Penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson yang terjadi akibat degenerasi pada neuron nigrostriatal oleh berbagai sebab (lihat kotak sebelah kiri atas) menyebabkan penurunan kadar dopamin di ganglia basal. Penurunan dopamin sedangkan pelepasan asetilkolin tetap normal, keadaan seperti ini membuat ketidakseimbangan antara dopamin dan asetilkolin sehingga efek eksitasi dari asetilkolin tidak dapat diimbangi oleh efek inhibisi dari dopamin.  Beberapa kelompok obat dapat dipakai untuk mengatasi seperti obat-obat dopaminergik, antikolinergik, penghambat MAO-B.
Penyakit Parkinson merupakan penyakit degenerasi neuron nigrostriatal yang berkembang secara progresif, ditandai dengan tremor dan kekakuan akibat menurunnya kadar dopamin pada ganglia basal. Menurunnya kadar dopamin yang bertanggung jawab terhadap penekanan/inhibisi efek eksitasi dari rangsangan sistem saraf kolinergik (di reseptor muskarinik) membuat efek eksitasi lebih dominan sehingga terjadilah beberapa gambaran klinis seperti bradikinesia, resting tremor, rigiditas (kekakuan), kesulitan menelan (disfagia), konstipasi, gangguan seksual, keadaan kebingungan, demensia (pikun), gangguan tidur (gambaran klinis lain ada pada tabel di bawah).

Penyebab utama penyakit ini belum diketahui tetapi diduga beberapa senyawa seperti toksin : CO, H2S, Mn, metanol, metil phenil tetrahidropiridin (MPTP); induksi obat : antipsikotik (fenotiazin, butirofenon, risperidon), antiemetik (metoklopramid, proklorperazin), reserpin, a-metildopa dan penyakit akibat penumpukan tembaga di otak (Wilson disease). Penyebab ini menjadi penyebab Parkinson sekunder.


            Managemen terapi untuk penyakit Parkinson pada awal gejala mungkin memerlukan terapi obat atau tidak. Terapi non farmakologis dapat dilakukan seperti mengatur nutrisi, edukasi, dan berlatih. Terapi farmakologis dapat diberikan dengan selegilin (inhibitor MAO-B) pada pasien berusia kurang dari 60 atau di atas 60 tahun, tetapi bila terjadi ketidakmampuan fungsional dapat diberikan levodopa, kombinasi karbidopa-levodopa atau agonis dopamin (lysuride, bromokriptin, apomorfin). Bila pasien mengalami tremor dapat diberikan amantadin (peningkat release dopamin) atau senyawa antikolinergik (benzheksol, benztropin)
Berikut ini adalah obat yang  dapat dipakai dalam terapi penyakit Parkinson :
Levodopa :
Terapi penggantian dengan pemberian dopamin dari luar sulit dilakukan karena kemampuan dopamin menembus barier saraf sangat rendah karena sifatnya yang hidrofil. Untuk itu diberikan prekursor berupa Levodopa. L-dopa dapat menembus blood brain barier atau sawar darah otak dan di dalamnya senyawa ini akan diubah menjadi dopamin setelah mengalami metabolisme melalui reaksi dekarboksilasi. Sayangnya kadar dopamin yang diubah sangat rendah. Untuk meningkatkan kadar dopamin dilakukan pemberian kombinasi Karbidopa/L-dopa (Sinemet 10/100; 25/250). Dengan adanya karbidopa ternyata dapat meningkatkan kadar dopamin di otak. L-dopa sebaiknya dihindari dengan pemberian bersama vit B6 (piridoksin) karena dapat menurunkan efek L-dopa.
Neuron presinaptik terjadi perubahan dari senyawa fenilalanin yang masuk ke ujung saraf akan dijadikan L-tirosin dan selanjutnya diubah menjadi L-dopa. L-dopa juga dapat diperoleh dari luar (L-dopa eksogen) yang akan segera diubah menjadi dopamin dengan bantuan enzim L-AAD (L-aromatik amin dekarboksilase). Sebagai salah satu neurotransmitter, dopamin (DA) akan dilepas dari ujung saraf dan berinteraksi dengan reseptor dopamin (D1, D2 atau D3). DA yang dilepas dari ujung saraf dapat ditarik kembali (reuptake) melalui bantuan transporter dopamin (DAT). DA dimetabolisme melalui jalur MAO (mono amin oksidase) B dan aldehid dehidrogenase menjadi DOPAC (asam 3,4-dihidroksifenilasetat). DOPAC diubah lebih lanjut menjadi HVA (asam homovanilat). Bentuk L-dopa dapat dimetabolisme melalui jalur metabolisme COMT (katekol-O-metil transferase) menjadi 3OMD (3-O-metildopa). Hal inilah yang menyebabkan mengapa kadar dopamin rendah meski sudah diberi prekursor L-dopa.

