Reseptor Tergandeng Protein G



Pada tahun 1969, Martin Rodlell, et al., menyampaikan hasil penelitiannya bahwa satu seri hormon, yang semuanya mengaktifkan adenilat siklase, ternyata beraksi dengan cara berikatan dengan suatu reseptor spesifik yang tergandeng dengan adenilat siklase intraseluler dalam suatu sistem transduksi. Interaksi antara reseptor spesifik tersebut dengan protein target diperantarai oleh suatu protein ketiga yang kemudian dikarakterisir sebagai heterotrimeric guanine nucleotide binding protein atau disebut G-protein. Reseptor spesifik tadi kemudian disebut G-Protein-Coupled Reseptor (GPCR) atau disebut juga reseptor tergandeng protein G.
 
Reseptor tergandeng protein G, disebut juga reseptor metabotropik, merupakan famili terbesar dari reseptor membran sel. Reseptor ini menjadi mediator dari respons seluler berbagai molekul, seperti hormon, neurotransmitter, dan mediator lokal. Reseptor tergandeng protein G merupakan satu rantai polipeptida tunggal, yang keluar masuk menembus membran sel sampai tujuh kali sehingga dikatakan memiliki tujuh transmembran. Dari bentuknya, reseptor tergandeng protein G merupakan suatu rantai polipeptida tunggal yang melewati membran sebanyak tujuh kali. Reseptor ini terutama mengaktivasi rangkaian peristiwa yang mengubah konsentrasi satu atau lebih suatu molekul signaling intraseluler atau yang disebut second messenger untuk menimbulkan respons seluler. Beberapa second messenger yang terlibat dalam transduksi signal melalui reseptor ini adalah siklik AMP (cAMP), protein kinase A (PKA), Diasil gliserol (DAG), Inositol trifosfat (IP3), protein kinase C (PKC), dan kalsium (Ca++).

Protein G sendiri adalah suatu protein yang terdiri dari 3 rantai polipeptida yang berbeda, yang disebut subunit a, b dan g. Rantai b dan g membentuk kompleks bg yang kuat, yang membuat protein G tadi tertambat pada permukaan sitoplasmik membran plasma.

Jalur transduksi signal pada GPCR ada dua, yaitu jalur adenilat siklase dan jalur fosfolipase. Suatu aktivasi GPCR akan melalui jalur adenilat siklase atau fosfolipase, tergantung pada macam protein G yang terlibat. Berdasarkan aksinya, protein G ada tiga jenis, yaitu :
  1. Gs (stimulatory G protein), yang bekerja mengaktifkan enzim adenilat siklase.
  2. Gi (inhibitory G protein), yang bekerja menghambat enzim adenilat siklase, dan
  3. Gq, yang bekerja mengaktifkan fosfolipase pada jalur fosfolipase.

A. Aktivasi GPCR Melalui Jalur Adenilat Siklase

Rangkaian peristiwa molekuler yang terjadi pada aktivasi reseptor GPCR melalui jalur adenilat siklase adalah sebagai berikut :
  1. Pada bentuk inaktif, protein G berada sebagai suatu trimer dengan GDP yang terikat pada subunit a. Pada kondisi ini semua subunit berada dalam satu kompleks.
  2. Jika suatu ligan atau neurotransmitter atau hormon berikatan dengan GPCR, maka dimulailah proses signaling yang diawali dengan perubahan konformasi reseptor yang melibatkan daerah sitoplasmik reseptor, yang menyebabkan daerah sitoplasmik reseptor menjadi aktif terhadap protein G. Selanjutnya, subunit Ga akan melepaskan GDP dan akan mengikat GTP (terjadi pertukaran GDP-GTP).
  3. Penggantian GDP menjadi GTP menyebabkan perubahan konformasi pada subunit Ga. Subunit Ga yang terikat dengan GTP tersebut kemudian terdisosiasi dari subunit bg menjadi subunit yang aktif, yang akan mengaktifkan adenilat siklase (AC) memproduksi cAMP.
  4. Selanjutnya cAMP akan mengaktifkan PKA (cAMP-dependent Protein Kinase) yang akan mengkatalisis fosforilasi berbagai protein targetnya dan menimbulkan aktivitas.
Aktivasi adenilat siklase harus segera dihentikan agar tidak terjadi produksi cAMP yang berlebihan. Untuk itu, GTP harus dihidrolisis menjadi GDP sehingga subunit a kembali ke konformasi semula yang tidak aktif. Selain itu cAMP juga bisa didegradasi dengan bantuan enzim difosfoesterase.

