Penyebab Penyakit Parkinson



Penyakit Parkinson, tidak diketahui penyebabnya secara jelas, sel saraf di bagian otak memproduksi dopamin (substansia nigra) berkurang jumlahnya. Ini meyebabkan berkurangnya jumlah dopamin yang tersedia. Selain itu, MAO-B menghabiskan dopamin yang tersedia, sehingga tidak tersedia dopamin di otak. Hal ini merusak keseimbangan normal dopamin-asetilkolin karena jumlah asetilkolin normal tetapi jumlah dopamin tidak cukup untuk menjaga keseimbangan dengan asetilkolin. Oleh karena itu, ganglia basal dijaga dari modifikasi jalur saraf yang mengontrol kontraksi otot. Sebagai hasilnya, otot tegag terus, menyebabkan tremor, joint rigidity, dan gerakan lambat. Kebanyakan obat yang digunakan meningkatkan jumlah dopamin di otak atau melawan kerja asetilkolin.


Gambar 4. Perbedaan sistem koordinasi yang normal dengan pada keadaan PD

Pasien yang mengalami “shaking palsy” menunjukkan hilangnya pengaturan otot, peningkatan kekakuan otot, penghambatan gerakan, dan tremor. Neuron dopamin pada otak tengah  menyampaikan sinyal yang mengatur fungsi motorik dan sedikit fungsi lain seperti mood dan motivasi. Oleh karena itu hilangnya sel saraf tersebut dapat menyebabkan munculnya gejala-gejala parkinson. Dopamin adalah neurotransmiter yang menstimulasi neuron motorik. Kekacauan yang ditimbulkan bersifat progresif (semakin lama semakin parah) dan mempengaruhi berbagai daerah di otak termasuk substantia nigra yang mengatur keseimbangan dan gerakan. Bila produksi dopamin berkurang, sistem saraf motorik tidak mampu mengatur gerakan dan koordinasi. Oleh karena itu parkinson digolongkan sebagai movement disorder atau motor system disorder.

Penyebab dari parkinson adalah kerusakan pada sel otak pada bagian substansia nigra (SN). Substansia nigra mengontrol banyak tipe dari pergerakan otot dengan melepaskan neurotransmitter yang disebut dopamin. Neurotransmiter merupakan agen kimiawi yang menyampaikan sinyal elektrik antarsel otak. Dopamin diperlukan untuk membawa sinyal saraf dari sel otak yang satu ke lainnya.
Parkinson pada anak-anak muncul ketika saraf tidak sensitif terhadap dopamin, karena kerusakan pada daerah SN di sel otak. Parkinson pada anak-anak jarang terjadi. Ketika sel otak mengalami kematian di SN, dopamin yang dilepaskan menjadi tidak cukup. Tanpa dopamin, sinyal tidak dapat disampaikan dari SN di sel otak ke bagian lain di otak. Perintah dari otak yang digunakan untuk menggerakkan otot menjadi tidak terlaksana. Kegitan berjalan, menulis, mencapai objek, dengan gerakan dasar lainnya menjadi tidak dapat dilakukan dengan tepat. Otot-otot untuk pergerakan menjadi lebih lemah.

Peneliti belum dapat menemukan penyebab utama dari penyakit Parkinson. Mereka belum tahu mengapa SN di sel otak bisa kehilangan kemampuannya untuk memproduksi dopamin. Beberapa peneliti berpikir bahwa penyakit ini adalah keturunan. Mereka percaya bahwa penyakit parkinson dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Peneliti lain berpikir bahwa faktor lingkungan mungkin berpengaruh. Mereka percaya bahwa beberapa senyawa kimia tertentu di sekitar kita dapat masuk ke dalam tubuh dan merusak SN di sel otak.

