Menyediakan Sarana dan Prasarana Penunjang Pembangunan Ekonomi

Bidang pembangunan prasarana ketenagalistrikan menghadapi masalah karena kemampuan untuk memenuhi permintaan kebutuhan tenaga listrik masih terbatas. Untuk sistem Jawa-Bali pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik sampai dengan tahun 2000 sebesar 9,9 persen, kurang diimbangi dengan peningkatan kapasitas penyediaan tenaga listrik. Sedangkan pada sistem luar Jawa masih terdapat 21 sistem dalam kondisi kritis dan terus bertambah parah. Daerah kritis tersebut antara lain sistem Sumatera Utara-Aceh, sistem Sumatera Barat-Riau, sistem Sumbagsel (Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Bengkulu dan Belitung), sistem Kalimantan Barat, sistem Kalimantan Selatan-Tengah dan Timur, sistem Sulawesi Selatan-Tenggara dan sistem Irian Jaya. Kondisi ini berdampak pada kontinuitas penyediaan tenaga listrik yang menyebabkan pemadaman bergilir di beberapa tempat di Sumatera dan Kalimantan. 

Keterbatasan penyediaan tenaga listrik disebabkan karena masalah keuangan pemerintah akibat pembengkakan pengembalian cicilan pokok dan bunga pinjaman karena depresiasi Rupiah terhadap mata uang asing dan harga tarif listrik yang belum mencerminkan nilai keekonomian serta masih tingginya biaya pembelian listrik swasta. Selain itu, kemampuan penyediaan tenaga listrik di beberapa daerah terpengaruh adanya gangguan keamanan yang menyebabkan terhambatnya pembangunan beberapa pembangkit yang sedang berjalan. 

Kondisi sektor transportasi pada tahun 2000, pada umumnya terjadi penurunan kinerja pelayanan jasa prasarana dan sarana transportasi akibat menurunnya kondisi aktivitas perekonomian, biaya pembangunan, serta operasi dan pemeliharaan. Terjadinya penurunan pelayanan angkutan umum dan terpuruknya usaha di bidang jasa angkutan, terutama akibat dari melonjaknya harga suku cadang dan biaya operasi angkutan yang tidak dapat diimbangi dengan kenaikan tarif angkutan karena daya beli masyarakat yang juga semakin menurun. Penurunan pelayanan angkutan tersebut terutama terjadi pada pelayanan angkutan udara. 

Selain itu, masih diperlukan peningkatan efisiensi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan jasa transportasi pada umumnya, baik dari aspek perijinan dan birokrasi, profesionalitas sumber daya manusia transportasi dan industri jasa transportasi. Kinerja pelayanan angkutan masih rendah terutama dalam hal ketepatan waktu dan tingkat keselamatan, dilihat dari tingginya tingkat kecelakaan angkutan, baik akibat kurangnya disiplin sumber daya manusia pengguna dan penyedia jasa transportasi maupun kondisi kelaikan sarana dan fasilitas prasarananya. 

Kondisi prasarana jalan terjadi penurunan karena banyaknya kondisi jalan yang mengalami rusak berat pada tahun 2000 yaitu meningkat 27,0 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi tersebut terutama disebabkan karena terjadinya pelanggaran muatan lebih di jalan yang menyebabkan percepatan perusakan jalan dari target umur teknisnya, selain berkurangnya jumlah anggaran biaya untuk rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana jalan. Kegiatan pemeliharaan diberikan prioritas tinggi dalam tahun anggaran 2000 dengan peningkatan pemeliharaan jalan yang cukup berarti, yaitu sepanjang 17.900 kilometer. 

Dalam transportasi darat bagi angkutan umum penumpang terjadi kenaikan jumlah kumulatif armada bus pada tahun 1999/2000 naik dari 645.000 unit menjadi 666.280 unit pada tahun 2000, namun kondisi armada bus yang laik dan siap operasi menurun. Sedangkan mobil barang/truk meningkat dari 1.629.000 menjadi 1.707.134, mobil penumpang meningkat dari 2.898.000 menjadi 3.038.913 dan sepeda motor meningkat dari 13.053.000 menjadi 13.563.017. 

Sementara itu pelayanan angkutan perkeretaapian, khususnya angkutan kereta api penumpang mengalami kenaikan dari tahun 1999/2000 sebesar 184,0 juta orang menjadi 192,4 juta orang pada tahun 2000. Sedangkan untuk jumlah angkutan barang melalui kereta api mengalami sedikit penurunan pada tahun 2000 dari 19,68 juta ton (5.071,0 juta ton/km) menjadi 19,30 juta ton (4.880,0 juta ton/km). 

Di bidang angkutan sungai, danau, dan penyeberangan terjadi penurunan pembangunan dermaga penyeberangan dari 24 unit pada tahun 1998/1999 dan 20 unit tahun 1999/2000 menjadi 11 unit tahun 2000, dan dermaga sungai dari 34 unit (1998/199); 9 unit (1999/2000) menjadi 15 unit (tahun 2000). Sementara itu rehabilitasi dermaga penyeberangan meningkat dari 5 unit (1998/1999) menjadi 7 unit (tahun 2000). Pembangunan rambu, kapal baru dan pengoperasian kapal penyeberangan perintis mengalami penurunan. Selain itu, jumlah penumpang, kendaraan roda empat dan roda dua serta barang yang diangkut umumnya juga mengalami penurunan, yaitu bila pada tahun 1999/2000 jumlah penumpang adalah 70.176 ribu orang , 9.582 ribu kendaraan dan 27.838 ribu ton barang, menjadi 34.379 ribu orang; 8.446 ribu kendaraan dan 12.456 ribu ton barang pada tahun 2000. 

