grand mal dan petit mal. Petit mal (absence) ditandai dengan kebingungan (impaired consciousness) sedangkan grand mal ditandai dengan hilangnya kesadaran, jatuh, kejang tonik (kaku di sekujur tubuh dan anggota badan), kejang klonik (kontraksi pada tangan dan kaki).

Pada gambar di atas ditunjukkan penyebaran serangan dari area yang sempit (focal) kemudian menyebar (seizure spread). Serangan meningkat dengan adanya pemasukan ion-ion Na ke dalam neuron yang akan mengawali depolarisasi neuron dan peningkatan potensial aksi (lonjakan potensial aksi yang berkelanjutan akan mewujudkan simptom kejang yang menandai serangan umum). Beberapa kelompok obat dapat digunakan dalam terapi epilepsi (serangan umum/grand mal dan partial seizure) seperti feniton, karbamazepin, asam valproat. Sedangkan obat untuk penanganan status epileptikus antara lain klormetiazol, klonazepam, diazepam dan obat untuk mengatasi serangan petit mal antara lain etosuksimid dan asam valproat.

Penyebab epilepsi
Epilepsi dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti injury saat persalinan, vascular insult, trauma di kepala, malformasi kongenital, gangguan metabolik (serum Na, Ca, glukosa, urea), pengaruh obat (sindroma putus obat terutama golongan barbiturat dan depresan SSP lain), faktor genetik, infeksi, hipertermia pada anak-anak.
Insiden epilepsi banyak terjadi pada neonatus dan anak-anak serta pasien di atas 65 tahun
Epilepsi merupakan gejala gangguan aktivitas elektrik di otak yang dapat disebabkan berbagai stimulus. Gangguan aktivitas elektrik ini menyebabkan terjadinya kejang.
Obat antiepilepsi
Obat antiepilepsi bekerja di SSP dengan mengurangi gangguan elektrik yang patologis atau menghambat perkembangan aktivitas elektrik yang menyimpang. Hal ini dapat  terjadi melalui efek spesifik terhadap kanal ion, inhibisi atau induksi neurotransmiter.
1. Fenitoin
Fenitoin adalah suatu antikonvulsan hidantoin yang strukturnya mirip dengan barbiturat tetapi lebih lemah keasamannya sehingga  lebih sukar larut dalam air. Fenitoin efektif mengurangi frekuensi dan keparahan kejang, tanpa menyebabkan depresi SSP.
Mekanisme kerja fenitoin
Mempengaruhi perubahan fungsi membran saraf, misal pada pengaturan perubahan voltase yang diatur melalui kanal ion. Fenitoin dan karbamazepin memblok kanal Na pada saraf sehingga dapat mereduksi perulangan potensial aksi yang sangat berguna untuk mengontrol serangan tonik-klonik
Farmakokinetik
Fenitoin terikat plasma 90% terutama dengan albumin. Ikatan dengan plasma tergantung kadar albumin dan dapat dipengaruhi berbagai kondisi klinis seperti kadar serum albumin yang rendah, gagal ginjal, penggunaan bersama obat lain yang juga terikat protein.
Fenitoin dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 dan kurang lebih 95% diekskresi lewat urin atau feses dalam bentuk metabolit.
2. Benzodiazepin
Benzodiazepin yang  terikat pada reseptor GABA (gamma-aminobutyric acid) akan meningkatkan kerja GABA. Pengikatan GABA pada reseptornya akan menyebabkan  pembukaan kanal klorida (Cl-). Pembukaan kanal tsb memungkinkan masuknya ion Cl melewati membran sel syaraf dan akan meningkatkan potensial elektrik sepanjang membran sel. Keadaan ini menyebabkan sel sukar tereksitasi (potensial istirahat). Aktivitas ke reseptor GABA memberikan keadaan potensiao istirahat (efek penenangan).
Mekanisme kerja
Ikatan benzodiazepin bersama GABA pada reseptor GABA akan meningkatkan efek pembukaan kanal Cl akibat peningkatan daya ikat GABA pada reseptornya

Adanya benzodiazepin akan mempertahankan efek pembukaan kanal Cl sehingga terjadi efek anxiolitik/antikonvulsan. Dengan adanya senyawa benzodiazepin maka frekuensi pembukaan kanal Cl meningkat dan menimbulkan efek depresi SSP.
Efek depresi SSP benzodiazepin meliputi : ansiolitik, relaksan otot, antiamnesia, antikonvulsan, dan sedatif
Barbiturat dan benzodiazepin sebetulnya searah kerjanya (efek penenangan SSP) dengan aktivitas pada reseptor yang sama yaitu di kanal Cl namun mekanisme keduanya berbeda, dimana barbiturat menyebabkan pemanjangan durasi pembukaan kanal Cl.
3. Karbamazepin
Karbamazepin merupakan obat pilihan pertama pada epilepsi karena efek sampingnya rendah dan tidak banyak mempengaruhi fungsi kognitif dan perilaku (behaviour).  
Antikonvulsan fenitoin, fenobarbital, karbamazepin merupakan penginduksi enzim di hati yang dapat saling mempengaruhi kerja masing-masing saat dikombinasi. Kombinasi antar antikonvulsan jarang dilakukan karena dapat menurunkan efektivitas obat.

4. Asam valproat
Asam valproat bekerja terhadap kanal Na (memblok kanal Na) dan berefek terhadap peningkatan kerja ke reseptor GABA. Asam valproat juga merupakan obat pilihan pertama dalam terapi epilepsi.
Obat untuk petit mal
Beberapa obat dari obat pilihan pertama seperti Fenitoin, Karbamazepin, Asam valproat, Benzodiazepin dan Fenobarbital juga dapat dipilih untuk serangan petit mal. Bila obat-obat tsb tidak dapat mengatasi masalah dapat dipilih alternatifnya antara lain  vigabatrin, gabapentin, lamotrigin.
Vigabatrin : merupakan penghambat ireversibel GABA-T yang berfungsi menguraikan GABA menjadi suksinat semialdehid sehingga terjadi peningkatan kadar GABA dan GABA ini akan dapat bekerja di reseptor GABA-A (kanal Cl)

Obat khusus untuk serangan ringan (absence)
Etosuksimid : efektif untuk absence dan kejang mioklonik (kedutan satu tungkai atau semua tungkai setelah bangun tidur atau sebelum tidur)
Obat-obat seperti fenitoin, valproat, BDZ juga dapat dipakai pada serangan petit mal ini tetapi dengan dosis yang lebih rendah


0 comments:

Post a Comment