Walaupun dasar penyakit parkinson secara seluler telah diketahui dengan baik, mekanisme molekuler yang bertanggung jawab untuk neurodegenerasi dopamin masih belum diketahui. Ada bukti bahwa faktor genetik dan komponen lingkungan ikut terlibat. Perkembangan penyakit Parkinson pada suatu individu tidak jelas, penyebabnya adalah kemungkinan kombinasi genetik dan faktor lingkungan dan mungkin bervariasi antarindividu, walaupun belum ada yang mengetahui kombinasi seperti apa yang terjadi. Meskipun penyebab dari parkinson belum diketahui, peneliti telah mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan parkinson pada beberapa pasien. Berikut informasi mengenai faktor-faktor yang berpengaruh sebagai penyebab parkinson:

1.      Genetik
Sekitar 15 sampai 25 % orang dengan parkinson mempunyai hubungan dalam penyakit tersebut. Dalam studi epidemiologi yang lebih luas (studi meliputi kejadian, distribusi dan kontrol penyakit tersebut dalam populasi), peneliti menemukan bahwa  individu yang mempunyai hubungan dengan generasi pertama yang terkena parkinson (orangtua atau saudara kandung) mempunyai risiko yang lebih besar yaitu sekitar 2-3 kali lipat terhadap perkembangan penyakit parkinson dibanding populasi pada umumnya. Ini berarti bahwa jika orang tua kita mempunyai penyakit parkinson, kemungkinan kita untuk terkena penyakit parkinson lebih besar dibanding populasi pada umumnya. Di antara keluarga yang mempunyai kasus parkinson, pola warisan berbeda tergantung dari gen yang termutasi. 

Gen yang terkait dengan penyakit Parkinson

Pada 1997, di  sebuah kota kecil di Italia selatan, dilakukan penelitian terhadap sejumlah keluarga yang mewariskan penyakit parkinson dari orang tua kepada anaknya (pewarisan dominan), Ditemukan gen yang menyebabkan pewarisan penyakit parkinson dan mengkode protein yang disebut α-synuclein. Pada studi terhadap otak penderita parkinson yang telah meninggal, ditemukan akumulasi protein yang disebut Lewy Bodies. Penelitan menunjukkan bahwa ada sejumlah protein α-synuclein di Lewy Bodies penderita parkinson tak terwariskan sebaik pada otak penderita parkinson terwariskan. Hal ini menyatakan bahwa α-synuclein berperan penting di semua jenis penyakit parkinson.

 

Sejak 1997, ditemukan empat gen lainnya yang dinamakan parkin, DJ1, PINK1, dan LRRK2. Parkin ditemukan pada individu yang saudara kandungnya menderita parkinson tetapi orang tua mereka tidak menderita parkinson (pewarisan resesif). Dimungkinkan gen ini terlibat pada penyakit parkinson dengan onset yang terlalu awal (sebelum usia 30 tahun) atau pada pewarisan dominan penyakit parkinson tetapi ini belum dapat dipastikan. LRRK2 terdapat pada keluarga dengan pewarisan dominan. Dari tes genetik, Parkin terdapat pada penderita Parkinson sebelum umur 30 tahun. PINK1 jarang menyebabkan penyakit Parkinson terwariskan.

Mutasi pada gen LRRK2, PARK2, PARK7, dan SNCA menyebabkan Parkinson. Gen GBA, SNCAIP, dan UCHL1 berhubungan dengan Parkinson. Kebanyakan kasus parkinson diklasifikasikan secara sporadis dan berlangsung pada orang dengan riwayat disorder yang tidak nampak dalam keluarganya. Meskipun kasus ini tidak jelas, kasus sporadis kemungkinan merupakan hasil gabungan dari interaksi kompleks antara lingkungan dan faktor genetik. Sekitar 15 % dari orang yang terkena parkinson mempunyai riwayat keluarga atas disorder tersebut. Kasus ini terjadi karena mutasi pada gen LRRK2, PARK2, PARK7, dan SNCA, atau pada penggantian gen-gen tersebut sehingga tidak dapat dikenali. Mutasi pada beberapa gen tersebut juga memainkan peranan penting dalam munculnya kasus yang sporadis tersebut.
Ini tidak sepenuhnya dipahami bahwa mutasi pada gen LRRK2, PARK2, PARK7, dan SNCA dapat menyebabkan parkinson. Beberapa mutasi muncul untuk mengganggu pembuatan protein di mana terjadi panghancuran pada protein yang tidak diinginkan. Sebagai hasilnya, protein yang belum masak terakumulasi, menyebabkan perusakan atau kematian pada neuron yang memproduksi dopamin. Mutasi lain mungkin melibatkan mitokondria yaitu organel dalam sel yang memproduksi energi. Sebagai produk samping dari produksi energi, mitokondria menghasilkan molekul yang tidak stabil disebut radikal bebas yang dapat merusak sel. Secara normal, sel dapat menetralkan radikal bebas tetapi beberapa gen termutasi mungkin mengganggu proses penetralan tersebut. Sebagai hasilnya, radikal bebas akan terakumulasi dan merusak atau membunuh neuron penghasil dopamin.
Pada beberapa keluarga, penggantian gen GBA, SNCAIP, atau UCHL1 nampak sebagai modifikasi dari faktor yang menyebabkan berkembangnya parkinson. Peneliti telah mengidentifikasi beberapa perubahan genetik yang mungkin mereduksi risiko dari perkembangan parkinson, sedangkan gen yang lain terlihat meningkatkan risiko terjadinya parkinson.
 