Keadaan transportasi laut pada tahun 2000 dapat dilihat dari berbagai hal seperti kondisi armada dan angkutan laut baik angkutan barang maupun angkutan penumpang baik angkutan dalam negeri maupun luar negeri. Peran armada nasional dalam mendorong upaya pemulihan ekonomi nasional masih kecil, terutama masih terjadinya defisit neraca berjalan dalam sub sektor transportasi laut, akibat kecilnya porsi pelayanan armada nasional baik dalam pelaksanaan jasa pelayanan angkutan laut dalam negeri maupun luar negeri. Pada tahun 2000 pangsa pasar armada laut nasional baik dalam angkutan barang dalam negeri maupun luar negeri masih rendah. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya ada kenaikan peran armada pelayaran nasional untuk angkutan luar negeri, namun terjadi penurunan peranannya untuk angkutan dalam negeri. Hal ini kemungkinan disebabkan telah selesai dan dioperasikannya kapal-kapal peti kemas pesanan pemerintah yang dioperasikan oleh PT. Djakarta Lloyd di pelayaran internasional. 

Sementara itu selama krisis ekonomi terjadi, anggaran pembangunan untuk pengembangan prasarana fasilitas pelabuhan dan keselamatan pelayaran diprioritaskan untuk merehabilitasi fasilitas yang ada sehingga diharapkan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Di samping itu dengan telah ditetapkannya tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk memenuhi sarana bantu navigasi seperti menara suar dan rambu suar. 

Kondisi jasa pelayanan transportasi udara yang mengalami penurunan sejak terjadinya krisis ekonomi baik pada penerbangan berjadwal dalam negeri maupun pada penerbangan berjadwal luar negeri telah menunjukkan peningkatan. Tahun 2000 telah terjadi peningkatan jumlah penumpang dan barang yang diangkut pada penerbangan berjadwal dalam negeri masing-masing sebesar 13,58 persen dan 14,04 persen. Faktor muatan untuk penumpang sudah mencapai 63,05 persen untuk penumpang dan 53,03 persen untuk barang. Pada penerbangan rute luar negeri yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan nasional juga sudah mengalami kenaikan sebesar 2,42 persen untuk penumpang diangkut dan 10,12 persen untuk barang yang diangkut. Besarnya faktor muatan pada penerbangan luar negeri mencapai 73,43 persen untuk penumpang diangkut dan 61,52 persen untuk barang. Kondisi ini mengakibatkan kemudahan pemakai jasa penerbangan menjadi berkurang. Kapasitas yang tersedia belum dapat memenuhi kebutuhan jumlah penumpang dan barang yang telah meningkat. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan penerbangan antara lain sebagian besar pesawat udara sudah melampaui umur ekonomis dan memerlukan biaya pemeliharaan yang cukup besar, pendapatan perusahaan tidak mampu memenuhi kebutuhan operasional dan pemeliharaan yang meningkat sebagai akibat biaya komponen impor yang cukup dominan, perusahaan penerbangan tidak mampu untuk mengoperasikan pesawat-pesawat yang sebagian besar disewa dari luar negeri. 

Kondisi sarana dan prasarana meteorologi dan geofisika pada tahun 2000 masih kurang dapat mendukung kegiatan peramalan cuaca secara baik, karena banyak fasilitas dan peralatan yang sudah melampaui umur ekonomis. Kondisi tersebut mengakibatkan rendahnya akurasi peramalan cuaca. 

Sedangkan kemampuan tindak awal pencarian dan penyelamatan dalam hal terjadinya kecelakaan pada tahun 2000 masih rendah, sehingga operasi pencarian dan penyelamatan belum dapat dilakukan dengan optimal. Penyebab utama adalah kurangnya peralatan pencarian dan penyelamatan, peralatan komunikasi, dan peralatan medis. Selain itu, kualitas sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan. 

Dalam hal pelayanan jasa telekomunikasi, krisis ekonomi telah mengakibatkan terhambatnya pembangunan baru fasilitas telekomunikasi, di samping tertundanya pengoperasian jasa-jasa baru, serta terganggunya mutu pelayanan dan pelaksanaan Kerjasama Operasi (KSO) yang melibatkan partisipasi swasta, baik dalam maupun luar negeri. Sementara itu, pihak PT. Telkom dan mitra KSO mesti mengubah Memorandum of Understanding (MoU), antara lain penurunan kapasitas yang harus dibangun dari 1,8 juta satuan sambungan (SS) menjadi 1,3 juta SS saja. Dalam tahun 1998/99 hanya berhasil dibangun sentral telepon sekitar 0,50 juta SS saja atau 42 persen dari yang ditargetkan. Di samping itu, penyediaan fasilitas telepon umum belum mencapai 3 persen dari jumlah telepon terpasang dan pembangunan oleh mitra KSO hanya berhasil membangun 1,4 juta SS dari 1,8 juta SS yang ditargetkan semula. Selama tahun 1999-2000 juga dapat dikatakan tidak terdapat pembangunan fasilitas telekomunikasi yang berarti. Hingga akhir tahun 2000 kapasitas sentral telepon mencapai 8,5 juta SS atau hanya bertambah 100 ribu SS dari tahun sebelumnya. Sedangkan fasilitas telepon umum di akhir tahun 2000 hanya bertambah 76 ribu SS dari tahun sebelumnya menjadi 345 ribu SS atau sekitar 4 persen dari kapasitas sentral.


0 comments:

Post a Comment