Efek pemakaian kombinasi karbidopa/levodopa dalam bentuk sediaan biasa dan bentuk sustained release. Efek yang ditunjukkan dari sediaan biasa dari dosis 1 (jam 7 pagi), dosis ke 2 (jam 12 siang) dan dosis ke 3 (jam 5 sore) pada gambar A (dosis karbidopa/L-dopa 25 mg/100 mg) dan B (dosis karbidopa/L-dopa 50 mg/200 mg) memperlihatkan adanya fluktuasi kadar dopamin pada pasien. Sebaliknya pada pemberian bentuk sustained release (lepas lambat) terlihat kadar dopamin dalam tubuh pasien lebih stabil. Dengan alasan inilah maka sebaiknya pemberian kombinasi karbidopa/levodopa diberikan dalam bentuk sediaan lepas lambat.

Berikut ini merupakan golongan obat yang dapat membantu meningkatkan kadar dopamin di otak.
Agonis dopamin :
Senyawa agonis dopamin juga dapat memperbaiki keadaan ini dengan kemampuannya berinteraksi secara spesifik terhadap reseptor baik reseptor dopamin D1 atau D2 dan memberikan efek yang searah dengan dopamin. Beberapa agonis yang dapat dipakai dalam terapi Parkinson antara lain agonis selektif ke reseptor dopamin D2 yaitu Bromokriptin, pemakaiannya sering dikombinasi dengan L-dopa untuk meningkatkan efektivitas, agonis reseptor dopamin D1 dan D2 yaitu Apomorfin dan agonis reseptor dopamin D2 yaitu Lysurid.
Peningkat release dopamin :
Senyawa yang bekerja meningkatkan pelepasan dopamine seperti Amantadin dapat digunakan untuk terapi Parkinson. Selain bekerja meningkatkan pelepasan dopamin, senyawa ini juga dapat memblok reseptor muskarinik.
Inhibitor MAO-B :
MAO (mono amin oksidase) B merupakan enzim pemecah dopamin sehingga dengan diberikannya inhibitor MAO-B seperti selegilin dapat ditekan kerja peruraian dopamin.

Antikolinergik :
Pada penyakit Parkinson terjadi masalah ketidakseimbangan antara neurotransmiter dopaminergik (karena kadarnya menurun) dengan neurotransmitter kolinergik (muskarinik) asetilkolin (Ach). Sebetulnya kadar kadar kolinergik tetap namun dengan menurunnya dopamin jadi keadaannya tidak seimbang yang membuat efek eksitasi dari saraf muskarinik lebih menonjol tanpa ada penekanan (atau penekanan yang lemah) dari dopaminergik.
Dengan pemberian senyawa antikolinergik (senyawa pemblok reseptor muskarinik) seperti benztropin, benzhexol, orfenadin dapat dilakukan penekanan aktivitas eksitasi dari rangsangan kolinergik. Efek penekanan ini dapat diwujudkan dengan redanya gejala tremor yang sering menandai penyakit ini.


0 comments:

Post a Comment