Penyakit parkinson diwariskan dari pola pendesakan aotusomal jika gen PARK2, PARK7, atau PINK1 terlibat di dalamnya. Tipe dari pewarisan ini adalah masing-masing sel mempunyai dua kopi dari gen termutasi. Seringnya, orang tua dari individu yang mengalami pendesakan autosomal adalah karier dari proses satu pengkopian dari gen termutasi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda dan simptom dari peristiwa disorder ini. Peningkatan resiko dari penyakit parkinson atau parkinsonism dihubungkan dengan mutasi pada gen GBA yang diwariskan dari pola pendesakan autosomal.

Mutasi SNCAIP dan UCHL1 diidentifikasi pada sedikit individu. Ini masih belum jelas apakah mutasi ini berhubungan dengan panyakit Parkinson, dan pola pewarisan belum diketahui. Salah satu penelitian mengenai hubungan antara faktor genetis dengan parkinson dilakukan oleh Dr. Caroline Tanner. Pada studi monozigot dan dizigot pada kasus kembar, menunjukkan bahwa ketika salah satu saudara kembar mempunyai penyakit parkinson, perkembangan penyakit parkinson pada saudara kembar yang lain lebih dapat teridentifikasi. 

Penyebab utama dari Parkinson bukan semata-mata karena warisan, tetapi peneliti menemukan beberapa gen yang dapat menyebabkan Parkinson pada sebagian kecil keluarga. Beberapa dari gen ini termasuk dalam protein yang mempunyai peranan dalam fungsi sel dopamin.

Penelitian terbaru, penyakit Parkinson tidak hanya disebabkan karena faktor pewarisan, dan penelitian sekarang lebih ditujukan pada faktor risiko dari lingkungan seperti infeksi viral dan neurotoksin. Bagaimanapun, keluarga yang mempunyai riwayat yang positif parkinson berisiko peningkatan faktor risiko dari parkinson, sebuah pandangan yang  telah diumumkan tahun sebelumnya ketika beberapa gen yang menyebabkan parkinson terpetakan dalam kromosom empat. Mutasi dari gen ini diketahui berhubungan dengan beberapa keluarga yang terkena parkinson. Produk dari gen ini, sebuah protein yang disebut α-synuclein, sebuah fragmen yang diketahui menjadi konstituen dari penyakit Alzheimer. Mutasi protein α-synuclein, yang ditemukan beragregasi di otak pasien parkinson, menimbulkan sindrom parkinsonisme. Mutasi pada gen kedua yang disebut DJ-1 sebelumnya telah dihubungkan dengan pestisida paraquat dalam penelitian yang tidak berhubungan pada sel stress dan spesies oksigen reaktif (ROS = Reactive Oxygen Species), dan telah dihubungkan dengan toksisitas neuron dopamin. Spesies oksigen reaktif adalah hasil samping molekuler dari metabolisme oksigen yang bereaksi dengan komponen sel yang rusak seperti protein dan DNA, dan ada bukti dari studi  postmortem bahwa spesies oksigen reaktif memiliki peranan dalam penyakit parkinson.

