Penyakit Parkinson,
tidak diketahui penyebabnya secara jelas, sel saraf di bagian otak memproduksi
dopamin (substansia nigra) berkurang jumlahnya. Ini meyebabkan berkurangnya
jumlah dopamin yang tersedia. Selain itu, MAO-B menghabiskan dopamin yang tersedia,
sehingga tidak tersedia dopamin di otak. Hal ini merusak keseimbangan normal dopamin-asetilkolin
karena jumlah asetilkolin normal tetapi jumlah dopamin tidak cukup untuk
menjaga keseimbangan dengan asetilkolin. Oleh karena itu, ganglia basal dijaga
dari modifikasi jalur saraf yang mengontrol kontraksi otot. Sebagai hasilnya,
otot tegag terus, menyebabkan tremor,
joint rigidity, dan gerakan lambat. Kebanyakan obat yang digunakan
meningkatkan jumlah dopamin di otak atau melawan kerja asetilkolin.
Gambar 4. Perbedaan
sistem koordinasi yang normal dengan pada keadaan PD
Pasien yang mengalami “shaking palsy” menunjukkan hilangnya
pengaturan otot, peningkatan kekakuan otot, penghambatan gerakan, dan tremor.
Neuron dopamin pada otak tengah
menyampaikan sinyal yang mengatur fungsi motorik dan sedikit fungsi lain
seperti mood dan motivasi. Oleh
karena itu hilangnya sel saraf tersebut dapat menyebabkan munculnya
gejala-gejala parkinson. Dopamin adalah neurotransmiter yang menstimulasi
neuron motorik. Kekacauan yang ditimbulkan bersifat progresif (semakin lama
semakin parah) dan mempengaruhi berbagai daerah di otak termasuk substantia
nigra yang mengatur keseimbangan dan gerakan. Bila produksi dopamin berkurang,
sistem saraf motorik tidak mampu mengatur gerakan dan koordinasi. Oleh karena
itu parkinson digolongkan sebagai movement
disorder atau motor system disorder.
Penyebab dari
parkinson adalah kerusakan pada sel otak pada bagian substansia nigra (SN).
Substansia nigra mengontrol banyak tipe
dari pergerakan otot dengan melepaskan neurotransmitter yang disebut dopamin. Neurotransmiter merupakan
agen kimiawi yang menyampaikan sinyal elektrik antarsel otak. Dopamin diperlukan
untuk membawa sinyal saraf dari sel otak yang satu ke lainnya.
Parkinson
pada anak-anak muncul ketika saraf tidak sensitif terhadap dopamin, karena
kerusakan pada daerah SN di sel otak. Parkinson pada anak-anak jarang terjadi.
Ketika sel otak mengalami kematian di SN, dopamin yang dilepaskan menjadi tidak
cukup. Tanpa dopamin, sinyal tidak dapat disampaikan dari SN di sel otak ke
bagian lain di otak. Perintah dari otak yang digunakan untuk menggerakkan otot
menjadi tidak terlaksana. Kegitan berjalan, menulis, mencapai objek, dengan
gerakan dasar lainnya menjadi tidak dapat dilakukan dengan tepat. Otot-otot
untuk pergerakan menjadi lebih lemah.
Peneliti belum dapat menemukan penyebab
utama dari penyakit Parkinson. Mereka belum tahu mengapa SN di sel otak bisa
kehilangan kemampuannya untuk memproduksi dopamin. Beberapa peneliti berpikir
bahwa penyakit ini adalah keturunan.
Mereka percaya bahwa penyakit parkinson dapat diturunkan dari generasi ke
generasi. Peneliti lain berpikir bahwa faktor lingkungan mungkin berpengaruh.
Mereka percaya bahwa beberapa senyawa kimia tertentu di sekitar kita dapat
masuk ke dalam tubuh dan merusak SN di sel otak.
Walaupun dasar penyakit
parkinson secara seluler telah diketahui dengan baik, mekanisme molekuler yang
bertanggung jawab untuk neurodegenerasi dopamin masih belum diketahui. Ada bukti bahwa faktor genetik dan komponen
lingkungan ikut terlibat. Perkembangan
penyakit Parkinson pada suatu individu tidak jelas, penyebabnya
adalah kemungkinan kombinasi genetik dan faktor lingkungan dan mungkin
bervariasi antarindividu, walaupun belum ada yang mengetahui kombinasi seperti
apa yang terjadi. Meskipun penyebab dari parkinson belum diketahui, peneliti
telah mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan parkinson
pada beberapa pasien. Berikut informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh
sebagai penyebab parkinson:
1.
Genetik
Sekitar 15
sampai 25 % orang dengan parkinson mempunyai hubungan dalam penyakit tersebut. Dalam
studi epidemiologi yang lebih luas (studi meliputi kejadian, distribusi dan
kontrol penyakit tersebut dalam populasi), peneliti menemukan bahwa individu yang mempunyai hubungan dengan
generasi pertama yang terkena parkinson (orangtua atau saudara kandung)
mempunyai risiko yang lebih besar yaitu sekitar 2-3 kali lipat terhadap
perkembangan penyakit parkinson dibanding populasi pada umumnya. Ini berarti
bahwa jika orang tua kita mempunyai penyakit parkinson, kemungkinan kita untuk
terkena penyakit parkinson lebih besar dibanding populasi pada umumnya. Di antara
keluarga yang mempunyai kasus parkinson, pola warisan berbeda tergantung dari
gen yang termutasi.
Gen yang terkait dengan penyakit Parkinson
Pada 1997, di sebuah kota kecil di Italia selatan, dilakukan penelitian terhadap sejumlah keluarga yang mewariskan penyakit parkinson dari orang tua kepada anaknya (pewarisan dominan), Ditemukan gen yang menyebabkan pewarisan penyakit parkinson dan mengkode protein yang disebut α-synuclein. Pada studi terhadap otak penderita parkinson yang telah meninggal, ditemukan akumulasi protein yang disebut Lewy Bodies. Penelitan menunjukkan bahwa ada sejumlah protein α-synuclein di Lewy Bodies penderita parkinson tak terwariskan sebaik pada otak penderita parkinson terwariskan. Hal ini menyatakan bahwa α-synuclein berperan penting di semua jenis penyakit parkinson.
Sejak 1997, ditemukan empat gen lainnya yang dinamakan parkin, DJ1, PINK1, dan LRRK2. Parkin ditemukan pada individu yang saudara kandungnya menderita parkinson tetapi orang tua mereka tidak menderita parkinson (pewarisan resesif). Dimungkinkan gen ini terlibat pada penyakit parkinson dengan onset yang terlalu awal (sebelum usia 30 tahun) atau pada pewarisan dominan penyakit parkinson tetapi ini belum dapat dipastikan. LRRK2 terdapat pada keluarga dengan pewarisan dominan. Dari tes genetik, Parkin terdapat pada penderita Parkinson sebelum umur 30 tahun. PINK1 jarang menyebabkan penyakit Parkinson terwariskan.
Mutasi pada gen LRRK2, PARK2,
PARK7, dan SNCA menyebabkan Parkinson. Gen GBA, SNCAIP, dan UCHL1 berhubungan
dengan Parkinson. Kebanyakan kasus parkinson diklasifikasikan secara sporadis
dan berlangsung pada orang dengan riwayat disorder
yang tidak nampak dalam keluarganya. Meskipun kasus ini tidak jelas, kasus sporadis
kemungkinan merupakan hasil gabungan dari interaksi kompleks antara lingkungan
dan faktor genetik. Sekitar 15 % dari orang yang terkena parkinson mempunyai
riwayat keluarga atas disorder
tersebut. Kasus ini terjadi karena mutasi pada gen LRRK2, PARK2, PARK7, dan SNCA,
atau pada penggantian gen-gen tersebut sehingga tidak dapat dikenali. Mutasi
pada beberapa gen tersebut juga memainkan peranan penting dalam munculnya kasus
yang sporadis tersebut.
Ini tidak sepenuhnya dipahami
bahwa mutasi pada gen LRRK2, PARK2, PARK7, dan SNCA dapat menyebabkan parkinson.
Beberapa mutasi muncul untuk mengganggu pembuatan protein di mana terjadi
panghancuran pada protein yang tidak diinginkan. Sebagai hasilnya, protein yang
belum masak terakumulasi, menyebabkan perusakan atau kematian pada neuron yang
memproduksi dopamin. Mutasi lain mungkin melibatkan mitokondria yaitu organel
dalam sel yang memproduksi energi. Sebagai produk samping dari produksi energi,
mitokondria menghasilkan molekul yang tidak stabil disebut radikal bebas yang
dapat merusak sel. Secara normal, sel dapat menetralkan radikal bebas tetapi
beberapa gen termutasi mungkin mengganggu proses penetralan tersebut. Sebagai
hasilnya, radikal bebas akan terakumulasi dan merusak atau membunuh neuron
penghasil dopamin.
