Sengketa Antar Lembaga Negara

http://globalsearch1.blogspot.com/
       Pembicaraan tentang sengketa  antar lembaga negara dalam konteks kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 setelah perubahan, sesungguhnya harus   dilakukan dalam rangka pembahasan organisasi dan kelembagaan negara. Pembicaraan demikian hanya dapat dimasuki dengan tepat apabila kita juga membicarakan hakikat kekuasaan negara, yang disusun dalam struktur organisasi secara melembaga. Hal tersebut erat kaitannya dengan filsafat hukum dan negara serta perkembangan sejarah baik secara umum maupun secara nasional dimasing-masing negara, yang juga akan tercermin dalam konstitusi negara tersebut. Dalam kaitan itu ajaran teori kedaulatan yang dikenal dalam sejarah, yaitu masing-masing Kedaulatan Tuhan, Kedaulatan Raja, Kedaulatan Hukum, Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Negara, bertumbuh dan menjadi landasan penyusunan kekuasaan negara yang kemudian dirumuskan dalam konstitusi. Menurut Prof. Dr. Jimly Asshidiqie SH, tiga faham kedaulatan yaitu kedaulatan Tuhan, kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat dapat dikatakan berlaku secara simultan dalam khasanah pemikiran bangsa ini tentang kekuasaan negara, dimana kekuasaan kenegaraan dalam wadah NKRI pada dasarnya adalah derivat dari kesadaran kolektif bangsa mengenai kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa, yang diwujudkan dalam faham kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat.[1]  Selanjutnya dikatakan prinsip kedaulatan hukum diwujudkan dalam gagasan rechtsstaat atau the rule of law serta prinsip supremasi hukum, dimana dalam perwujudannya kebijakan hukum harus disusun melalui mekanisme demokrasi yang lazim sesuai dengan ketentuan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.[2] Ajaran kedaulatan rakyat akan tercermin bukan hanya dalam pembentukan hukum dan pengambilan kebijakan dalam penyelenggaraan negara, akan tetapi secara formal juga tercermin dalam struktur dan organisasi pemegang kekuasaan penyelenggaraan negara.

       Faham kedaulatan rakyat yang dalam sejarah sangat mengenal doktrin Trias Politika dari Montesqieu, menekankan diperlukannya penyusunan kekuasaan negara dengan tidak memusatkan kekuasaan negara dalam satu tangan atau badan saja, untuk menjamin perlindungan kebebasan warga negara. Trias politika  tersebut didasarkan pada pemisahan kekuasaan negara yang lazim dikenal dengan separation of powers,  tetapi beberapa sarjana menyebut bahwa karena tidak terdapat pemisahan kekuasaan secara absolut, maka yang terjadi sesungguhnya adalah pembagian kekuasaan (division of powers). Kekuasaan negara dibagi dan dipisahkan dalam tiga kekuasaan pokok, yaitu, eksekutif, legislatif dan judikatif. Ketiga kekuasaan tersebut kemudian dirinci dan dilaksanakan dalam banyak organ, badan atau lembaga yang melaksanakan kekuasaan atau sebagian kekuasaan negara tersebut yang diperlukan dalam menyelenggarakan kehidupan bersama untuk tujuan yang ditentukan secara bersama pula. Pembagian kekuasaan negara tersebut dapat terjadi secara horizontal, yaitu diantara cabang eksekutif, legislatif dan judikatif  yang dirinci dalam organ, badan atau lembaga ditingkat pusat yang setara, dan sebagai akibat tidak dianutnya ajaran pemisahan kekuasaan secara mutlak, maka konsekwensi logis dari padanya adalah terjadinya proses chekcs and balances diantara cabang-cabang kekuasaan tersebut. Checks and balances tersebut merupakan mekanisme pembatasan dan keseimbangan dari satu cabang kekuasaan terhadap cabang  kekuasaan yang lain.
       Secara vertikal pembagian kekuasaan¾bukan hanya dalam sistem federal, dalam negara kesatuan seperti Indonesia¾juga dilakukan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah,  yaitu daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (5) menegaskan pembagian kekuasaan tersebut dengan memberikan kepada Pemerintahan Daerah untuk menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan hak untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan,  kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.






[1] Dalam Firmansyah dkk, Lembaga Negara Dan Sengketa Kewenangan Antar lembaga Negara, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) cet 1, 2005 hal x-xi.
[2] Ibid.


0 comments:

Post a Comment