Bagian dari tantangan menguraikan kontribusi relatif dari semua komponen pokok dari kesulitan dalam menemukan sebuah model yang dapat menirukan secara tepat hilangnya sel dopamin. Dalam dua paper yang dipublikasikan PloS Biology mangemukakan kasus bahwa model berdasarkan sel stem embrionik tikus memberikan hasil yang menjanjikan untuk membedah mekanisme parkinson. Bekerja dengan sel-sel tersebut, para peneliti melaporkan bahwa sel yang defisiensi DJ-1 khususnya neuron dopamin yang defisien DJ-1 menunjukkan sensitifitas yang tinggi untuk oxydative stress

Dalam paper pertama, untuk membuktikan hipotesis bahwa DJ-1 memperbesar respon seluler karena oxydative stress, Abeliovich membuat sel stem embrionik kakurangan DJ-1 yang fungsional dan memaparkannya dengan hidrogen peroksida,  sebuah oksidator kuat. Dibandingkan dengan sel normal, mutan DJ-1 menunjukkan tanda toksisitas yang lebih besar dan level yang lebih tinggi dari sel yang mati. Kerusakan ini diperbaiki saat peneliti memperkenalkan lagi protein pada mutan, yang membentuk responsibilitas DJ-1 untuk kerusakan tersebut.DJ-1 melindungi dari kerusakan oksidatf, hasilnya menunjukkan tidak melalui penghambatan akumulasi spesies oksigen reaktif yaitu hidrogen peroksida, tapi dengan meringankan kerusakan yang dibuat.
Abeliovich kemudian menyelidiki fungsi DJ-1 pada neuron dopamin dengan menginduksi mutan dan mengatur sel stem embrionik untuk berdiferensiasi dalam kultur sel. Produksi dopamin secara signifikan berkurang dalam kultur yang kekurangan DJ-1 dibandingkan dengan kultur kontrol. Seperti sel stem embrionik yang kekurangan DJ-1, mutan dopamin DJ-1 mudah diserang oxydative stress. Kekurangan DJ-1 menyebabkan berkurangnya sel saraf dopamin untuk survival. Penghambatan aktivitas DJ-1 pada neuron dari otak tengah tikus embrionik memberikan hasil yang sama.

Pada paper kedua, Abielovich menggunakan probe, basis moleluker dari DJ-1. Ada beberapa jalur berkenaan dengan bagaimana fungsi DJ-1. Berdasarkan homologi gen yang berhubungan, termasuk peranan potensial sebagai protein molekuler chaperon. Protein chaperon muncul saat pelipatan atau pelipatan ulang protein rusak, jadi memiliki peranan utama dalam respon seluler terhadap oxydative stress. Abeliovich menemukan bahwa DJ-1 berperan sebagai molekul chaperon yang tidak biasa yang secara spesifik diinduksi di bawah kondisi oksidatif, berperan untuk mencegah agregasi protein seluler. Yang menarik, para peneliti meneruskan untuk menunjukkan bahwa satu substrat DJ-1 aktivitasnya sebagai α-synuclein, jadi menyediakan mekanisme yang mungkin yang menghubungkan dua molekul yang terlibat dalam penyakit parkinson. Akhirnya, hasil yang didapat mendukung adanya hubungan antara toksin yang diinduksi kerusakan oksidatif dan penyakit, dan menyediakan sebuah jalur model untuk mempelajari mekanisme molekuler dari penyakit neurodegeneratif.