Pada beberapa keluarga,
penggantian gen GBA, SNCAIP, atau UCHL1 nampak sebagai modifikasi dari faktor yang
menyebabkan berkembangnya parkinson. Peneliti telah mengidentifikasi beberapa
perubahan genetik yang mungkin mereduksi risiko dari perkembangan parkinson,
sedangkan gen yang lain terlihat meningkatkan risiko terjadinya parkinson.
Penyakit parkinson
diwariskan dari pola pendesakan aotusomal jika gen PARK2, PARK7, atau PINK1
terlibat di dalamnya. Tipe dari pewarisan ini adalah masing-masing sel mempunyai dua kopi dari
gen termutasi. Seringnya, orang tua dari individu yang mengalami pendesakan autosomal
adalah karier dari proses satu pengkopian dari gen termutasi tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda dan simptom dari peristiwa disorder ini. Peningkatan resiko dari penyakit parkinson atau
parkinsonism dihubungkan dengan mutasi pada gen GBA yang diwariskan dari pola
pendesakan autosomal.
Mutasi SNCAIP dan UCHL1
diidentifikasi pada sedikit individu. Ini masih belum jelas apakah mutasi ini
berhubungan dengan panyakit Parkinson, dan pola pewarisan belum diketahui. Salah
satu penelitian mengenai hubungan antara faktor genetis dengan parkinson
dilakukan oleh Dr. Caroline Tanner. Pada studi monozigot dan dizigot pada kasus
kembar, menunjukkan bahwa ketika salah satu saudara kembar mempunyai penyakit parkinson,
perkembangan penyakit parkinson pada saudara kembar yang lain lebih dapat
teridentifikasi.
Penyebab utama dari Parkinson
bukan semata-mata karena warisan, tetapi peneliti menemukan beberapa gen yang
dapat menyebabkan Parkinson pada sebagian kecil keluarga. Beberapa dari gen ini
termasuk dalam protein yang mempunyai peranan dalam fungsi sel dopamin.
Penelitian terbaru, penyakit
Parkinson tidak hanya disebabkan karena faktor pewarisan, dan penelitian sekarang
lebih ditujukan pada faktor risiko dari lingkungan seperti infeksi viral dan
neurotoksin. Bagaimanapun, keluarga yang mempunyai riwayat yang positif
parkinson berisiko peningkatan faktor risiko dari parkinson, sebuah pandangan
yang telah diumumkan tahun sebelumnya
ketika beberapa gen yang menyebabkan parkinson terpetakan dalam kromosom empat.
Mutasi dari gen ini diketahui berhubungan dengan beberapa keluarga yang terkena
parkinson. Produk dari gen ini, sebuah protein yang disebut α-synuclein,
sebuah fragmen yang diketahui menjadi konstituen dari penyakit Alzheimer. Mutasi
protein α-synuclein, yang ditemukan beragregasi di
otak pasien parkinson, menimbulkan sindrom parkinsonisme. Mutasi pada gen kedua
yang disebut DJ-1 sebelumnya telah dihubungkan dengan pestisida paraquat dalam penelitian yang tidak
berhubungan pada sel stress dan spesies oksigen reaktif (ROS = Reactive Oxygen Species), dan telah
dihubungkan dengan toksisitas neuron dopamin. Spesies oksigen reaktif adalah
hasil samping molekuler dari metabolisme oksigen yang bereaksi dengan komponen
sel yang rusak seperti protein dan DNA, dan ada bukti dari studi postmortem bahwa spesies oksigen reaktif
memiliki peranan dalam penyakit parkinson.
Bagian dari tantangan
menguraikan kontribusi relatif dari semua komponen pokok dari kesulitan dalam
menemukan sebuah model yang dapat menirukan secara tepat hilangnya sel dopamin.
Dalam dua paper yang dipublikasikan PloS
Biology mangemukakan kasus bahwa model berdasarkan sel stem embrionik tikus
memberikan hasil yang menjanjikan untuk membedah mekanisme parkinson. Bekerja
dengan sel-sel tersebut, para peneliti melaporkan bahwa sel yang defisiensi
DJ-1 khususnya neuron dopamin yang defisien DJ-1 menunjukkan sensitifitas yang
tinggi untuk oxydative stress.
Dalam paper pertama, untuk
membuktikan hipotesis bahwa DJ-1 memperbesar respon seluler karena oxydative stress, Abeliovich membuat sel
stem embrionik kakurangan DJ-1 yang fungsional dan memaparkannya dengan
hidrogen peroksida, sebuah oksidator
kuat. Dibandingkan dengan sel normal, mutan DJ-1 menunjukkan tanda toksisitas
yang lebih besar dan level yang lebih tinggi dari sel yang mati. Kerusakan ini
diperbaiki saat peneliti memperkenalkan lagi protein pada mutan, yang membentuk
responsibilitas DJ-1 untuk kerusakan tersebut.DJ-1 melindungi dari kerusakan
oksidatf, hasilnya menunjukkan tidak melalui penghambatan akumulasi spesies
oksigen reaktif yaitu hidrogen peroksida, tapi dengan meringankan kerusakan
yang dibuat.
Abeliovich kemudian
menyelidiki fungsi DJ-1 pada neuron dopamin dengan menginduksi mutan dan
mengatur sel stem embrionik untuk berdiferensiasi dalam kultur sel. Produksi dopamin secara signifikan
berkurang dalam kultur yang kekurangan DJ-1 dibandingkan dengan kultur kontrol.
Seperti sel stem embrionik yang kekurangan DJ-1, mutan dopamin DJ-1 mudah
diserang oxydative stress. Kekurangan
DJ-1 menyebabkan berkurangnya sel saraf dopamin untuk survival. Penghambatan
aktivitas DJ-1 pada neuron dari otak tengah tikus embrionik memberikan hasil yang
sama.
Pada paper
kedua, Abielovich menggunakan probe, basis moleluker dari DJ-1. Ada beberapa
jalur berkenaan dengan bagaimana fungsi DJ-1. Berdasarkan homologi gen yang
berhubungan, termasuk peranan potensial sebagai protein molekuler chaperon.
Protein chaperon muncul saat pelipatan atau pelipatan ulang protein rusak, jadi
memiliki peranan utama dalam respon seluler terhadap oxydative stress. Abeliovich menemukan bahwa DJ-1 berperan sebagai
molekul chaperon yang tidak biasa yang secara spesifik diinduksi di bawah
kondisi oksidatif, berperan untuk mencegah agregasi protein seluler. Yang
menarik, para peneliti meneruskan untuk menunjukkan bahwa satu substrat DJ-1
aktivitasnya sebagai α-synuclein,
jadi menyediakan mekanisme yang mungkin yang menghubungkan dua molekul yang
terlibat dalam penyakit parkinson. Akhirnya, hasil yang didapat mendukung
adanya hubungan antara toksin yang diinduksi kerusakan oksidatif dan penyakit,
dan menyediakan sebuah jalur model untuk mempelajari mekanisme molekuler dari
penyakit neurodegeneratif.
2. Faktor lingkungan
Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penyakit Parkinson mungkin merupakan hasil dari pemaparan
neurotoksin dari lingkungan dan infeksi viral. Penelitian epidemiologi telah
mengidentifikasi beberapa faktor yang mungkin berhubungan dengan penyakit parkinson,
termasuk penggunaan herbisida, pemaparan dari pestisida, dan kombinasi logam
berat (contoh: kombinasi dari tembaga dan besi). Orang yang terpapar senyawa
ini, memiliki kemungkinan yang besar untuk terkena parkinson. Pemaparan dari
toksin lingkungan, seperti pestisida yang menghambat produksi dopamin dan
memproduksi radikal bebas (Reactive
Oxygen Species) dan mengoksidasi penyebab kerusakan mungkin termasuk salah
satu faktor risiko. Ini mungkin bahwa radikal bebas-molekul perusak yang
potensial dan tidak stabil yang kekurangan elektron-berperan dalam degenerasi
sel yang memproduksi dopamin. Radikal bebas menambah elektron dengan bereaksi
dengan molekul di dekatnya dalam proses yang disebut oksidasi, yang dapat
merusak sel saraf. Agen kimiawi yang disebut antioksidan secara normal melindungi sel dari
tekanan oksidasi dan kerusakan. Jika aksi antioksidan gagal dalam melindungi
sel saraf yang memproduksi dopamin, maka akan terjadi kerusakan, dan sebagai
konsekuensinya penyakit Parkinson dapat berkembang.
Disfungsional dari mekanisme
antioksidasi berhubungan dengan peningkatan usia, di mana akselerasi dari
perubahan yang disebabkan karena usia dalam memproduksi dopamin mungkin menjadi
salah satu faktor. Risiko meningkat seiring bertambahnya umur, di mana parkinson
biasanya terdapat pada pertengahan atau tahun-tahun terakhir kehidupan. Orang
di atas usia 60 tahun mempunyai risiko 2-4 % untuk terkena parkinson,
dibandingkan dengan 1-2 % risiko pada kebanyakan orang. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai risiko yang
lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan, namun alasan mengenai hal ini
belum dapat diketahui.
Sejauh
ini hanya sedikit senyawa kimia yang ditemukan dapat menyebabkan gejala parkinson. Penelitian
mengenai pengaruh faktor lingkungan yang menyebabkan Parkinson mulai berkembang
sejak awal 1980-an ketika suatu agen heroin sintetik dapat menyebabkan
parkinsonism intermediet maupun permanen (lebih sering parkinson permanen)
ketika diinjeksikan secara intravena. Senyawa pertama yang ditemukan dalam agen
tersebut adalah MPTP (1-metil-4-fenil-1,2,5,6-tetrahidropiridin), sebuah
komponon yang strukturnya mirip dengan beberapa herbisida atau pestisida. Toksisitas
dari MPTP terjadi karena pembentukan ROS melalui hidroksilasi tirosin. MPTP
kadang-kadang ditambahkan dalam obat ilegal. Orang yang secara mengkonsumsi
MPTP mulai menunjukkan gejala Parkinson dalam beberapa jam. Toksin yang lain yaitu
mangan dapat menyebabkan anoksia otak.
Toksin yang lain adalah paraquat (herbisida) kombinasi dengan maneb
(fungisida), rotenone (insektisida), dan pestisida organoklorin yang
spesifik termasuk dieldrin dan lindane. Banyak penelitian
menemukan peningkatan penyakit Parkinson pada orang yang mengkonsumsi air di daerah
pedesaan, yang secara teoretis air konsumsi tersebut telah terpapari pestisida.
Ini sependapat dengan hipotesis yang menunjukkan hubungan antara dose-dependent dengan peningkatan parkinson
pada orang yang terkena senyawa kimia untuk pertanian.
Faktor lingkungan tidak begitu berguna dalam diagnosis dari parkinson
pada individu. Faktanya, tidak ada kesimpulan yang menyakinkan yang
menyatakan bahwa hanya faktor lingkungan saja yang menjadi penyebab
dari Parkinson. Bagaimnapun faktor lingkungan hanya membantu studi model
laboratorium dari parkinson. Penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan
untuk menegakkan adanya hubungan yang lebih konkret.
Hal yang menarik adalah adanya
faktor lingkungan yang mengurangi resiko dari parkinson. Faktor pertama yang
paling konsisten dalam hubungannya dengan penurunan risiko dari penyakit parkinson
adalah merokok sigaret, yang sudah ditunjukkan dengan beberapa studi. Hal ini
tidak diketahui mengapa merokok mempunyai efek proteksi secara alami. Walaupun
demikian, efek negatif dari merokok terhadap kesehatan sangat berbahaya,
walaupun kelebihannya sebagai pengurang faktor risiko terjadinya penyakit parkinson.
Merokok bukan strategi yang direkomendasikan untuk menghindari parkinson.
Konsumsi kafein juga
berhubungan dengan pengurangan resiko dari penyakit parkinson. Pada wanita,
terapi penggantian hormon nampaknya berhubungan dengan pengurangan kejadian
pada wanita yang mengkonsumsi sejumlah kecil dari kafein, tetapi mungkin
beresiko pada konsumsi lebih dari lima cangkir kopi sehari.
