Kasus Tabloid Monitor

Kasus ini terjadi pada 1990 dengan korban Arswendo Atmowiloto (pemimpin redaksi tabloid Monitor). Dia divonis lima tahun penjara dengan tuduhan melakukan penodaan agama.

Monitor merupakan tabloid terlaris milik Kelompok Kompas Gramedia (KKG). Hari itu, Senin 15 Oktober 1990, Monitor menurunkan hasil angket mengenai tokoh yang paling dikagumi pembaca. Hasil angket itu menunjukkan Nabi Muhammad SAW menempati urutan ke sebelas sebagai tokoh yang paling dikagumi, satu tingkat di bawah Arswendo Atmowiloto, pemimpin redaksi Monitor yang menempati peringkat kesepuluh.

Sontak publikasi itu menimbulkan kegemparan di kalangan umat Islam. Monitor dianggap melecehkan Nabi Muhammad, membangkitkan kembali sentimen suku, agama, dan ras. Protes pun gencar dilancarkan pada Monitor, dari Majelis Ulama Indonesia hingga organisasi-organisasi yang mengatasnamakan Islam, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pemuda Muhamadiyah. Hanya KH. Abdurrahman Wahid, satu-satunya tokoh Islam yang berani berpendapat lain tentang kasus ini.

Dengan makin gencarnya protes terhadap Monitor, pemerintah melalui Menteri Penerangan Harmoko, Selasa 23 Oktober 1990 membatalkan surat ijin usaha penerbitan persnya. Tak lama, Persatuan Wartawan Indonesia cabang Jakarta, mengeluarkan surat yang isinya memberhentikan Arswendo Atmowiloto dari keanggotaan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan mencabut rekomendasi untuk jabatan pemimpin redaksi, tidak hanya untuk Monitor tapi juga untuk majalah Hai. Ia dianggap menyalahi kode etik jurnalistik sehingga keanggotaan PWI-nya gugur. Dia pun otomatis tidak bisa menduduki jabatan pemimpin redaksinya. Menurut aturan, dia masih berhak membela diri di dalam kongres PWI, namun hal ini tidak berlaku bagi Arswendo Atmowiloto. (S. Sinansari Ecip, Kode Etik dan Undang-undang Pers, Berguna ataukah Percuma?, Jumat, 07 Februari 2003 dalam Puncak dari peristiwa heboh angket itu, Arswendo Atmowiloto, diadili dan dijatuhi hukuman penjara selama lima tahun.

Menghadapi pembredelan itu, editorial Kompas 23 Oktober 1990, menyatakan, "Monitor memang telah salah langkah dengan memuat hasil angketnya. Karena itu, kita pun menyesalkan dan mengecamnya." Hal yang sama dinyatakan oleh Jakob Oetama, "Saya sendiri menganggap tindakan itu sudah pantas ditimpakan pada Monitor." Lalu, bagaimana tanggung jawab KKG sebagai induk dari Monitor?

"Monitor itu berdiri sendiri dan jangan dikait-kaitkan dengan yang lain," tukas Polycarpus Swantoro, yang saat itu menjabat wakil pemimpin umum Kompas dan salah satu pemimpin KKG.

Mengenai Arswendo Atmowiloto, Oetama mengatakan "Saya sangat menyesalkan dia, sebagai pemimpin media tidak bisa melihat efek dari apa yang ditulisnya. Padahal, dalam segala hal prinsip dan sikap dasar kami hati-hati, tahu diri dan timbang rasa, terutama dalam hal-hal yang menyangkut suku agama dan ras. Hal itu tampak dari isi surat kabar dan semangat suratkabar yang selama ini saya asuh bersama rekan-rekan." Tak lama kemudian, Arswendo diberhentikan sebagai karyawan KKG.


2 comments: