Sejarah lahir dan berkembangnya bank syariah

Sejarah lahir dan berkembangnya bank syariah di berbagai Negara

Revivalis Islam, setelah periode panjang stagnasi, telah menghasilkan beberapa tren pemikiran di dunia islam modern, diantaranya adalah pemikiran Modernisme dan neo-Revivalisme. Kaum modernis berusaha untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip moral-spiritual syariah dan menyerukan upaya-upaya untuk memahami al-qur’an dan sunnah dalam perspektif prinsip-prinsip yang luas itu. Sementara kaum neo Revivalis, di lain pihak, memfokuskan pada aplikasi syariah seperti apa adanya, tanpa sedikit pun reinterpretasi mendasar terhadap semua teks-teks zhahirnya.

Tersebarnya bank-bank ala barat yang berbasis bunga di Negara-negara yang dikuasai muslim, mengundang para sarjana muslim untuk berdebat mengenai apakah bunga itu riba atau bukan. Kaum neo-revivalis bersikukuh bahwa bunga adalah riba, dan mereka sudah menuntut penghapusannya sejak 1930-an, sementara kaum modernis berpendapat bahwa tidak semua bentuk bunga adalah riba, hanya bunga yang dinilai tidak adil saja yang riba. Meskipun suara kaum neo-revivalis tidak cukup mendapatkan pengakuan dari para pemimpin politik sebelum 1960-an, suaranya memiliki pengaruh terhadap undang-undang sejumlah Negara muslim, yang menilai bunga sebagai riba. Meskipun begitu, tak satu pun pemerintah muslim di zaman modern yang berusaha menghapuskan bunga sebelum 1970-an. 
 
Namun, situasinya berubah sejak 1970-an, disebabkan oleh dua factor: meningkatnya pengaruh neo-revivalisme dan kekayaan minyak Negara-negara teluk konservatif. Interpretasi kaum neo-revivalis yang menilai bunga sebagai riba diberi kekuatan oleh dukungan moral dan material para penguasa teluk dan beberapa orang kaya dari Negara-negara tersebut”. Jutaan dolar diinvestasikan dalam pendirian bank-bank islam timur tengah dan wilayah lainnya. Bersamaan dengan itu, pemerintah islam Pakistan, Iran, dan Sudan mulai mengeliminir bunga dari sistem keuangan dan perbankan mereka. Bank-bank islam tumbuh pesat pada tahun 1970-an dan 1980-aan. Pada saat sekarang, bank-bank islam dalam dalam berbagai bentuknya bermunculan di banyak Negara muslim maupun non-muslim. Deposito, dana-dana yang disalurkan, serta ekuitas para pemegang saham di bank-bank tersebut telah meningkat tajam.

Upaya awal penerapan system profit and loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.

Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank Islam tumbuh dengan cukup pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid ahamad dan laporan Internasional Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di negara-negara berpenduduk miskin maupun di Eropa, Australia, maupun di Amerika.

Pada sekitar tahun 1970-an, bank yang dioperasikan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam mulai marak di seluruh dunia dengan mempergunakan teknologi modern. Dengan konsep Baitul Mal wa Tamwil yang mengacu kepada ajaran agama Islam dan diterapkan secara istiqomah, bank-bank syariah ini tumbuh dengan pesat. Di Negara-negara yang bank syariahnya menerapkan ketentuan-ketentuan syariat Islam secara konsekuen, sedikit sekali mendapatkan kesulitan dalam operasinya. Sebaliknya, penerapan ketentuan-ketentuan syariat Islam pada bank yang setengah-setengah, selalu mengalami kesulitan dan menimbulkan masalah bagi nasabahnya.

Faktor-faktor yang mendorong munculnya bank-bank Islam:
  1. Kecaman kaum neo-Revivalis terhadap bunga sebagai riba.
  2. Kekayaan minyak Negara-negara Teluk konservatif.
  3. Pengadopsian interpretasi tradisional riba oleh sejumlah Negara-negara muslim pada tingakat pembuatan kebijakan.


0 comments:

Post a Comment