3. Trauma dikepala
Risiko orang
yang mengalami trauma di kepala untuk terkena parkinson lebih besar di banding
populasi pada umumnya. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mendapat luka di
kepala empat kali lebih besar resiko untuk perkinson dibanding orang yang tidak
pernah mendapat ;luka di kepala. Walaupun trauma kepala jarang terjadi namun
kontribusinya terhadap penyakit Parkinson sangat berarti.
4. Induksi obat
Antipsikotik yang digunakan
untuk pengobatan schizophrenia dan psychosis,
dapat menginduksi gejala parkinson dengan menurunkan aktivitas dopaminergik.
Karena feedback inhibition, L-dopa
dapat menyebabkan gejala dari parkinson yang pada awalnya menurunkan. Agonis
dopamin juga dapat berkontribusi terhadap gejala parkinson dengan meningkatkan
sensitivitas dari reseptor dopamin.
Parkinson
dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pada umumnya, parkinson terjadi pada
orang yang berusia lebih dari 50 tahun (disebut late onset). Bila tanda-tanda dan gejalanya muncul sebelum usia 50
tahun disebut early onset. Dalam
banyak kasus parkinson, deposit protein yang disebut Lewy muncul saat neuron
yang memproduksi dopamin mati. Akan tetapi masih belum jelas apakah protein
Lewy memiliki peranan dalam membunuh sel saraf atau bagian dari proses untuk
mempertahankan diri.
Penyakit parkinson adalah
penyebab parkinsonisme, sejumlah gangguan pada gerakan yang memiliki kesamaan
bentuk dan gejala. Penyakit parkinson juga disebut parkinsonisme primer atau
penyakit parkinson idiopatik (idiopatik berarti tidak ada yang mengetahui
penyebabnya dengan pasti). Walaupun sebagian besar parkinsonisme bersifat
idiopatik, ada beberapa kasus dimana gejala yang muncul disebabkan karena
toksisitas, obat, mutasi genetik, trauma, dan lain-lain.
C. Gejala
Penyakit
parkinson dapat dikenali melalui gejala-gejala yang ditimbulkannya. Gejala awal
dari parkinson terjadi secara bertahap dan hampir tidak kelihatan. Orang yang
mengalami parkinson merasakan adanya sedikit getaran, mengalami kesulitan saat
berdiri dari kursi, bicaranya terlalu pelan, kemampuan menulisnya melambat dan
tulisannya tampak kecil, merasa lelah, ataupun depresi tanpa alasan yang jelas.
Gejala-gejala ini dapat terjadi untuk waktu yang lama sebelum gejala yang nyata tampak.
Sejalan
dengan perkembangan penyakit parkinson, getaran mulai tampak pada kegiatan
sehari-hari yang dilakukan dan berkembang sedemikian rupa, disebut parkinsonian gait yang meliputi
kecenderungan untuk condong ke depan, langkah cepat (festinasi), berkurangnya
ayunan lengan, kesulitan untuk memulai gerakan, dan berhenti secara tiba-tiba
saat berjalan.
Gejala yang dialami oleh tiap pasien tidaklah
selalu sama. Tremor bisa menjadi gejala utama oleh sebagian orang sementara
untuk orang lain tremor hanyalah gejala minor. Gejala penyakit parkinson
seringnya dimulai pada salah satu sisi dari tubuh. Walaupun begitu, sejalan
dengan perkembangannya, dapat mempengaruhi kedua sisi dari tubuh, dimana pada
salah satu sisinya kurang nyata dibanding sisi yang lain.
Gejala yang ditimbulkan dapat
berupa motor symptoms maupun non-motor symptoms. Pada motor symptoms, ada empat gejala motorik
utama yang muncul pada penyakit parkinson, yaitu :
- Tremor. Getaran yang dimulai di tangan, lengan, rahang, atau wajah. Getaran ini dapat menyebar, kadang hanya mempengaruhi satu sisi dari badan. Tremor tampak nyata saat otot relaksasi atau saat penderita mengalami stress, dan menghilang selama tidur atau saat otot bergerak dengan sengaja.
- Rigidity. Rigiditas disebut juga peningkatan muscle tone, yang berarti kekakuan dari otot. Normalnya otot merenggang saat bergerak, dan relaks saat istirahat. Pada rigiditas, muscle tone dari anggota gerak selalu kaku dan tidak mengalami relaksasi. Contohnya seorang yang mengalami rigidity tidak dapat mengayunkan tangannya saat berjalan karena ototnya terlalu kaku.