2.      Faktor lingkungan
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyakit Parkinson mungkin merupakan hasil dari pemaparan neurotoksin dari lingkungan dan infeksi viral. Penelitian epidemiologi telah mengidentifikasi beberapa faktor yang mungkin berhubungan dengan penyakit parkinson, termasuk penggunaan herbisida, pemaparan dari pestisida, dan kombinasi logam berat (contoh: kombinasi dari tembaga dan besi). Orang yang terpapar senyawa ini, memiliki kemungkinan yang besar untuk terkena parkinson. Pemaparan dari toksin lingkungan, seperti pestisida yang menghambat produksi dopamin dan memproduksi radikal bebas (Reactive Oxygen Species) dan mengoksidasi penyebab kerusakan mungkin termasuk salah satu faktor risiko. Ini mungkin bahwa radikal bebas-molekul perusak yang potensial dan tidak stabil yang kekurangan elektron-berperan dalam degenerasi sel yang memproduksi dopamin. Radikal bebas menambah elektron dengan bereaksi dengan molekul di dekatnya dalam proses yang disebut oksidasi, yang dapat merusak sel saraf. Agen kimiawi yang disebut antioksidan secara normal melindungi sel dari tekanan oksidasi dan kerusakan. Jika aksi antioksidan gagal dalam melindungi sel saraf yang memproduksi dopamin, maka akan terjadi kerusakan, dan sebagai konsekuensinya penyakit Parkinson dapat berkembang.
Disfungsional dari mekanisme antioksidasi berhubungan dengan peningkatan usia, di mana akselerasi dari perubahan yang disebabkan karena usia dalam memproduksi dopamin mungkin menjadi salah satu faktor. Risiko meningkat seiring bertambahnya umur, di mana parkinson biasanya terdapat pada pertengahan atau tahun-tahun terakhir kehidupan. Orang di atas usia 60 tahun mempunyai risiko 2-4 % untuk terkena parkinson, dibandingkan dengan 1-2 % risiko pada kebanyakan orang. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai risiko yang lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan, namun alasan mengenai hal ini belum dapat diketahui.
Sejauh ini hanya sedikit senyawa kimia yang ditemukan dapat menyebabkan gejala parkinson. Penelitian mengenai pengaruh faktor lingkungan yang menyebabkan Parkinson mulai berkembang sejak awal 1980-an ketika suatu agen heroin sintetik dapat menyebabkan parkinsonism intermediet maupun permanen (lebih sering parkinson permanen) ketika diinjeksikan secara intravena. Senyawa pertama yang ditemukan dalam agen tersebut adalah MPTP (1-metil-4-fenil-1,2,5,6-tetrahidropiridin), sebuah komponon yang strukturnya mirip dengan beberapa herbisida atau pestisida. Toksisitas dari MPTP terjadi karena pembentukan ROS melalui hidroksilasi tirosin. MPTP kadang-kadang ditambahkan dalam obat ilegal. Orang yang secara mengkonsumsi MPTP mulai menunjukkan gejala Parkinson dalam beberapa jam. Toksin yang lain yaitu mangan dapat menyebabkan anoksia otak.

Toksin yang lain adalah paraquat (herbisida) kombinasi dengan maneb (fungisida), rotenone (insektisida), dan pestisida organoklorin yang spesifik termasuk dieldrin dan lindane. Banyak penelitian menemukan peningkatan penyakit Parkinson pada orang yang mengkonsumsi air di daerah pedesaan, yang secara teoretis air konsumsi tersebut telah terpapari pestisida. Ini sependapat dengan hipotesis yang menunjukkan hubungan antara dose-dependent dengan peningkatan parkinson pada orang yang terkena senyawa kimia untuk pertanian.
Faktor lingkungan tidak begitu berguna dalam diagnosis dari parkinson pada individu. Faktanya, tidak ada kesimpulan yang menyakinkan yang menyatakan  bahwa  hanya faktor lingkungan saja yang menjadi penyebab dari Parkinson. Bagaimnapun faktor lingkungan hanya membantu studi model laboratorium dari parkinson. Penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menegakkan adanya hubungan yang lebih konkret.

Hal yang menarik adalah adanya faktor lingkungan yang mengurangi resiko dari parkinson. Faktor pertama yang paling konsisten dalam hubungannya dengan penurunan risiko dari penyakit parkinson adalah merokok sigaret, yang sudah ditunjukkan dengan beberapa studi. Hal ini tidak diketahui mengapa merokok mempunyai efek proteksi secara alami. Walaupun demikian, efek negatif dari merokok terhadap kesehatan sangat berbahaya, walaupun kelebihannya sebagai pengurang faktor risiko terjadinya penyakit parkinson. Merokok bukan strategi yang direkomendasikan untuk menghindari parkinson. 

Konsumsi kafein juga berhubungan dengan pengurangan resiko dari penyakit parkinson. Pada wanita, terapi penggantian hormon nampaknya berhubungan dengan pengurangan kejadian pada wanita yang mengkonsumsi sejumlah kecil dari kafein, tetapi mungkin beresiko pada konsumsi lebih dari lima cangkir kopi sehari.

3. Trauma dikepala
Risiko orang yang mengalami trauma di kepala untuk terkena parkinson lebih besar di banding populasi pada umumnya. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mendapat luka di kepala empat kali lebih besar resiko untuk perkinson dibanding orang yang tidak pernah mendapat ;luka di kepala. Walaupun trauma kepala jarang terjadi namun kontribusinya terhadap penyakit Parkinson sangat berarti. 

4. Induksi obat
Antipsikotik yang digunakan untuk pengobatan schizophrenia dan psychosis, dapat menginduksi gejala parkinson dengan menurunkan aktivitas dopaminergik. Karena feedback inhibition, L-dopa dapat menyebabkan gejala dari parkinson yang pada awalnya menurunkan. Agonis dopamin juga dapat berkontribusi terhadap gejala parkinson dengan meningkatkan sensitivitas dari reseptor dopamin.
Parkinson dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pada umumnya, parkinson terjadi pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun (disebut late onset). Bila tanda-tanda dan gejalanya muncul sebelum usia 50 tahun disebut early onset. Dalam banyak kasus parkinson, deposit protein yang disebut Lewy muncul saat neuron yang memproduksi dopamin mati. Akan tetapi masih belum jelas apakah protein Lewy memiliki peranan dalam membunuh sel saraf atau bagian dari proses untuk mempertahankan diri.
Penyakit parkinson adalah penyebab parkinsonisme, sejumlah gangguan pada gerakan yang memiliki kesamaan bentuk dan gejala. Penyakit parkinson juga disebut parkinsonisme primer atau penyakit parkinson idiopatik (idiopatik berarti tidak ada yang mengetahui penyebabnya dengan pasti). Walaupun sebagian besar parkinsonisme bersifat idiopatik, ada beberapa kasus dimana gejala yang muncul disebabkan karena toksisitas, obat, mutasi genetik, trauma, dan lain-lain.

C. Gejala
            Penyakit parkinson dapat dikenali melalui gejala-gejala yang ditimbulkannya. Gejala awal dari parkinson terjadi secara bertahap dan hampir tidak kelihatan. Orang yang mengalami parkinson merasakan adanya sedikit getaran, mengalami kesulitan saat berdiri dari kursi, bicaranya terlalu pelan, kemampuan menulisnya melambat dan tulisannya tampak kecil, merasa lelah, ataupun depresi tanpa alasan yang jelas. Gejala-gejala ini dapat terjadi untuk waktu yang lama sebelum gejala yang  nyata tampak.

            Sejalan dengan perkembangan penyakit parkinson, getaran mulai tampak pada kegiatan sehari-hari yang dilakukan dan berkembang sedemikian rupa, disebut parkinsonian gait yang meliputi kecenderungan untuk condong ke depan, langkah cepat (festinasi), berkurangnya ayunan lengan, kesulitan untuk memulai gerakan, dan berhenti secara tiba-tiba saat berjalan.

            Gejala yang dialami oleh tiap pasien tidaklah selalu sama. Tremor bisa menjadi gejala utama oleh sebagian orang sementara untuk orang lain tremor hanyalah gejala minor. Gejala penyakit parkinson seringnya dimulai pada salah satu sisi dari tubuh. Walaupun begitu, sejalan dengan perkembangannya, dapat mempengaruhi kedua sisi dari tubuh, dimana pada salah satu sisinya kurang nyata dibanding sisi yang lain.
Gejala yang ditimbulkan dapat berupa motor symptoms maupun non-motor symptoms. Pada motor symptoms, ada empat gejala motorik utama yang muncul pada penyakit parkinson, yaitu :