Proses menghentikan proses signaling ini bisa dijelaskan sebagai berikut :
  1. Ga menghidrolisis GTP menjadi GDP + Pi. Dengan terikat pada GDP, maka Ga akan kembali berikatan dengan kompleks, bg, sehingga aktivasi adenilat siklase terhenti.
  2. Selain itu, cAMP akan dihidrolisis menjadi AMP oleh enzim fosfodiesterase.
Perubahan GTP menjadi GDP dan sebaliknya dikatalisis oleh enzim yang disebut GAPs (GTPase Activating Proteins) dan GEFs (Guanine Nucleotide Exchange Factors).
Jika ada senyawa yang dapat mengubah konformasi subunit a sehingga tidak dapat menghidrolisis GTP, maka akan terjadi perpanjangan aktivitas adenilat siklase dan memperlama peningkatan kadar cAMP, yang dapat menimbulkan respons yang tidak diinginkan. Hal ini seperti yang terjadi pada pasien kolera yang disebabkan oleh bakteri. Toksin kolera mengubah subunit a menjadi tidak mampu menghidrolisis GTP. Akibatnya subunit a tetap dalam bentuk aktifnya, memicu adenilat siklase membentuk cAMP. Peningkatan kadar cAMP yang diperlama menyebabkan efluks besar-besaran ion Na+ dan air ke dalam usus, yang bertanggung jawab terhadap gejala diare yang parah pada pasien kolera.

Hal yang serupa terjadi pada pasien batuk rejan. Pertussis toxin (kuman penyebab batuk rejan) dapat mengikat protein Ga, sehingga menyebabkan Ga tidak bisa mengubah GDP menjadi GTP. Akibatnya jalur penghambatan adenilat siklase disekat, dan efeknya adalah pemicuan perpanjangan pemicuan adenilat siklase, yang bertanggung jawab terhadap refleks batuk yang terus menerus.

Siklik AMP (cAMP) bekerja mengaktivasi Protein Kinase A (PKA) atau A-kinase, yang selanjutnya akan memfosforilasi banyak jenis protein dan mengaktifkannya. Disebut protein kinase A karena aktivasinya diregulasi oleh adanya cAMP. PKA berperan dalam regulasi enzim metabolisme, misalnya metabolisme glukosa, dengan menstimulasi peruraian glikogen dan menghambat sintesis glikogen sehingga meningkatkan/memaksimalkan ketersediaan glukosa dalam sel.

Efek cAMP tidak boleh terlalu lama, karenanya sel harus mampu mendefosforilasi protein yang telah terfosforilasi oleh A-kinase. Caranya adalah dengan mendefosforilasi serine dan threonine yang terfosforilasi. Proses ini dikatalisis oleh serine/threonine phosphoprotein phosphatase. Ada empat kelompok protein phosphatase: I, IIA, IIB, dan IIC.

  1. Protein phosphatase-I: berespons terhadap cAMP.
  2. Protein phosphatase-IIA: tidak spesifik, mendefosforilasi protein-protein yang difosforilasi oleh A-kinase, berperan dalam regulasi cell cycle.
  3. Protein phospatase-IIB: disebut calcineurin teraktivasi oleh Ca++, mdan terdapat dalam jumlah besar di otak.
  4. Protein phosphatase-IIC: tidak begitu berperan.

B. Aktivasi GPCR Melalui Jalur Fosfolipase

Reseptor tergandeng protein G akan teraktivasi melalui jalur fosfolipase jika tergandeng dengan protein Gq. Peristiwa molekuler yang mengawali aktivasi melalui jalur ini sampai terbentuknya subunit a yang aktif adalah sama dengan pada jalur adenilat siklase, tetapi pada jalur ini, subunit a yang aktif akan mengaktivasi enzim fosfolipase C.

Enzim fosfolipase C selanjutnya bekerja menguraikan fosfatidil inositol bisfosfat (PIP2), suatu senyawa fosfolipid di membrane sel, menjadi inositol trifosfat (IP3) dan diasil gliserol (DAG). Keduanya berperan dalam transduksi signal sebagai second messenger. Selanjutnya, IP3 akan berikatan dengan reseptor spesifik pada retikulum endoplasmik (RE) yang terkait dengan kanal Ca++ memicu pelepasan Ca++ dari RE ke sitosol sehingga meningkatkan kadar Ca++ intraseluler. 

Dari aktivasi reseptor melalui jalur fosfolipase, diperoleh beberapa second messenger, yaitu DAG, IP3 dan Ca++. DAG memiliki dua peran dalam signaling, yaitu dapat diurai lebih lanjut menghasilkan asam arakidonat, dan bersama-sama dengan calcium mengaktivasi protein kinase C (C-kinase atau PKC). PKC sendiri disebut demikian karena aktivitasnya tergantung pada calcium. PKC bekerja dengan cara memfosforilasi bagian serine dan threonin pada banyak jenis protein target, tergantung pada tipe selnya. Aktivitas PKC juga dapat meningkatkan transkripsi gen tertentu. Sedangkan Ca++ sangat penting untuk kontraksi otot, pelepasan neurotransmitter, dan eksositosis.


0 comments:

Post a Comment