Ada beberapa keadaan dimana obat
berinteraksi dengan mekanisme yang unik; namun mekanisme tersebut sering
dijumpai. Mekanisme tersebut dapat dibagi menjadi interaksi yang melibatkan
aspek farmakokinetika obat dan interaksi obat yang mempengaruhi respon
farmakodinamik obat. Beberapa interaksi obat yang dikenal merupakan kombinasi
lebih dari satu mekanisme.
1.
Interaksi
farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik dapat terjadi beberapa tahap,
meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi (tabel.1)
a.
Absorpsi
Kebanyakan obat diberikan secara oral mengabsorbsi
melalui membran mukosa dari saluran gastrointestinal. Dan kebanyakan interaksi
yang terjadi menurunkan absorbsi daripada meningkatkan absorbsi. Perbedaan yang
jelas terdapat pada penurunan laju absorbsi dan mengubah absorbsi secara
keseluruhan. Obat yang diberikan untuk penyakit kronis dalam dosis regimen
multiple (contohnya: antikoagulan oral), laju absorbsi biasanya tidak digunakan
tetapi absorbsi secara keseluruhannya tidak diubah. Selain obat yang diberikan
dalam dosis tunggal dirancang agar absorbsinya obat (contoh: obat hipnotik atau
analgesik), sehingga dibutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk pencapaian
tersebut. Penurunan laju absorbsi biasanya menunjukan hasil yang tidak baik
pada pencapaian efek terapi.
·
Efek dari perubahan pada pH saluran cerna
Perjalanan obat melalui membran
mukosa melalui difusi pasif tergantung pada jumlah bentuk non ionik larut lemak .Maka dari itu
absorpsi bergantung pada pKa obat, kelarutan dalam lemak, pH saluran cerna dan
parameter lain yang berhubungan dengan formulasi farmasetik obat. Oleh karena
itu absorpsi asam salisilat dalam lambung lebih besar pada pH asam daripada pH
basa. Secara teoritis diharapkan perubahan pH lambung oleh obat seperti H2
bloker memiliki efek absorpsi yang bermakna, tetapi kenyataannya tidak terlalu
pasti karena adanya mekanisme lain seperti khelasi, adsorpsi, dan perubahan
motilitas lambung yang dapat mengubahnya. Namun pada beberapa kasus efek dapat
signifikan. Peningkatkan pH akibat hambatan pompa proton, H2 bloker dan
antasida dapat mengurangi absorpsi Ketokonazol secara bermakna
·
Adsorpsi, khelasi dan mekanisme pembentukkan
kompleks lain
Arang aktif ditujukan sebagai
agen adsorpsi dalam saluran cerna untuk pengobatan over dosis obat atau
menghilangkan zat toksik, tetapi pasti akan mengubah absorpsi obat pada dosis
terapeutik. Antasida juga dapat mengadsorpsi sejumlah besar obat, tetapi
mekanisme lain juga berpengaruh. Contohnya tetrasiklin dapat mengkhelat logam
divalen dan trivalen seperti kalsium, aluminium, bismuth dan besi, membentuk
kompleks yang sangat sulit diabsorpsi dan mengurangi efek anti bakteri.
Ion logam dapat ditemukan pada
produk susu dan antasida. Pembagian dosis terpisah 2 sampai 3 jam dapat
mengurangi efek interaksi ini. Reduksi bioavailibilitas penisilamin berkurang
secara bermakna disebabkan antasida juga karena khelasi meskipun adsorpsi juga
berpengaruh. Kolestiramin dan resin penukar ion ditujukan untuk mengikat asam
empedu dan metabolik kolesterol dalam saluran cerna, mengikat sejumlah obat
seperti digoksin, warfarin, levotiroksin sehingga absorpsi obat berkurang.
(Tabel. 2) daftar obat yang dapat mengkhelat, mengkompleks atau adsorpsi obat
lain.
Beberapa wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral kombinasi dalam dosis rendah mempunyai risiko hamil bila pada
saat yang sama, dia juga menggunakan antibiotik berspektrum luas (misalnya
amoksisilin, tetrasiklin). Mekanismenya adalahgangguan siklus enterohepatik
komponen estrogen akibat hilangnya bakteri usus yang berperan dalam dekonjugasi
estrogen.
Obat-obat lain dapat mempengaruhi waktu
pengosongan lambung, sebagai contoh metoklorpropamid mempercepat waktu
pengosongan lambung, sedangkan opiat memperlambat waktu pengosongan lambung.
Bioavailabilitas levodopa berkurang bila digunakan bersama dengan obat
antikolinergik. Hal ini terjadi karena perlambatan waktu pengosongan
lambungakan meningkatkan paparan levodopa dengan metabolisme lokal pada mukosa
usus. Interaksi ini pada umumnya lebih mempengaruhi kecepatan absorbsi obat
daripada jumlah obat yang diabsorbsi. Bagaimanapun, penundaan waktu pengosongan
lambungda]] dapaat meningkatkan absorbsi zat-zat yang bersifat asam dan
obat-obat yang sukar larut. Sebagian besar interaksi yang berkaitan dengan
absorbsi, tidak bermakna secarak klinis dan dapat diatur dengan memisahkan
waktu pemberian obat, biasanya dengan selang waktu meminum 2 jam.
b.
