Karya Ilmiah


        BAHASA KARYA ILMIAH
Bahasa dan Pikiran
Bahasa adalah alat berfikir dan bernalar, dan tidak berbahasa merupakan pengantar untuk mengungkapkan apa yang kita fikirkan dan dirasakan, pernyataan ini mengisyaratkkan fungsi bahasa yang penting, yakni tidak saja sebagai alat komunikasi, melainkan juga alat untuk berfikir dan sekaligus menghasilkan buah fikiran. Pengembangan bahasa tanpa perancangan dapat menghalangi sistem komunikasi secara lancer antara pemakai-pemakai bahasa, menyulitkan konseptualisasi dan juga pengwujudan konsep hasil pemikiran (Omar, 1978: 4).
Pengembangan bahasa dalam konteks keilmuan mengarah pada perancangan bahasa agar memiliki kesanggupan mewadahi kesanggupan mewadahi gagasan-gagasan yang merupakan buah pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman manusia. Pengembangannya ditujukan untuk mewujudkan komunikasi pengetahuan ilmiah yang ditandai dengan penggunaan ragam yang sesuai serta pemanfaatan dan pemekaran kosa kata yang diperlukan untuk mengkomunikasikan konsep keilmuan yang semula terdapat dalam fikiran. Konsep fikiran dilambangkan kata, sedangkan konsep yang merupakan buah fikiran tersusun dalam kalimat atau susuna kata yang berarti yaitu yang mengandung fikiran (Ali Sjahbana, 1979: 6). Dalam hubungan itulah bahasa merupakan penjelmaan budi manusia yang paling jelas terutama berhubungan dengan kesanggupan untuk berfikir (Ali Sjahbana, 1979: 2).
Kemajuan berfikirmembentuk konsep baru yang menghendaki kata baru pula. Sementara kata atau istilah baru member pijakan kepada fikiran untuk menciptakan konsep yang menghendaki kata baru pula. Dengan pernyataan lain fikiran dan bahasa pengaruhnya timbale balik (Santoso, 1981: 256). Manakala fikiran rancu, maka bahasa yang dipergunakanpun akan rancu, begitu juga apabila pemikiran jelek maka bahasa yang digunakan akan jelek sehingga memungkinkan untuk diketahui kebenaran dan kesalahannya, baik melalui pengujian dengan fakta yakni rujukannya maupun pengujian analisis proforsional.
Menurut Kunt (1900: 67) pengalaman manusia terjadi berdasarkan dua factor yaitu pengamatan indrawi menjadi dasar empirisme sedangkan spontanitas akal akan menjadi landasan bagi rasionalisme. Dari pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengalaman yang diperoleh manusia apalagi yang diperoleh melalui prosedur ilmiah, tak lain adalah hasil tangkapan indrawi yang diperantai oleh indra dan rasio manusia. Dengan pernyataan lain, manusia dapat mendeskripsikan segenap isi dunia dan dapa mengevaluasi serta melakukan pengaturan-pengaturan untuk meningkatkan kondisi yang ada dalam semesta/ dunia itu.


0 comments:

Post a Comment