  1. Tremor. Getaran yang dimulai di tangan, lengan, rahang, atau wajah. Getaran ini dapat menyebar, kadang hanya mempengaruhi satu sisi dari badan. Tremor tampak nyata saat otot relaksasi atau saat penderita mengalami stress, dan menghilang selama tidur atau saat otot bergerak dengan sengaja.
  2. Rigidity. Rigiditas disebut juga peningkatan muscle tone, yang berarti kekakuan  dari otot. Normalnya otot merenggang saat bergerak, dan relaks saat istirahat. Pada rigiditas, muscle tone dari anggota gerak selalu kaku dan tidak mengalami relaksasi. Contohnya seorang yang mengalami rigidity tidak dapat mengayunkan tangannya saat berjalan karena ototnya terlalu kaku.
  3. Bradikinesia. Bradikinesia adalah keadaan dimana seseorang kehilangan kemampuan untuk bergerak secara spontan, semua gerakan menjadi sangat lambat dan tidak sempurna, sulit untuk memulai gerakan, dan tiba-tiba berhenti bergerak, dan festinasi (langkah yang pendek dan kaku saat berjalan).
  4. Postural instability. Keseimbangan dan koordinasi menjadi terganggu, cenderung untuk condong ke depan atau ke belakang, badan menjadi bungkuk. Gejala ini dikombinasikan dengan bradikinesia meningkatkan frekuensi jatuh oleh karena itu biasanya berjalan cepat dengan langkah kecil-kecil untuk mengurangi frekuensi jatuh.
Selain keempat gejala di atas, ada gejala motorik lain yang terjadi pada penyakit parkinson seperti gangguan cara berjalan dan postur tubuh, gangguan bicara dan menelan, kelelahan, sulit untuk berguling, micrographia (tulisan tangan menjadi kecil), sulit berdiri dari kursi, dan lain-lain.

             Sedangkan pada Non-motor symptoms meliputi:
  1. Depresi. Depresi terjadi pada awal munculnya penyakit parkinson, bahkan sebelum gejala lain tampak. Depresi dapat diatasi melalui pengobatan antidepresan.
  2. Perubahan emosi. Beberapa orang yang menglami parkinson merasa takut dan gelisah. Mungkin mereka merasa tidak dapat mengatasi situasi yang baru, mereka tidak mau keluar atau bersosialisasi dengan teman-temannya, beberapa kehilangan motivasi dan menjadi pesimis.
  3. Kesulitan menelan dan mengunyah. Otot yang berperan dalam menelan makanan, kerjanya menjadi kurang efektif. Makanan dan saliva dikumpulkan dalam mulut dan masuk ke dalam tenggorokan sehingga menyebabkan tersedak dan juga mengeluarkan air liur (drooling). 
  4. Perubahan bicara. Separuh penderita penyakit parkinson memiliki masalah dengan bicara. Mereka bicara terlalu lembut (pelan) atau monoton, sulit untuk mulai berbicara, mengulang kata-kata, atau bicara terlalu cepat.
  5. Gangguan pembuangan urin maupun konstipasi. Pada beberapa pasien, bladder dan konstipasi dapat terjadi sehubungan dengan fungsi yang abnormal dari sistem saraf otonom yang bertanggung jawab terhadap regulasi aktivitas otot polos. Konstipasi dapat terjadi karena saluran intestinal bekerja lebih lambat, atau kurangnya cairan yang diminum.
  6. Gangguan pada kulit. Kulit di wajah menjadi berminyak, tepatnya pada dahi dan kedua sisi hidung. Kulit kepala juga dapat berminyak sehingga menyebabkan munculnya ketombe. Pada kasus lain kulit bisa menjadi sangat kering. Masalah ini juga disebabkan karena sistem saraf otonom tidak dapat berfungsi dengan baik.
  7. Gangguan tidur. Gangguan tidur biasa terjadi pada penderita parkinson, meliputi sulit tidur pada waktu malam, mimpi buruk, drowsiness atau mendadak tidur seharian.
  8. Demetia atau gangguan kognitif. Beberapa penderita parkinson memiliki masalah memori dan lambat berpikir. Pada beberapa kasus, masalah kognitif menjadi makin parah, menuju suatu kondisi yang disebut demetia yang dapat mempengaruhi memori, kemampuan bersosialisasi, bahasa, dan kemampuan mental lain. Hingga saat ini belum ada cara untuk menghentikan demetia, tetapi rivastigmin dan donepezil dapat mengurangi gejala yang timbul.
  9. Hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah secara tiba-tiba saat orang berdiri dari posisi berbaring. Hal ini dapat menyebabkan pusing dan bahkan kehilangan keseimbangan. Pada penyakit parkinson, masalah ini disebabkan karena hilangnya akhir saraf pada sistem saraf simpatik yang mengatur detak jantung dan tekanan darah.
  10. Disfungsi seksual. Penyakit parkinson menyebabkan disfungsi erektil karena efeknya pada sinyal saraf dari otak atau karena sirkulasi darah yang buruk. Penggunaan antidepresan juga dapat menyebabkan penurunan fungsi seksual.


0 comments:

Post a Comment