Distribusi
Interaksi pendesakan obat terjadi bila dua
obat berkompetisi pada tempat ikatan dengan protein plasma yang sama dan satu
atau lebih obat didesak dari ikatannya dengan protein tersebut. Hal ini akan
mengakibatkan peningkatan sementara konsentrasi obat bebas (aktif), biasanya
peningkatan tersebut diikuti dengan peningkatan metabolisme atau ekskresi.
Konsentrasi total obat turun menyesuaikan dengan peningkatan dengan peningkatan
fraksi obat bebas. Interaksi ini melibatkan obat-obat yang ikatannya dengan
protein tinggi, misalnya fenitoin, warfarin dan tolbutamid. Bagaimanapun, efek
farmakologi keseluruhan minimal kecuali bila pendesakan tersebut diikuti dengan
inhibisi metabolik.
c.
Metabolisme
hepatik
Banyak obat dimetabolisme di hati,
terutama oleh sistem enzim sitokrom P450 monooksigenase. Induksi
enzimoleh suatu obat dapat meningkatkan kecepatan metabolisme obat lain dan
mengakibatkan pengurangan efek. Induksi enzim melibatkan sintesa protein, jadi
efek maksimum terjadi setelah dua atau tiga minggu. Sebaliknya, inhibisi enzim
dapat mengakibatkan akumulasi dan peningkatan toksisitas obat lain. Waktu
terjadinya reaksi akibat inhibisi enzim merupakan efek langsung, biasanya lebih
cepat daripada induksi enzim.
Banyak enzim yang terlibat dalam
metabolisme hepatik diantaranya adalah sitokrom P450. Sebagai
contoh, warfarin dibersihkan dari tubuh memalui metabolisme hepatik
(dimetabolisme oleh sistem oksidase P450 hepatik-the hepatic mixed function oxidase P450 system) sehingga
penghambat enzim seperti simetidin dan antibiotik golongan makrolida
(eritromisin, klaritomisin) memperkuat efek warfarin.
Sebaliknya, penginduksi enzim seperti
karbamazepin, barbiturat, fenitoin (dilaporkan dapat meningkatkan atau
menurunkan efek) dan rifampisin, dapat menyebabkan kegagalan terapeutik
warfarin. Eritromisin dapat menyebabkan peningkatan kadar lofastatin dalam
darah karena eritromisin menghambat aktifitas enzim CYP 3A4 hati.
Yang menarik, makanan kaya protein
dianggap menstimulasi enzim hati, sedangkan makanan yang kaya karbohidrat
mempunyai efek yang berlawanan. Zat kimia lain, seperti asap rokok dan etanol
dapat meningkatkan aktifitas enzim hati. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi
eliminasi dan akhirnya juga mempengaruhi keefektifan obat-obat tertentu.
d.
Eliminasi
Obat dieliminasi melalui ginjal denga filtrasi glomerulus dan sekresi tubuler
aktif. Jadi, obat yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal dapat
mempengaruhi konsentrasi obat lain dalam plasma. Hanya sejumlah kecil obat yang
cukup larut dalam air yang mendasarkan ekskresinya melalui ginjal sebagai
eliminasi utamanya, yaitu obat yang tanpa lebih dulu dimetabolisme di hati.
Gangguan pada proses ini terutama digambarkan dalam interaksi yang mempengaruhi
digoksin dan Litium.
Kuinidin, verapamil, dan amiodaron dapat
meningkatkan konsentrasi digoksin dalam serum hingga dua kali lipat dengan
menghambat klirens ginjal (dan non-ginjal) digoksin. Diuretik thiazida, serta
furosemid dan bumetanid dengan efek yang lebih lemah, menguangi ekskresi Litium
dengan meningkatkan reabsorbsi Litium dari tubulus proksimal. Interaksi ini
dapat menyebabkan keracunan Litium yang serius.
Metotreksat dan obat antiinflamasi
nonsteroid (AINS) berkompetisis dalam ekskresi melalui ginjal; penggunaan
secara bersamaan obatobat tersebut dapat meningkatkan kadar metotreksat dan
meningkatkan risiko toksisitas, namun kombinasi ini tetapa dapat diberikan
dengan berhasil di bawah supervisi khusus. Yang perlu diperhatikan tentang
interaksi tipe ini adalah tergantung pada jumlah obat dan/atau metabolitnya
yang diekskresi melalui ginjal.
Asam lemah dan basa lemah berkompetisi
pada bagian sistem transpor tubuler ginjal yang berbeda. Hal ini merupakan
dasar penggunaan probenesid untuk meningkatkan konsentrasi penisilin atau
sefalosporin dalam darah. Probenesid juga meningkatkan potensi toksisitas
metotreksat; simetidina mengurangi ekskresi prokainamid dengan cara yang sama.
0 comments:
Post a Comment