- Bradikinesia. Bradikinesia adalah keadaan dimana seseorang kehilangan kemampuan untuk bergerak secara spontan, semua gerakan menjadi sangat lambat dan tidak sempurna, sulit untuk memulai gerakan, dan tiba-tiba berhenti bergerak, dan festinasi (langkah yang pendek dan kaku saat berjalan).
- Postural instability. Keseimbangan dan koordinasi menjadi terganggu, cenderung untuk condong ke depan atau ke belakang, badan menjadi bungkuk. Gejala ini dikombinasikan dengan bradikinesia meningkatkan frekuensi jatuh oleh karena itu biasanya berjalan cepat dengan langkah kecil-kecil untuk mengurangi frekuensi jatuh.
Selain keempat gejala di atas,
ada gejala motorik lain yang terjadi pada penyakit parkinson seperti gangguan
cara berjalan dan postur tubuh, gangguan bicara dan menelan, kelelahan, sulit
untuk berguling, micrographia (tulisan
tangan menjadi kecil), sulit berdiri dari kursi, dan lain-lain.
Sedangkan pada Non-motor symptoms meliputi:
- Depresi. Depresi terjadi pada awal munculnya penyakit parkinson, bahkan sebelum gejala lain tampak. Depresi dapat diatasi melalui pengobatan antidepresan.
- Perubahan emosi. Beberapa orang yang menglami parkinson merasa takut dan gelisah. Mungkin mereka merasa tidak dapat mengatasi situasi yang baru, mereka tidak mau keluar atau bersosialisasi dengan teman-temannya, beberapa kehilangan motivasi dan menjadi pesimis.
- Kesulitan menelan dan mengunyah. Otot yang berperan dalam menelan makanan, kerjanya menjadi kurang efektif. Makanan dan saliva dikumpulkan dalam mulut dan masuk ke dalam tenggorokan sehingga menyebabkan tersedak dan juga mengeluarkan air liur (drooling).
- Perubahan bicara. Separuh penderita penyakit parkinson memiliki masalah dengan bicara. Mereka bicara terlalu lembut (pelan) atau monoton, sulit untuk mulai berbicara, mengulang kata-kata, atau bicara terlalu cepat.
- Gangguan pembuangan urin maupun konstipasi. Pada beberapa pasien, bladder dan konstipasi dapat terjadi sehubungan dengan fungsi yang abnormal dari sistem saraf otonom yang bertanggung jawab terhadap regulasi aktivitas otot polos. Konstipasi dapat terjadi karena saluran intestinal bekerja lebih lambat, atau kurangnya cairan yang diminum.
- Gangguan pada kulit. Kulit di wajah menjadi berminyak, tepatnya pada dahi dan kedua sisi hidung. Kulit kepala juga dapat berminyak sehingga menyebabkan munculnya ketombe. Pada kasus lain kulit bisa menjadi sangat kering. Masalah ini juga disebabkan karena sistem saraf otonom tidak dapat berfungsi dengan baik.
- Gangguan tidur. Gangguan tidur biasa terjadi pada penderita parkinson, meliputi sulit tidur pada waktu malam, mimpi buruk, drowsiness atau mendadak tidur seharian.
- Demetia atau gangguan kognitif. Beberapa penderita parkinson memiliki masalah memori dan lambat berpikir. Pada beberapa kasus, masalah kognitif menjadi makin parah, menuju suatu kondisi yang disebut demetia yang dapat mempengaruhi memori, kemampuan bersosialisasi, bahasa, dan kemampuan mental lain. Hingga saat ini belum ada cara untuk menghentikan demetia, tetapi rivastigmin dan donepezil dapat mengurangi gejala yang timbul.
- Hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah secara tiba-tiba saat orang berdiri dari posisi berbaring. Hal ini dapat menyebabkan pusing dan bahkan kehilangan keseimbangan. Pada penyakit parkinson, masalah ini disebabkan karena hilangnya akhir saraf pada sistem saraf simpatik yang mengatur detak jantung dan tekanan darah.
- Disfungsi seksual. Penyakit parkinson menyebabkan disfungsi erektil karena efeknya pada sinyal saraf dari otak atau karena sirkulasi darah yang buruk. Penggunaan antidepresan juga dapat menyebabkan penurunan fungsi seksual.
0 comments:
Post a Comment