Realisme dan Liberalisme:
Konfrontatif, Mungkinkah Disintesis?
Menurut
penulis, perspektif realisme dan liberalisme tidak selalu harus
dikonfrontasikan karena berbagai hal. Dalam dimensi ideasional, kita dapat
melihat beberapa overlap dalam konsepsi dasar kedua perspektif ini,
salah satunya adalah gaung realisme dalam pemikiran para pelopor intelektual
liberalisme. Kita dapat melihat bahwa tokoh-tokoh seperti Thomas Hobbes dan
Nicollo Machiavelli, tokoh-tokoh yang berpandangan sangat realis, pun turut
menyumbang pemikiran mereka dalam dimensi ontologis liberalisme. Selain itu,
perspektif realisme dan liberalisme adalah dua pendekatan yang mengadopsi dasar
yang sama, yaitu perspektif pilihan rasional. Sehingga, dalam perbedaan
mendasar antara kedua perspektif ini, dapat dicari peluang sintesis melalui
metode inkuiri Socrates. Penulis memandang bahwa kita tidak dapat memisahkan
begitu saja moralitas dan politik, sebagaimana kita memisahkan kolektivitas,
kaidah-kaidah hukum, demokratisasi, dan harmoni dasar kepentingan antara
manusia dan negara dengan konsepsi konkret kepentingan nasional. Kita
memerlukan realisme yang bermoral, realistis, berprinsip, dan demokratis.
Sebenarnya, usaha serupa pernah
dilakukan oleh Robert G. Kaufman. Kaufman berpendapat bahwa perhatian realisme
atas pentingnya power, geopolitik, kekurangan manusia, dan
ketidakleluasaan anarki membutuhkan faktor-faktor tambahan dari tradisi kaum idealis.
Ia memilih tiga figur penting dalam debat realisidealis: E. H. Carr, dengan
argumennya yang menentang Wilson yang memengaruhi realisme pasca-Perang Dunia
II dan perkembangan neorealisme; Winston Churchill, yang dengan teori kebijakan
luar negerinya berhasil mempersatukan aspek-aspek realisme dan idealisme; serta
Reinhold Niebuhr, yang menyumbangkan matriks kritis tentang disposisi untuk
menghubungkan norma-norma moral dengan pertimbangan kebijakan luar negeri tanpa
tergelincir menjadi sinisme maupun utopianisme. Kaum realis pada masa
Morgenthau memahami politik internasional sebagaimana adanya dan seharusnya
dalam pandangan sifat ekstrinsiknya daripada sebagaimana orang ingin
melihatnya, sehingga lembaga domestik tidak boleh dipungkiri. Diskusi Kaufman
mengidentifikasi titik temu pemikiran Carr, Niebuhr, dan Churchill yang
dianggap sebagai kaum realis yang paling menonjol dan ketegangan dengan
pemikiran kaum realis lainnya.
Bagaimana hasil sintesis ini?
Kita belum dapat menyaksikan hasilnya karena usaha ini masih dalam tahap
eksperimental. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa dari masa ke masa,
perkembangan ilmu sosial terjadi melalui proses dialektis sintesis antara dua
pendekatan yang dikotomis. Apalagi, realisme dan liberalisme masih sangat relevan
dalam memandang politik dunia ini, di mana masih banyak akademisi maupun
praktisi yang menggunakannya.
0 comments:
Post a Comment